Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Kopra Anjlok di Asahan, Ini Penyebabnya Menurut KPPU

Kompas.com - 12/07/2019, 05:28 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

MEDAN, KOMPAS.com - Anjloknya harga kopra membuat para petani kelapa se-Kabupaten Asahan, Sumatera Utara mendatangi Istana Negara. Mereka mengadukan semua persoalan dan berjuang agar harga membaik.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kantor Wilayah I yang berkedudukan di Medan kemudian berinisiatif melakukan penelitian untuk mengetahui penyebab tidak menentunya harga kopra di Asahan.

Kepala KPPU Wilayah I Ramli Simanjuntak mengatakan, salah satu masalah dalam pemasaran kelapa adalah kecilnya persentase harga yang diterima petani dari harga yang dibayar konsumen. Harga yang rendah di tingkat petani akan menyebabkan menurunnya minat petani untuk meningkatkan produksinya dan harga yang tinggi di tingkat konsumen menyebabkan konsumen akan mengurangi konsumsi.

"Posisi petani di dalam pasar lemah. Petani dan konsumen sangat dirugikan," kata Ramli, Kamis (11/7/2019).

 Baca juga: Irigasi Air Tanah Dangkal, Cara Petani Magetan Cegah Puso

Dari hasil kajian yang telah dilakukan, diketahui pola perdagangan kelapa di Asahan umumnya petani memasarkan kelapa melalui pedagang pengumpul (pengepul). Petani yang langsung menjual ke kilang pengolahan sangat minim.

Supaya bahan baku tepung kelapa terjamin tersedia setiap saat, biasanya kilang memberikan modal usaha kepada pengepul untuk panjar pembelian kelapa kepada petani. Uttaran 

Kelapa yang dibeli pengepul dari petani yang kebanyakan masyarakat sekitar Kabupaten Asahan dan Tanjungbalai kemudian dikupas, dipkonsuisahkan daging buah dan batoknya. Lalu diserahkan kepada agen sebagai pemilik delivery order (DO) yang kemudian mendistribusikannya ke kilang. 

"Pada desa atau daerah tertentu pengumpul bisa juga sekaligus menjadi agen," ucapnya. 

 Baca juga: Cerita Petani Pergi Haji, Rela Jual Tanah Hingga Gagal Berangkat Bersama Istri

Di kawasan Asahan dan Tanjungbalai, sambung Ramli, hanya ada sembilan kilang pengolahan kelapa, empat di antaranya adalah perusahaan terbesar yaitu CV Sejahtera, UD Sejati Coconut, PT Sumatera Baru, dan PT Pelita Adi Pratama. Merekalah yang menguasai pangsa pasar ekspor tepung kelapa (dessicated coconut). 

"Artinya, struktur pasar pada pelaku usaha tepung kelapa di Sumatera Utara memiliki karakteristik yang memungkinkan pabrikan dapat mengendalikan harga sehingga tingkat persaingan usaha akan menurun," tutur dia. 

Penelitian yang dilakukan KPPU nantinya akan menggambarkan secara gamblang bagaimana struktur pasar di tingkat petani, pengumpul, pedagang besar, agen, dan rantai distribusi di atasnya. Bagaimana rantai distribusi kelapa dari produsen sampai ke konsumen dan seperti apa proses penentuan harga di pedagang besar, agen dan rantai distribusi di atasnya sehingga dapat diketahui apa penyebab rendahnya harga pembelian kelapa di tingkat petani. 

“Demi kelancaran kegiatan penelitian ini, kami berharap pelaku usaha dan pabrikan bersikap kooperatif memberikan data dan informasi terkait dengan perdagangan kopra,” ucap Ramli.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kehabisan Tiket Kereta? Coba Fitur Access by KAI Ini

Kehabisan Tiket Kereta? Coba Fitur Access by KAI Ini

Spend Smart
Harga Saham BBRI 'Nyungsep' 5 Persen, Investor 'Buy' atau 'Hold'?

Harga Saham BBRI "Nyungsep" 5 Persen, Investor "Buy" atau "Hold"?

Whats New
Cara Hapus Daftar Transfer di BCA Mobile

Cara Hapus Daftar Transfer di BCA Mobile

Work Smart
Perkuat Stabilitas Rupiah di Tengah Ketegangan Dunia

Perkuat Stabilitas Rupiah di Tengah Ketegangan Dunia

Whats New
Bantu Industri Hadapi Risiko Geopolitik, PGN Bakal Bangun Hub Optimalkan LNG Lintas Negara

Bantu Industri Hadapi Risiko Geopolitik, PGN Bakal Bangun Hub Optimalkan LNG Lintas Negara

Whats New
Mendag Musnahkan 27.078 Ton Produk Baja Ilegal Milik PT Hwa Hook Steel

Mendag Musnahkan 27.078 Ton Produk Baja Ilegal Milik PT Hwa Hook Steel

Whats New
Survei BI: Penyaluran Kredit Baru Perbankan Tumbuh pada Kuartal I-2024

Survei BI: Penyaluran Kredit Baru Perbankan Tumbuh pada Kuartal I-2024

Whats New
Bangun Ekosistem Hunian Terintegrasi Internet, Perumnas Gandeng Telkomsel

Bangun Ekosistem Hunian Terintegrasi Internet, Perumnas Gandeng Telkomsel

Whats New
Kalog Express Layani Pengiriman 3.186 Ton Barang Selama Lebaran 2024

Kalog Express Layani Pengiriman 3.186 Ton Barang Selama Lebaran 2024

Whats New
Bank Sentral Jepang Pertahankan Suku Bunga

Bank Sentral Jepang Pertahankan Suku Bunga

Whats New
Temukan Jaringan Narkotika di Tangerang, Bea Cukai dan BNNP Banten Musnahkan 21 Kg Sabu

Temukan Jaringan Narkotika di Tangerang, Bea Cukai dan BNNP Banten Musnahkan 21 Kg Sabu

Whats New
Dorong UMKM 'Go Global', Pertamina Kembali Gelar UMK Academy 2024

Dorong UMKM "Go Global", Pertamina Kembali Gelar UMK Academy 2024

Whats New
Mata Uang Polandia Bukan Euro meski Gabung Uni Eropa, Apa Alasannya?

Mata Uang Polandia Bukan Euro meski Gabung Uni Eropa, Apa Alasannya?

Whats New
Bersinergi Bersama, Bea Cukai dan BNN Usut Tuntas 4 Kasus Peredaran Sabu dan Ganja di Jateng

Bersinergi Bersama, Bea Cukai dan BNN Usut Tuntas 4 Kasus Peredaran Sabu dan Ganja di Jateng

Whats New
Dana Asing Rp 29,73 Triliun Cabut dari Indonesia, Ini Kata Sri Mulyani

Dana Asing Rp 29,73 Triliun Cabut dari Indonesia, Ini Kata Sri Mulyani

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com