Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Diminta Buat Aturan Pajak "Social Commerce"

Kompas.com - 22/06/2023, 20:00 WIB
Rully R. Ramli,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah dinilai perlu menciptakan regulasi perpajakan social commerce, untuk menjaga keberlanjutan pelaku usaha e-commerce. Permintaan ini merupakan respons dari semakin besarnya transaksi lewat platform media sosial seperti TikTok.

Peneliti Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Nailul Huda menyadari, 'social commerce' dapat membantu mengerakkan sektor usaha di berbagai segmen di Indonesia.

Akan tetapi, ia meminta pemerintah untuk membuat regulasi yang fair bagi semua pelaku di industri e-commerce.

Baca juga: Tren Social Commerce Marak, YLKI: Perlu Diatur agar Data Pengguna Aman

Saat ini, platform e-commerce seperti Shopee, Tokopedia, Bukalapak, Lazada, dan Blibli sudah dikenakan pajak, baik berupa pajak penghasilan (PPh) atau pajak pertambahan nilai (PPN). Sementara itu, belum ada regulasi perpajakan yang mengatur penjualan lewat social commerce seperti Tiktok Shop.

"Selama ini transaksi melalui social commerce terkesan ‘cari aman’ karena belum adanya regulasi yang mengatur pungutan pajak secara menyeluruh," kata dia, dalam keterangannya, Kamis (22/6/2023).

"Pemerintah, khususnya Kementerian Perdagangan harus memastikan regulasi seperti pajak untuk e-commerce dan social commerce fair, diperlakukan di level field yang sama," sambungnya.

Baca juga: Target Transaksi E-commerce 2022 Tidak Tercapai, akibat Tren Social Commerce?

Sementara itu, Analis Mirae Asset Sekuritas Jennifer A Harjono mengatakan, fenomena shoppertainment atau shopping entertainment yang diasosiasikan dengan social commerce menjadi semakin marak dengan kemudahan pengguna sosial media untuk mengakses barang lewat konten dan melakukan transaksi secara real time.

"Karena terintegrasi dengan sosial media, Tiktok (social commerce) lebih mudah menyesuaikan behaviour usernya lewat konten yang disajikan di for you page user untuk mentrigger keinginan belanjanya. Ini yang menjadikan Tiktok sebagai social commerce terbesar yang makin marak eksistensinya," tuturnya.

Baca juga: Indonesia Dominasi 52 Persen Transaksi E-commerce di Asia Tenggara


Jennifer juga menyoroti harga produk yang ditawarkan Tiktok sangat rendah dengan pangsa pasar yang hampir serupa.

"Seharusnya transaksi melalui social commerce diatur setara dengan platform jual beli lainnya, mengingat platform ini juga meraup untung dan pasar yang serupa," ucapnya.

Sebagai informasi, Tiktok yang semula fokus pada sosial media berbasis video, kini memperluas pasarnya ke social commerce dengan pangsa pasar yang sama dengan e-commerce.

Data Social Commerce 2022 oleh DSInnovate mencatat, pasar social commerce di Indonesia telah mencapai mencapai angka 8,6 miliar dollar AS dengan estimasi pertumbuhan tahunan sekitar 55 persen dan diperkirakan menyentuh angka 86,7 miliar dollar AS pada 2028.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com