Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

3 Hal Ini Jadi Penghambat Pengembangan Geothermal di RI

Kompas.com - 24/10/2023, 11:36 WIB
Kiki Safitri,
Aprillia Ika

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat energi UGM Fahmi Radhi mengungkapkan, terdapat tiga masalah utama yang menjadi penghambat dalam implementasi atau pemanfaatan panas bumi (geothermal) di Indonesia. Beberapa hambatan tersebut mencakup, perizinan, infrastruktur, dan risiko eksplorasi.

“Padahal, potensi cadangan panas bumi di Indonesia merupakan yang terbesar ketiga di Indonesia. Tetapi, memang belum optimal dimanfaatkan, saya mengamati ada beberapa hambatan," ujar Fahmi Radhi kepada wartawan, Selasa (24/10/2023).

Baca juga: RI Kantongi Komitmen Pendanaan Rp 147,8 Miliar dari Selandia Baru buat Kembangkan Panas Bumi

Adapun hambatan pertama, yakni masalah perizinan.

Dia bilang, meski pemerintah telah menetapkan perizinan satu pintu, tetapi fakta lapangan memperlihatkan masih ada berbagai kendala, terutama terkait dengan pembebasan lahan, padahal kebanyakan proyek PLTP adalah proyek strategis nasional (PSN) yang diatur pembebasan lahannya lewat UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

Hambatan kedua yakni dari segi infrastruktur.

Fahmi menjelaskan pada dasarnya panas bumi berada di daerah pegunungan, hutan dan area terpencil. Namun, tidak ada akses yang memumpuni untuk menuju ke wilayah tersebut.

"Beberapa investor membangun sendiri operasionalnya. Jadi, (nilai investasinya) besar di sana sehingga mengurangi nilai keekonomiannya," tambah Fahmi.

Baca juga: Tebar Dividen 30 Juta Dollar AS, Saham Pertamina Geothermal Energy Sentuh Level Tertinggi

Hambatan ketiga adalah risiko eksplorasi panas bumi cukup tinggi.

Dia bilang, perusahaan pengelola panas bumi memiliki potensi gagal memperoleh sumber panas bumi, meskipun secara geologis ada sumber dayanya. Tetapi, setelah dilakukan eksplorasi tidak seperti yang diperhuitungkan sebelumnya.

“Dukungan pemerintah dibutuhkan untuk mengurai masalah tersebut. Karena jenis usahanya termasuk berisiko tinggi, maka pemerintah sangat disarankan untuk memberikan insentif seperti tax holiday dan lainnya," ucap Fahmi.

Baca juga: Investor Dinilai Belum Yakin dengan Prospek Pengembangan Geothermal

Fahmi menambahkan, tingkat ketidakpastian yang sangat tinggi di fase awal proyek terkadang membuat calon investor berfikir ulang. Sebab, kebanyakan dari proyek yang dilelang sebagai WKP hanya didasarkan pada data Pemerintah yang memiliki keterbatasan sumber daya dan teknologi, sehingga seringkali harus disurvei ulang oleh calon developer.

"Jadi di awal sudah keluar biaya banyak, sementara potensi belum kelihatan secara pasti. Ini membutuhkan risk analysis yang sangat robust serta skema pembiayaan atau bankability yang bisa menjamin kelangsungan proyek," jelas Fahmi.

Baca juga: Ini Alasan Pamapersada Ramaikan Bisnis Panas Bumi, Memasuki Senja Kala Batu Bara

Regulasi sering berubah

Di sisi lain, regulasi yang seringkali berubah, membuat calon pengembang kesulitan untuk menghitung keekonomian proyek.

Menurut Fahmi, terkadang harga tarif listrik yang telah disepakati di saat menang tender, ternyata masih bisa mengalami penurunan.

"Sehingga, penghitungan keekonomian yang telah dipersiapkan di awal menjadi berantakan dan tidak bisa dilanjutkan dengan margin yang cukup menarik untuk mendorong calon developer "berani" menggelontorkan dana investasi," ujarnya.

Baca juga: Teknologi dan Kemitraan, Kunci Pengembangan Potensi Panas Bumi RI

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com