Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Bisa Capai 5,7 Persen jika Perang Rusia-Ukraina Berakhir

Kompas.com - 05/07/2023, 19:00 WIB
Rully R. Ramli,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pertumbuhan ekonomi Indonesia dinilai berpotensi melaju lebih cepat jika perang Rusia dan Ukraina berakhir. Perang yang berkepenjangan itu memang menjadi salah satu pemicu tingginya inflasi serta suku bunga acuan di banyak negara.

Oleh karenanya, Indonesia dinilai memiliki kepentingan langsung dalam menengahi perdamaian antara Rusia dan Ukraina. Kepentingan itu ditunjukan dengan Pada kunjungan langsung Presiden Joko Widodo ke Ukraina dan Rusia pada Juni tahun lalu.

Meskipun perang terjadi di Benua Eropa, efeknya terasa di seluruh Indonesia. Perang yang memicu kenaikan suku bunga di banyak negara akibat tingginya suku bunga AS, membuat permintaan ekspor Indonesia menurun dan memperburuk tantangan yang sudah ada sebelumnya.

Direktur Center for Economic and Law Studies Bhima Yudhistira mengatakan, dampak langsung perang Rusia dan Ukraina terhadap Indonesia itu dapat dilihat dengan mudah kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok, yang pada gilirannya juga menaikkan harga berbagai barang konsumsi lainnya.

Baca juga: Status Pandemi Dicabut, Airlangga Pede Pertumbuhan Ekonomi Tembus 5,3 Persen

Oleh karena itu, ia berharap perang yang melibatkan dua negara produsen penting bagi banyak kebutuhan dunia ini segera diakhiri sehingga perekonomian bisa kembali normal. Harapan ini juga sebelumnya sudah diutarakan hampir semua negara.

Jika perdamaian Rusia-Ukraina terjadi, Bhima menambah, efeknya bagi perekonomian global akan luar biasa, termasuk bagi Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia berpotensi melaju lebih cepat dari saat ini.

"Berdasarkan data Kementerian Keungan, ekonomi Indonesia bisa tumbuh diatas 5,3 persen sampai dengan 5,7 persen jika itu terjadi,” ujar Bhima, dalam keterangan yang diterima Kompas.com, Rabu (5/7/2023).

"Semakin cepat perang Rusia-Ukraina selesai, setidaknya gejolak ekonomi global bisa berkurang meski ada ancaman lain yang harus dihadapi, mulai dari inflasi, tren suku bunga, hingga cuaca ekstrim," sambungnya.

Baca juga: Sri Mulyani Beberkan Dampak Positif Ekonomi Indonesia Naik Kelas

Sementara itu, Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Sosial Universitas Indonesia (LPEM UI), Teuku Riefky menjelaskan, dampak perang pada akhirnya berimbas pada penurunan volume perdagangan global sehingga menghambat laju pertumbuhan ekonomi global.

Apalagi, tingkat suku bunga acuan yang tinggi di berbagai negara diprediksi belum turun dalam waktu dekat.

"Akibatnya, likuiditas global masih yang masih ketat, sehingga biaya juga akan tetap tinggi," katanya.

Dengan biaya yang lebih tinggi itu, ekonomi global masih belum akan tumbuh pesat. Bank Dunia, memprediksi ekonomi dunia hanya tumbuh 2,1 persen di tahun 2023, setelah tumbuh 3,1 persen pada tahun 2022.

Baca juga: Gonjang-ganjing Ekonomi Global, OJK Jamin Sektor Jasa Keuangan RI Terjaga

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com