Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Cadangan Panas Bumi RI Besar, tapi Masih Sedikit yang Dimanfaatkan

Kompas.com - 13/06/2022, 18:35 WIB
Aprillia Ika

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Panas bumi seharusnya menjadi sumber daya alam yang menjadi prioritas dalam pengembangan untuk mengejar target bauran energi baru terbarukan (EBT). Dengan cadangan yang besar, panas bumi memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan jenis EBT lain.

"Panas bumi dapat menjadi baseload (beban dasar) karena tidak menghadapi masalah intermitensi (untuk energi terbarukan). Selain itu, kita punya cadangan panas bumi cukup besar, sekitar 23,7 GW,” ujar Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute kepada media melalui keterangannya, Senin (13/6/2022).

Komaidi mengatakan, pengembangan energi primer dari energi fosil ke EBT dengan menempatkan panas bumi sebagai skala prioritas tidaklah berlebihan.

Dengan sumber daya yang besar seharusnya panas bumi menjadi potensi yang mendapatkan perhatian lebih.

“Pemanfaatan saat ini saja masih jauh dari jumlah cadangan yang terbukti,” ujarnya.

Menurut Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) Perusahaan Listrik Negara (PLN) 2021-2030, Indonesia memiliki potensi panas bumi sebesar 23,965 GW.

Baca juga: Pertamina Geothermal Gandeng BPPT untuk Kaji Sistem Pembangkit Panas Bumi

Potensi besar, pemanfaatan panas bumi di RI masih kecil

Potensi terbesarnya ada di Pulau Sumatera, yakni sebesar 9,679 GW. Meski punya potensi terbesar, kapasitas pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) terpasang di Sumatera baru 562 Megawatt (MW) atau 5,8 persen dari total potensinya. Artinya, masih ada sekitar 94 persen potensi yang belum digarap.

Sedangkan di Pulau Jawa, potensi panas bumi sebesar 8,107 GW. PLTP yang terpasang baru berkapasitas 1.254 MW atau 15,5 persen dari potensinya.

Sedangkan Sulawesi dengan potensi panas bumi 3,068 GW. Namun, PLTP yang terpasang baru 120 MW atau 3,9 persen dari potensinya.

Adapun di Nusa Tenggara, potensi panas bumi 1,363 GW dan kapasitas terpasang 12,5 MW.

Sementara itu, Maluku memiliki potensi 1,156 GW, Bali 335 MW, Kalimantan 182 MW, dan Papua 75 MW. Belum ada kapasitas terpasang PLTP di keempat pulau tersebut.

Dalam RUPTL PLN 2021-2030, pembangkit EBT mencapai 20,9 GW atau 51% lebih tinggi dari energi fosil (thermal) sebesar 19,7 GW. Dari 20,9 GW itu, 10,4 GW dari PLTA dan 3,4 GW dari panas bumi. "Saya kira justru ada potensi (panas bumi) untuk dapat ditingkatkan besaran targetnya,” ujarnya.

Baca juga: Pertamina Geothermal Bidik 5 Peluang Bisnis Energi Panas Bumi

Tidak mudah memonetisasi panas bumi

Pakar ekonomi energi dari Universitas Trisakti itu mengatakan, meskipun panas bumi memiliki cadangan besar, tidak mudah untuk memonetisasinya.

Menurut dia, kunci utama dalam penbembangan semua jenis EBT termasuk panas bumi ada di PLN karena BUMN di sektor ketanagalistrikan itu adalah pembeli tunggal atau monopsoni.

Jika PLN tidak bersedia membeli dengan berbagai justifikasi, pengembang EBT tidak punya pilihan atau opsi lain untuk menjualnya.

"Salah satu upaya yang dapat dilakukan memberikan ruang agar pengembang bisa menjual listrik selain kepada PLN. Jika hal tersebut dapat dilakukan saya kira pengembangan EBT tidak hanya bergantung pada PLN,“ ujar Komaidi.

Baca juga: Mengenal Panas Bumi, Sumber Energi Ramah Lingkungan yang Hemat Devisa Negara

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com