KOMPAS.com - Akademisi Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Teddy Anggoro menyampaikan pandangannya mengenai kompleksitas kasus hukum yang salah satunya melibatkan ahli waris PT Krama Yudha dalam web seminar (webinar) bersama Ikatan Mahasiswa Magister Hukum (IMMH)-Universitas Indonesia (UI) pada Kamis (27/6/2024).
Dalam webinar bertajuk “Mengungkap Sisi Gelap Dunia PKPU dan Kepailitan di Indonesia” itu, Teddy menyoroti berbagai aspek kontroversial dan menarik perhatian terkait kasus tersebut.
Teddy mengkritisi banyak hal dalam proses kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran (PKPU), termasuk peran kurator dan hakim pengawas, serta masalah judicial review atau hak uji materi terhadap undang-undang (UU) kepailitan dan PKPU.
"Sisi gelapnya sudah mulai di situ, ditambah lagi banyaknya judicial review terhadap UU kepailitan dan PKPU,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Selasa (2/7/2024).
Baca juga: Tenda Pengungsi di Depan Kantor UNHCR Dibongkar, 15 WNA Diangkut Petugas Imigrasi
Pandangan Teddy sangat relevan dalam kasus yang melibatkan warga negara asing (WNA) sebagai ahli waris PT Krama Yudha.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang dipimpin oleh Ketua Majelis Heneng Pujadi dan Betsji Siske Manoe sebagai Hakim Anggota I memutuskan untuk menyatakan pailit terhadap Rozita dan Ery, ahli waris Eka Said, yang berkewarganegaraan Singapura.
Putusan tersebut menghadapi dissenting opinion dari Hakim Anggota II, Darianto, yang menganggap bahwa debitur tidak pantas untuk diurus dalam PKPU karena hanya berperan sebagai ahli waris.
Adapun putusan dengan nomor perkara PKPU NO.226/PDT.SUS-PKPU/2023/PN.NIAGA.JKT.PST yang dijatuhkan pada 31 Mei 2024 ini telah menimbulkan berbagai pandangan dan perdebatan dalam masyarakat hukum.
Baca juga: Tandatangani Pakta Integritas, KPPU Apresiasi Iktikad Baik Shopee
Teddy menekankan pentingnya transparansi dan integritas dalam proses hukum, terutama dalam kasus kepailitan dan PKPU.
"Bayangkan jika isu integritas ini masih ada, ketika pihak seperti kurator dan hakim pengawas memiliki kekuasaan besar. Jika mereka tidak berintegritas, hal ini bisa menimbulkan masalah yang serius," ucapnya.
Menurutnya, dengan banyaknya kasus yang ada, terutama masalah ahli waris PT Krama Yudha kali ini, menunjukkan bahwa sistem peradilan Indonesia tidak memiliki integritas dan keadilan yang cukup dalam menangani perkara, terutama yang berkaitan dengan bisnis besar.
Baca juga: KPK Kembalikan HP dan Buku Catatan Hasto jika Tak Terkait Perkara Harun Masiku
"Seolah-olah penerapan UU kepailitan ini diinterpretasikan secara sembarangan, sehingga hakim bisa memutuskan tanpa pertimbangan yang matang. Hal ini sangat fatal, dan UU ini perlu direvisi secara mendasar," imbuhnya.
Lebih lanjut, Teddy menjelaskan bahwa pembuktian sederhana atas keberadaan utang dan jatuh tempo adalah hal yang umum dalam proses kepailitan.
Di sisi lain, kuasa hukum ahli waris Krama Yudha, Damian Renjaan, juga mengungkapkan kejanggalan dalam proses PKPU dan menekankan pentingnya transparansi dalam proses tersebut.
"Pembuktian sederhana atas keberadaan utang dan jatuh tempo memang sudah menjadi hal lazim dalam proses kepailitan, tetapi masalahnya muncul ketika syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi, tetapi tetap dipaksakan," jelasnya.
Baca juga: Mahkamah Agung Israel Perintahkan Wajib Militer bagi Pria Ultra-Ortodoks