Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Virdika Rizky Utama
Peneliti PARA Syndicate

Peneliti PARA Syndicate dan Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik, Shanghai Jiao Tong University.

Wacana Tarif 200 Persen Produk China: Strategi Proteksionisme

Kompas.com - 04/07/2024, 10:56 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

LANGKAH yang berani dan mungkin terburu-buru, Menteri Perdagangan Indonesia Zulkifli Hasan telah mengumumkan wacana pemberlakuan tarif impor sebesar 200 persen pada produk-produk China.

Kebijakan drastis ini dimaksudkan untuk melindungi industri tekstil Indonesia yang sedang goyah karena barang-barang China yang membanjiri pasar akibat perang dagang AS-Tiongkok yang sedang berlangsung.

Inti dari inisiatif ini mencerminkan prinsip ekonomi proteksionisme yang telah lama ada—melindungi sekarang, tetapi dengan biaya masa depan apa?

Alasan langsung untuk intervensi semacam itu tampak jelas: sektor tekstil Indonesia berada di ambang kehancuran, nyaris bertahan di atas garis kontraksi dengan Indeks Manajer Pembelian (PMI) sebesar 50,7.

Banjir tekstil China yang lebih murah dan berlebih mengancam untuk mendorongnya ke jurang, membahayakan mata pencaharian banyak pekerja sektor ini, yang sangat penting bagi perekonomian negara.

Dalam jangka pendek, penerapan tarif mungkin tampak seperti langkah yang diperlukan untuk menahan banjir impor.

Namun, ketika dianalisis lebih dalam, efektivitas dan dampak dari langkah proteksionisme semacam itu menghasilkan campuran yang kompleks antara potensi bahaya ekonomi dan gesekan diplomatik.

Secara historis, proteksionisme berfungsi sebagai penopang pembangunan bagi negara-negara yang menumbuhkan industri baru, melindungi mereka dari persaingan internasional yang keras.

Namun, strategi ekonomi ini tidak tanpa jebakannya. Di Indonesia, tarif 200 persen yang diusulkan pada impor Tiongkok, meskipun tampak sebagai perisai, bisa berubah menjadi pedang yang tergantung di atas kepala ekonomi yang lebih luas.

Pertama, tarif semacam itu pasti akan meningkatkan biaya barang mengingat tekstil bukan hanya bahan baku industri, tetapi juga barang konsumsi.

Kenaikan harga akan membebani dompet konsumen Indonesia, terutama berdampak pada rumah tangga berpenghasilan rendah dan memperlebar kesenjangan ekonomi.

Lebih jauh lagi, efek riak dari tarif semacam itu kemungkinan besar akan meluas ke sektor industri Indonesia.

Banyak bisnis Indonesia, terutama usaha kecil dan menengah yang sudah berjuang dengan margin keuntungan tipis, bergantung pada impor China yang terjangkau untuk tetap kompetitif.

Tarif yang diusulkan dapat meningkatkan biaya produksi dan mengurangi daya saing produk Indonesia di pasar global.

Selain itu, tarif protektif dapat secara tidak sengaja menghambat inovasi dan efisiensi di dalam industri domestik dengan mengurangi insentif untuk memperbaiki dan bersaing secara global, suatu fenomena yang dikenal sebagai "X-inefficiency."

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cara Top Up Saldo GoPay Lewat BCA

Cara Top Up Saldo GoPay Lewat BCA

Work Smart
Pentingnya Penguatan Petani untuk Swasembada Gula

Pentingnya Penguatan Petani untuk Swasembada Gula

Whats New
KPPU Dorong Pemerintahan Prabowo-Gibran Alihkan Subsidi LPG ke Pembangunan Jargas Kota

KPPU Dorong Pemerintahan Prabowo-Gibran Alihkan Subsidi LPG ke Pembangunan Jargas Kota

Whats New
BSI Buka Layanan 'Weekend Banking' di 540 Kantor Cabang Selama Juli 2024

BSI Buka Layanan "Weekend Banking" di 540 Kantor Cabang Selama Juli 2024

Whats New
 425.000 Tiket Kereta Api Telah Terjual Selama Libur Sekolah, Ini Rute Favoritnya

425.000 Tiket Kereta Api Telah Terjual Selama Libur Sekolah, Ini Rute Favoritnya

Whats New
Blibli Hadirkan Super Sale 7.7, Ada Diskon hingga 90 Persen

Blibli Hadirkan Super Sale 7.7, Ada Diskon hingga 90 Persen

Spend Smart
Masih Dibuka, Simak Syarat dan Cara Daftar Kartu Prakerja Gelombang 70

Masih Dibuka, Simak Syarat dan Cara Daftar Kartu Prakerja Gelombang 70

Whats New
Unggah Poster Korupsi Adalah Maut, Kementan Ungkap Alasannya

Unggah Poster Korupsi Adalah Maut, Kementan Ungkap Alasannya

Whats New
PUPR Targetkan Pemasangan Bilah Garuda Kantor Presiden di IKN Rampung Pekan Depan

PUPR Targetkan Pemasangan Bilah Garuda Kantor Presiden di IKN Rampung Pekan Depan

Whats New
BRI Buka Lowongan Kerja hingga 14 Juli 2024, 'Fresh Graduate' Bisa Daftar

BRI Buka Lowongan Kerja hingga 14 Juli 2024, "Fresh Graduate" Bisa Daftar

Work Smart
Waspada Penipuan Mengatasnamakan Bea Cukai, Kenali Modusnya

Waspada Penipuan Mengatasnamakan Bea Cukai, Kenali Modusnya

Whats New
China Dianggap jadi Mitra Terpenting Indonesia, Luhut: Kami Ingin Memastikan Hubungan Baik Terus Saling Percaya..

China Dianggap jadi Mitra Terpenting Indonesia, Luhut: Kami Ingin Memastikan Hubungan Baik Terus Saling Percaya..

Whats New
Bidik Pasar Sumatera Selatan, Supertex Tawarkan Ragam Kain bagi Pencinta Tekstil

Bidik Pasar Sumatera Selatan, Supertex Tawarkan Ragam Kain bagi Pencinta Tekstil

Rilis
Pembangunan Runway Bandara VVIP IKN Baru 60 Persen, PUPR Lakukan Modifikasi Cuaca

Pembangunan Runway Bandara VVIP IKN Baru 60 Persen, PUPR Lakukan Modifikasi Cuaca

Whats New
Influencer yang Gagal Kelola Dana Rp 71 Miliar Diminta Hentikan Kegiatan dan Kembalikan Dana Investor

Influencer yang Gagal Kelola Dana Rp 71 Miliar Diminta Hentikan Kegiatan dan Kembalikan Dana Investor

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com