JAKARTA, KOMPAS.com - Pengembangan energi biomassa menjadi salah satu komitmen Subholding PLN Energi Primer Indonesia (PLN EPI) untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) melalui penyediaan pasokan energi alternatif untuk mengurangi batu bara di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
Pengembangan biomassa, dinilai tak hanya mampu mengurangi emisi karbon tetapi juga menjadi katalis pendorong perekonomian rakyat.
“Pengembangan energi biomassa sejalan dengan komitmen PLN untuk mngurangi emisi karbon melalui program penyediaan dan pengembangan ekosistem biomassa untuk cofiring PLTU,” kata Direktur Utama PLN EPI Iwan Agung Firstantara melalui keterangannya, Senin (6/5/2024).
Baca juga: PLN Indonesia Power Bikin Ekosistem Biomassa di PLTU Cilacap buat Kurangi Batu Bara
Iwan menjelaskan, komitmen pengembangan biomassa terus dijalankan perusahaan. Ada tiga inisiatif strategis yang telah dilakukan oleh PLN EPI.
Pertama, Program STAB (Socio Tropical Agriculture-waste Biomass). Program ini memanfaatkan limbah pertanian/limbah pangan seperti sekam, jerami, bonggol jagung, serbuk aren, batang singkong dan sebagainya.
Kedua, Program PERTIWI (Primary Energy Renewable & Territorial Integrated Wisdom of Indonesia). Program ini memanfaatkan limbah perkebunan atau perhutanan seperti limbah replanting karet, kulit dan limbah sagu, limbah sawit, dan lainnya.
Ketiga, program optimalisasi lahan kritis atau lahan nonproduktif melalui program Green Economy Village yang telah dimulai sejak Februari 2023 bersama Pemda DIY dan Keraton Yogyakarta dengan melakukan penanaman tanaman pakan ternak dan biomassa di Gunung Kidul, DIY.
Baca juga: Penyerapan Biomassa untuk Co-firing PLTU Mencapai 1 Juta Ton pada 2023
Tenaga Ahli Utama Kedeputian I Kantor Staf Presiden (KSP) Trijoko M. Soleh Oedin mengapresiasi upaya pengembangan biomassa oleh PLN EPI, terutama dengan memanfaatkan limbah dan mengolah lahan kritis.
Menurut dia, dengan memanfaatkan limbah maka akan terjadi penurunan emisi dari limbah yang membusuk atau dibakar. Sedangkan dari penanaman di lahan kritis maka akan ada penyerapan karbon di tanah dan di batang tanaman.
"Dan yang menarik adalah, ekosistem biomassa ini akan menurunkan emisi dari sisi FOLU (Forestry and Other Land Use) dan Agriculture. Setidaknya sekarang itu bahasanya sedekah oksigen," ujar Trijoko.
Baca juga: PLTU Sintang Jalankan 100 Persen Pembakaran Biomassa
Selanjutnya, program Cofiring Biomassa oleh PLN ini sangat membantu komitmen pemerintah dalam upaya menurunkan emisi karbon.
"Di PLTU mengurangi porsi batu bara dengan biomassa akan terjadi penurunan emisi karbon. Sedangkan di hulunya, ada pengurangan emisi karbon dari pemanfaatan limbah serta peningkatan karbon stok dari penanaman," lanjutnya.
Trijoko menambahkan, untuk mencapai Net Zero Emission (NZE), perlu dilakukan Life Cycle Assesment, dari hulu sampai hilir. Oleh karena itu, ia mendukung penuh program serupa untuk direplikasi dengan melibatkan para pemangku kepentingan terkait.
Program penanaman tanaman pakan ternak dan biomassa di Gunung Kidul, DIY, tak hanya menghasilkan biomassa tapi juga membantu perekonomian warga, terutama jadi solusi masalah pakan ternak.
Lurah Gombang di Gunung Kidul DIY, Supriyanto menerangkan, program tersebut merupakan solusi bagi masyarakatnya.
"Kami dan warga sangat senang dengan program ini karena memang warga sangat membutuhkan pakan terutama di musim kemarau. Terlebih, rantingnya juga bisa punya nilai ekonomi karena untuk cofiring," jelas dia.