Sejumlah pihak menilai, perlambatan pertumbuhan ekonomi utamanya dipicu oleh pengetatan kebijakan moneter secara agresif yang dilakukan oleh bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed).
Langkah The Fed mengerek suku bunga acuannya secara cepat, diikuti oleh bank sentral negara lain.
Hal itu kemudian membuat roda perekonomian suatu negara melambat. Maklum saja, dengan tingkat suku bunga acuan yang lebih tinggi, tingkat konsumsi rumah tangga hingga investasi usaha menurun.
Baca juga: The Fed Naikkan Suku Bunga, Apa Dampaknya ke Aset Kripto?
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, dengan konsep perekonomian terbuka yang diadopsi oleh banyak negara saat ini, spillover effect dari kebijakan suatu negara dengan perekonomian besar ke negara lain, khususnya negara perekonomian kecil, menjadi tidak terhindarkan.
"Suka atau tidak, dengan perekonomian terbuka, di mana perekonomian relatif lebih kecil dibanding negara dengan perekonomian besar, seperti negara maju, apa yang diadopsi oleh The Fed akan memiliki spillover ke seluruh dunia," ujar dia, dalam Bloomberg CEO Forum, Jumat (11/11/2022).
Baca juga: The Fed Naikkan Lagi Suku Bunga 75 Bps ke Level Tertinggi sejak 2008
Namun demikian, wanita yang akrab disapa Ani itu menilai, kondisi perekonomian global yang penuh tantangan saat ini bukan hanya disebabkan oleh pengetatan moneter The Fed. Disrupsi rantai pasok pada komoditas pangan dan energi, yang kemudian memicu lonjakan inflasi telah terlebih dahulu berefek ke perekonomian dunia.
Bendahara Negara itu pun menyebutkan, pada awalnya Indonesia berkomitmen untuk menyampaikan pesan bahwa normalisasi kebijakan fiskal dan moneter harus terkalibrasi dan terencana dengan baik. Akan tetapi, kondisi perekonomian saat ini dipenuhi oleh volatilitas.
"Terkalibrasi dengan baik, itu benar. Terencana dengan baik? Itu ambisius," katanya.
Baca juga: Tertekan Sentimen Suku Bunga The Fed, Rupiah Berpotensi Melemah ke Rp 15.700 Per Dollar AS