Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyebab Student Loan Gagal di Era Soeharto: Banyak Kredit Macet

Kompas.com - 25/05/2024, 07:06 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com - Pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) tengah menggodok aturan yang akan mewadahi skema student loan alias pinjaman yang akan diberikan untuk mahasiswa yang berkuliah di perguruan tinggi.

Penerapan student loan sendiri mengemuka setelah maraknya fenomena kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) di beberapa perguruan tinggi negeri (PTN).

Banyak calon mahasiswa mengaku tak sanggup membayar UKT karena tak sesuai dengan kemampuan ekonomi keluarganya. Beberapa calon mahasiswa yang sudah terlanjur diterima di PTN, bahkan memilih mengundurkan diri karena keterbatasan ekonomi.

Student loan adalah pinjaman yang dikhususkan untuk mahasiswa dari lembaga pemerintah atau swasta dan harus membayarnya kembali dengan tambahan bunga sebagaimana pinjaman lainnya.

Di Amerika Serikat, dana student loan salah satunya berasal dari pemerintah federal. Di mana untuk mendapatkan pinjaman ini, mahasiswa atau pelajar harus memenuhi beberapa kriteria, misalnya rekam jejak kredit yang bagus, tidak bermasalah dengan pajak, dan terdaftar dalam jaminan sosial.

Baca juga: Mengenal Student Loan, Bayar Kuliah Pakai Utang, Dicicil Usai Lulus

Pada dasarnya, student loan sama dengan pinjaman pada umumnya di mana ada cicilan pokok dan bunga. Namun yang membedakannya dengan pinjaman bank, pembayaran student loan bisa dilakukan beberapa tahun mendatang alias saat mahasiswa sudah lulus dan bekerja, biasanya tagihan pembayaran utang baru akan muncul setelah 6 bulan sejak wisuda.

Angsuran pokok dan bunga pinjaman baru akan ditagihkan setelah mahasiswa lulus kuliah. Bunga yang terakumulasi pada pinjaman saat pelajar atau mahasiswa bersekolah ditambahkan ke jumlah yang akan dibayar kembali setelah sang peminjam lulus kuliah.

Student gagal di era Soeharto

Mengutip arsip Harian Kompas, pinjaman pendidikan bagi mahasiswa sebenarnya bukan barang baru di Indonesia. Pada tahun 1982, di bawah pemerintahan Orde Baru, pinjaman serupa pernah berlaku dalam bentuk kredit mahasiswa Indonesia.

Kredit ini disalurkan bagi mahasiswa melalui sejumlah bank, seperti Bank Negara Indonesia (BNI) 46, Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan Bank Ekspor-Impor Indonesia.

Baca juga: Student Loan era Soeharto, Ijazah Jadi Agunan, Ditahan Bank sampai Utang Lunas

Skema KMI pun mulai berlaku sejak 8 Mei 1982 ditandai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Nomor 15/12/Kep/Dir/UKK tentang pemberian kredit bank kepada mahasiswa oleh direksi BI.

Kredit tersebut diberikan kepada mahasiswa di tingkat S-1, S-2, S-3, dan program nongelar diploma III.

Dalam penerapannya, pembayaran angsuran pokok dan bunga KMI dilakukan dengan pemotongan langsung gaji secara langsung (auto debet) setiap bulan melalui instansi atau perusahaan tempat bekerjanya penerima KMI.

Sebagai jaminan, ijazah mahasiswa akan ditahan sampai pinjaman tersebut lunas. Bank pelaksana kemudian dapat menghentikan penyaluran KMI apabila mahasiswa penerima kredit telah lulus atau putus kuliah.

Dalam setahun, para penerima KMI maksimal menerima Rp 750.000 dengan besaran suku bunga 6 persen per tahun untuk tenor selama 10 tahun yang terhitung diluar masa tenggang, yakni masa belajar ditambah kompensasi waktu paling lama setahun.

Baca juga: Aset Sitaan BLBI Tommy Soeharto Tak Laku-laku, Ini Dugaan Kemenkeu

Kredit tersebut, antara lain, dapat digunakan untuk keperluan uang kuliah, praktikum, biaya penelitian, studi tour, studi lapangan, penyusunan skripsi atau tesis, dan pembelian buku.
Selain itu, kredit juga bisa dialokasikan untuk biaya hidup atau biaya lain tergantung persetujuan bank pelaksana dan pihak perguruan tinggi.

Gagal karena kredit macet

Masih melansir dari Harian Kompas, sulitnya mendapatkan lapangan pekerjaan menyebabkan para penerima KMI kesulitan membayar cicilan. Fenomena tersebut terutama terjadi di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah sejak dua tahun KMI berlaku.

Dalam perjalanannya, lebih kurang selama enam tahun, Pemimpin Wilayah V BNI Zulmar Rafii mengatakan, sebagian pengembalian KMI yang seharusnya sudah mulai dilunasi mengalami kendala.

Alamat para mahasiswa penerima KMI banyak yang tidak tentu dan ada pula yang penghasilannya jauh dari kata cukup sehingga tak mampu membayar cicilan.

Para penerima kredit di Jawa Tengah dan DIY notabene bekerja sebagai pegawai negeri dengan penghasilan rata-rata Rp 60.000 per bulan dan akan meningkat menjadi Rp 84.000 per bulan setelah diangkat. Dengan penghasilan tersebut, para penerima kesulitan mengangsur cicilan Rp 15.000-25.000 per bulan.

”Sulitnya mencari lapangan kerja sekarang kemungkinan besar menjadi penyebab para penerima kredit sulit diketahui alamatnya. Akan tetapi, banyak pula yang setelah lama menghilang tiba-tiba muncul lagi dan melunasi kredit itu,” kata Zulmar dalam pemberitaan Harian Kompas bertajuk Sulitnya Lapangan Kerja Hambat Pengembalian Kredit Mahasiswa, Senin (4/6/1988).

Baca juga: Belum Juga Laku, Kemenkeu Lelang Lagi Aset Sitaan dari Tommy Soeharto

Selama 1986, penerima KMI di Jawa Tengah dan DIY tercatat mencapai 9.945 mahasiswa dengan akumulasi kredit mencapai Rp 6,034 miliar atau meningkat 13 persen pada 1987 menjadi 11.052 dengan akumulasi kredit senilai Rp 6,84 miliar.

Dari jumlah tersebut, sekitar 3 persen di antaranya mengalami kredit macet dengan berbagai alasan, seperti acuh tak acuh dengan cicilan tersebut karena dianggap sebagai beasiswa.

Tiga tahun kemudian, terdapat ribuan ijazah sarjana yang menumpuk di kantor bank pelaksana KMI di tiga kota besar di Jawa Tengah dan DIY. Ijazah tersebut milik penerima KMI yang tidak pernah melunasi kewajibannya sehingga ditahan pihak bank meskipun mereka telah bekerja.

Kendati tidak menghambat proses selanjutnya bagi para penerima, penahanan ijazah tersebut justru memberatkan pihak bank penyelenggara akibat membengkaknya kredit macet. Dari tiga perguruan tinggi di wilayah tersebut, diperkirakan terdapat kredit macet mencapai lebih dari Rp 4 miliar.

Selain itu, sedikitnya 3.400 alumnus Institut Teknologi Bandung (ITB) juga menunggak KMI yang disalurkan oleh BNI. Atas tunggakan tersebut, BNI menanggung sedikitnya Rp 3,4 miliar kredit macet.

Setelah berbagai kasus kredit macet tersebut, kejelasan berlanjutnya program KMI menjadi kabur. Setelah tahun 1990-an, pemberitaan mengenai KMI mulai surut dan tak pernah didengar lagi kabarnya.

Baca juga: Ramai Bayar Kuliah Pakai Pinjol, Sri Mulyani Kaji Skema Student Loan

Apa itu student loan?

Mengutip Cambridge Dictionary, student loan adalah perjanjian di mana seorang mahasiswa di perguruan tinggi atau universitas meminjam uang dari bank untuk membiayai pendidikannya dan kemudian membayar kembali uang tersebut setelah mereka selesai belajar dan mulai bekerja.

Sementara mengutip situs Southern New Hampshire University, student loan adalah pinjaman yang dikhususkan untuk mahasiswa dari organisasi pemerintah atau swasta dan harus membayarnya kembali dengan tambahan bunga sebagaimana pinjaman lainnya.

Bunga yang terakumulasi pada pinjaman saat pelajar atau mahasiswa bersekolah ditambahkan ke jumlah yang akan dibayar kembali setelah sang peminjam lulus kuliah.

Jumlah pinjaman yang diberikan sangat bervariasi. Di AS, rata besaran student loan rata-rata adalah 5.500 dollar AS (sekitar Rp 88,33 juta) sampai dengan 12.500 dollar AS (sekitar Rp 200,76 juta), tergantung dari banyak indikator penentu.

Ada penerima student loan yang mendapatkan subsidi bunga dari pemerintah federal, namun ada pula mahasiswa yang mendapatkan student loan namun tanpa subsidi bunga.

Artikel ini bersumber dari pemberitaan di Harian Kompas berjudul "Pinjaman Pendidikan KMI Berakhir lantaran Macet?".

Baca juga: OJK Minta Lembaga Keuangan Bikin Student Loan Khusus Mahasiswa S-1

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sepanjang 2023, Nilai Ekspor Tuna RI Mencapai Rp 15,2 Triliun

Sepanjang 2023, Nilai Ekspor Tuna RI Mencapai Rp 15,2 Triliun

Whats New
BCA Mobile Sempat Alami Gangguan, Manajemen: Saat Ini Telah Kembali Normal

BCA Mobile Sempat Alami Gangguan, Manajemen: Saat Ini Telah Kembali Normal

Whats New
Kimia Farma Buka-bukaan Penyebab Rugi di 2023 Mulai dari Operasional hingga Anak Usaha

Kimia Farma Buka-bukaan Penyebab Rugi di 2023 Mulai dari Operasional hingga Anak Usaha

Whats New
Lowongan Kerja PT Pegadaian untuk S1, Ini Persyaratannya

Lowongan Kerja PT Pegadaian untuk S1, Ini Persyaratannya

Work Smart
Catatkan Kinerja Positif Sepanjang 2023, MSIG Life Berkomitmen Tumbuh Optimal dan Berkelanjutan

Catatkan Kinerja Positif Sepanjang 2023, MSIG Life Berkomitmen Tumbuh Optimal dan Berkelanjutan

BrandzView
2 Perusahaan Pelayaran Global Nyatakan Tertarik Berkegiatan di Makassar New Port

2 Perusahaan Pelayaran Global Nyatakan Tertarik Berkegiatan di Makassar New Port

Whats New
Tutup 5 Pabrik, Kimia Farma Kalkulasikan Jumlah Karyawan yang Terdampak PHK

Tutup 5 Pabrik, Kimia Farma Kalkulasikan Jumlah Karyawan yang Terdampak PHK

Whats New
Nestlé Indonesia Dukung Pemerintah dalam Upaya Menjaga Sumber Air

Nestlé Indonesia Dukung Pemerintah dalam Upaya Menjaga Sumber Air

BrandzView
Dorong Inklusivitas Ekonomi Digital dan Tingkatkan Akses e-Commerce di Wilayah Terpencil, Lazada Gandeng Namirah Logistic

Dorong Inklusivitas Ekonomi Digital dan Tingkatkan Akses e-Commerce di Wilayah Terpencil, Lazada Gandeng Namirah Logistic

Whats New
Kurs Rupiah Hari Ini 26 Juni 2024 di BNI hingga Bank Mandiri

Kurs Rupiah Hari Ini 26 Juni 2024 di BNI hingga Bank Mandiri

Spend Smart
BEI: Investor Pasar Modal Tembus 13 Juta

BEI: Investor Pasar Modal Tembus 13 Juta

Whats New
2 Cara Ganti PIN ATM BNI Tanpa Ribet ke Bank

2 Cara Ganti PIN ATM BNI Tanpa Ribet ke Bank

Spend Smart
KPPU Duga Google Lakukan Pelanggaran, Pemerintah Terus Godok Aturan Antimonopoli

KPPU Duga Google Lakukan Pelanggaran, Pemerintah Terus Godok Aturan Antimonopoli

Whats New
Pengguna 'Paylater' di Indonesia Didominasi Kelompok yang Sudah Menikah

Pengguna "Paylater" di Indonesia Didominasi Kelompok yang Sudah Menikah

Whats New
Berapa Persen Gaji yang Harus Ditabung?

Berapa Persen Gaji yang Harus Ditabung?

Earn Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com