Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ironi Indonesia, Warganya Penggila Tempe, tapi Kedelainya Impor

Kompas.com - 18/06/2023, 21:04 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com - Indonesia adalah negara dengan konsumsi kedelai terbesar di dunia setelah China. Sebagian besar kedelai terserap untuk kebutuhan produksi tahu dan tempe.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, impor kedelai Indonesia sepanjang tahun 2022 mencapai 2,32 juta ton atau senilai 1,63 miliar dollar AS. Sebagian besar impor berasal dari Amerika Serikat (AS).

Guru Besar Bidang Pangan, Gizi, dan Kesehatan IPB University sekaligus Ketua Forum Tempe Indonesia Made Astawan mengatakan, produktivitas kedelai di Indonesia berkisar setengah dari produktivitas kedelai di AS.

"Selain itu, keuntungan per hektar di tingkat petani masih lebih kecil dibandingkan dengan jagung ataupun padi. Akibatnya, petani memprioritaskan lahannya untuk menanam jagung dan padi,” ujar Made dikutip dari Kontan, Minggu (18/6/2023).

Baca juga: Respons Produsen Tempe Tahu soal Subsidi Kedelai Langsung ke Importir

Made menambahkan, produktivitas kedelai di Indonesia berkisar 1,5-2 ton per hektar, sedangkan produktivitas di AS mencapai 4 ton per hektar.

Produktivitas di AS lebih tinggi lantaran tanaman kedelai mendapatkan penyinaran matahari sekitar 16 jam, sedangkan Indonesia berkisar 12 jam.

Made memperkirakan, rata-rata impor kedelai Indonesia mencapai 2 juta-2,5 juta ton per tahun. Dari total volume impor itu, sekitar 70 persen di antaranya dialokasikan untuk produksi tempe, 25 persen untuk produksi tahu, dan sisanya untuk produk lain.

Sementara itu, rata-rata kebutuhan kedelai di Indonesia mencapai 2,8 juta ton per tahun. Indonesia sebenarnya pernah mengalami swasembada kedelai pada tahun 1992. Saat itu produksi kedelai dalam negeri mencapai 1,8 juta ton.

Baca juga: Stok Kedelai Langka, Harga Tahu Tempe Melejit

Sementara, saat ini produksi kedelai menyusut drastis tinggal di bawah 800.000 ton per tahun dengan kebutuhan nasional sebesar 2,5 juta ton, terbanyak untuk diserap industri tahu dan tempe.

Kedelai lokal unggul dari impor dalam hal bahan baku pembuatan tahu. Rasa tahu lebih lezat, rendemennya pun lebih tingi, dan resiko terhadap kesehatan cukup rendah karena bukan benih transgenik.

Sementara kedelai impor sebaliknya. Sekalipun unggul sebagai bahan baku tahu, kedelai lokal punya kelemahan untuk bahan baku tempe.

Penyebabnya, ukuran kecil atau tidak seragam dan kurang bersih, kulit ari kacang sulit terkelupas saat proses pencucian kedelai, proses peragiannya pun lebih lama.

Baca juga: BPS Ungkap Ada Kenaikan Harga Tahu, Tempe, dan Beras

Lalu setelah berbentuk tempe, proses pengukusan lebih lama empuknya. Bahkan bisa kurang empuk. Dalam hal budidaya kedelai baik lokal maupun impor punya kelebihan masing-masing.

Kedelai lokal memiliki umur tanaman lebih singkat 2,5 - 3 bulan daripada impor yang mencapai 5 - 6 bulan. Benihnya pun lebih alami dan non-transgenik.

Akan tapi dalam hal produktivitas dan luas lahan, kedelai impor lebih tinggi. Bila varietes lokal umumnya masih berproduksi di bawah 2 ton per hektare, maka impor bisa mencapai 3 ton per hektarenya.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com