Wiluyo Kusdwiharto, Direktur Mega Proyek dan EBT PLN, menjelaskan pembangunan pembangkit EBT sangat menantang bagi PLN.
Hal itu disebabkan oleh kondisi kelebihan pasokan yang dialami PLN. Dia optimistis dengan kerjasama para stakeholder dan para pihak, nantinya tumbuh permintaan (demand). Apalagi saat ini demand mulai tumbuh 8 persen.
“Sesuai prediksi kami, ke depannya akan tumbuh signifikan sehingga dapat mengakselerasikan pembangunan pembangkit renewable baru,” ujarnya saat menjadi narasumber pada Acara Bincang-bincang METI yang merupakan rangkaian kegiatan Launching The 11th Indoensia EBTKE Conference and Exhibition 2022, baru-baru ini.
Menurut Wiluyo, panas bumi mendapatkan prioritas kedua untuk dikembangkan setelah PLTA. Dia menilai,tantangan pengembangan panas bumi yang paling terasa adalah dari sisi biaya. Untuk mengejar target RUPTL, PLN tidak bisa sendiri dan harus bekerja sama dengan pihak lain.
"Tahun 2030 pembangkitan renewable bisa meningkat 28 GW. Pembangunan geothermal kami alokasikan 3,4 GW. Butuh biaya yang sangat tinggi untuk bangun pembangkit sampai 2060. Kami buka pintu bagi pihak swasta untuk bangun bersama pembangkit-pembangkit renewable," ujarnya.
Herman Darnel Ibrahim, mantan Direktur Transmisi dan Distribusi PLN (2003-2008), mengakui ada beberapa masalah yang dihadapi guna mengejar target EBT dalam bauran energi, antara lain teknis, regulasi dan koordinasi, serta pendanaan.
Solusi mengatasi masalah dalam pengembangan panas bumi tidak bisa mengandalkan satu institusi. “Potensi panas bumi yang besar akan percuma jika tidak bisa dimonetisasi,” ujarnya.
Menurut dia, Indonesia harus terus membangun science and technology panas bumi, tidak cukup hanya bangga punya potensi 40 persen dunia. Aspek regulasi pengembangan panas bumi juga harus mendukung.
“Kumpulkan seluruh aturan, pusat- daerah, Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Kementerian Keuangan. Perbaiki semua untuk kemudahan pembangunan panas bumi," kata Herman yang juga Anggota Dewan Energi Nasional Perwakilan Industri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.