Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Melati A Royat
Pegawai Bank Indonesia

Pegawai Departemen Komunikasi Bank Indonesia

Perkuat Stabilitas Rupiah di Tengah Ketegangan Dunia

Kompas.com - 26/04/2024, 15:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SETELAH Israel menyerang kedutaan Iran di Damaskus, Suriah, pada 1 April 2024 lalu, mendorong Iran melakukan tindakan balasan dengan meluncurkan ratusan drone dan rudal jelajah pada dua minggu setelahnya.

Serangan ini kemudian berdampak pada kepanikan Israel yang meminta Dewan Keamanan PBB melakukan rapat darurat dan Presiden Amerika Serikat Joe Biden menggelar rapat mendadak dengan negara G7.

Fenomena tersebut menunjukkan bahwa agresi militer antara Iran Vs Israel menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya perang dunia, apabila konflik meluas yang berdampak pada polarisasi.

Eskalasi konflik geopolitik di Timur Tengah telah menjadi perhatian dunia yang cukup memberikan dampak terhadap sentimen perekonomian dunia.

Sentimen ini terlihat dari volatilitas harga minyak mentah dunia yang naik dari kisaran 70 dollar AS per barel pada awal tahun, menjadi kisaran 80 dollar AS per barel seiring dengan momentum serangan di antara kedua kubu tersebut.

Indikator lain, yaitu adanya fenomena penguatan nilai tukar dollar AS terhadap mata uang beberapa negara di dunia, seperti Taiwan, Thailand, Korea Selatan, Jepang, termasuk Indonesia.

Dinamika dollar AS Vs Rupiah

Penguatan dollar AS yang masif terjadi akhir-akhir ini diyakini karena adanya perilaku pasar yang menempatkan investasinya pada safe heaven currency, terutama dollar AS.

Pada kondisi perekonomian global yang tidak stabil, investor akan mengkonversi asetnya ke dalam mata uang dollar AS sehingga permintaan mata uang tersebut di suatu negara akan meningkat.

Hal tersebut telah membuat banyak mata uang dunia, termasuk Rupiah, tertekan. Nilai tukar Rupiah sempat melemah hingga pernah mencapai sekitar Rp 16.361,4 per dollar AS pada 22 April 2024, menurut data Bank Indonesia (BI).

Lalu, bagaimana Indonesia menyikapi adanya strong dollar tersebut?

Kita perlu melakukan pemetaan terhadap exposure aktivitas yang memerlukan permintaan dollar AS, misalnya impor energi dan bahan pangan.

Perlu dimaklumi sampai saat ini Indonesia masuk nett impor energi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2024, Indonesia masih melakukan impor BBM dari Singapura, Malaysia dan India senilai 3,33 miliar dollar AS, naik 11,64 persen dibandingkan Februari 2024.

Sementara, menurut data Proyeksi Neraca Pangan Nasional Tahun 2024 dari Badan Pangan Nasional (Bapanas) tahun ini, terdapat potensi impor untuk komoditas pangan seperti beras, jagung, kedelai, bawang putih, daging sapi-kerbau dan gula konsumsi untuk menjaga kecukupan pasokan dalam negeri dengan perkiraan total keseluruhannya sekitar 9 juta ton.

Adanya gejolak geopolitik dan seluruh aktivitas perdagangan internasional tersebut mendorong bertambahnya kebutuhan pasokan dollar AS yang semakin besar, di luar kebutuhan biasanya.

Oleh sebab itu, Pemerintah dan BI perlu meningkatkan upaya untuk mengurangi kebutuhan dollar AS melalui berbagai langkah strategis.

Antara lain perluasan kerja sama penggunaan mata uang lokal dalam penyelesaian transaksi perdagangan internasional yang dikenal dengan istilah Local Currency Transaction (LCT).

Langkah perluasan kerja sama LCT diprioritaskan kepada seluruh negara mitra dagang utama dalam rangka penyelesaian transaksi ekspor impor komoditas strategis nasional.

Perdagangan luar negeri menggunakan mata uang lokal masing-masing negara akan mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan dollar AS.

Pada akhirnya dapat mengurangi tekanan apresiasi dolar AS yang sering terjadi berulang pada kondisi ekonomi global yang tidak pasti.

Strategi konkret

Dalam rangka stabilitas nilai tukar Rupiah, BI sebagai otoritas moneter saat ini telah menjalin kerja sama LCT dengan tujuh negara, yakni Malaysia, Thailand, Jepang, Tiongkok, Singapura, Korea Selatan, dan India.

Konsep LCT adalah penyelesaian transaksi pembayaran lintas batas negara di area perdagangan dan investasi.

Optimalisasi LCT memberikan manfaat untuk menjaga stabilitas nilai tukar karena penyelesaian transaksi luar negeri diselesaikan dengan mata uang lokal.

Mengutip konferensi pers Rapat Dewan Gubernur (RDG) Januari 2024, pada akhir Desember 2023, akumulasi pemanfaatan LCT dalam transaksi internasional telah mencapai 6,3 miliar dollar AS, meningkat sebesar 52,8 persen (year on year/yoy) dengan jumlah peserta 2.598.

Terdapat tiga manfaat LCT, yaitu lebih efisien karena pelaku usaha tidak perlu untuk mengkonversi mata uang ke dollar AS dalam melakukan pembayaran lintas batas negara.

Selain itu, penerapan LCT akan memberikan kemudahan dalam bertransaksi karena dunia usaha mempunyai banyak alternatif teknis pembayaran. Tidak kalah penting bahwa pemanfaatan LCT akan turut membantu menjaga stabilitas perekonomian nasional.

Dengan penggunaan mata uang lokal masing-masing negara akan mengurangi risiko gejolak mata uang tertentu sehingga stabilitas rupiah akan semakin terjaga.

Ke depan, kerja sama LCT kiranya dapat diperluas ke sejumlah negara lainnya yang menjadi tujuan perdagangan dan investasi, misalnya Vietnam.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com