Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Genjot Ekspor Kertas, Wamendag Sorot 2 Masalah

Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Jerry Sambuaga mengatakan, dalam kesempatan melakukan pertemuan dengan pengusaha serta asosiasi pulp dan kertas, diketahui terdapat dua masalah yang penting dan mendesak untuk diselesaikan.

Masalah pertama dalam industri kertas kemasan adalah soal kepastian regulasi mengenai pasokan bahan baku. Pasalnya, industri kertas kemasan lebih dari 50 persennya merupakan industri kertas daur ulang, sehingga memerlukan pasokan daur ulang kertas yang berkelanjutan dan dipermudah.

Sementara, pasokan dalam negeri hanya mampu memenuhi sekitar separuh dari kebutuhan bahan baku, sisanya harus di impor. Disinilah ada perbedaan persepsi antara pengusaha dan pemerintah yang harus segera diselesaikan.

Pemerintah menginginkan adanya homogenitas atau kemurnian barang yang di impor, termasuk dalam hal ini bahan baku kertas. Hal ini sesuai dengan regulasi yang ada dan untuk memudahkan proses dalam importasi barang.

Tetapi pengusaha mengatakan, syarat itu justru membuat industri kertas daur ulang Indonesia menjadi tidak kompetitif. Ini karena kertas campuran (mix paper) yang harganya sangat ekonomis justru tidak diperbolehkan masuk.

Padahal di negara-negara pesaing Indonesia, seperti Vietnam dan Thailand mix paper justru diperbolehkan.

“Kami pelajari memang perbedaan harganya sangat mencolok, harga mix kertas hanya setengah dari harga bahan baku yang diperbolehkan untuk di impor. Nah ini yang membuat harga kita makin tidak kompetitif di pasar internasional," ujar Jerry dalam keterangan resminya, Jumat (18/9/2020).


"Jika ini dibiarkan maka kemungkinan pangsa pasar ekspor Indonesia dalam kertas kemasan akan kalah dengan Vietnam dan Thailand. Bisa jadi, bahkan untuk pasar dalam negeri juga akan kalah dengan mereka,” lanjutnya.

Jerry mengatakan, untuk menyelesaikan persolan itu perlu ada komunikasi intensif lintas kementerian dan lembaga, khususnya antara Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), serta pihak surveyor impor.

Menurut Jerry, sebenarnya sudah ada Surat Keputusan Bersama 3 Menteri (SKB) mengenai hal ini. Tetapi SKB itu belum diturunkan dalam petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis (juklak dan juknis), sehingga belum ada standar yang dipegang oleh pelaksana di lapangan.

"Ini akan berusaha dijembatani agar kepentingan masing-masing pihak bisa diakomodasi," kata Jerry.

Permasalahan kedua adalah mengenai ketentuan Bukti Eksportir Terdaftar (BET) yang mulai berlaku 1 Oktober 2020 atau sekitar 10 hari lagi. BET adalah aturan yang mengatakan bahwa eksportir bahan baku kertas harus terdaftar dan diverifikasi oleh perwakilan Indonesia di luar negeri, dalam hal ini Kedutaan Besar.

Jerry mengatakan, ketentuan ini diperlukan sebagai antisipasi masalah jika ternyata ada ketidaksesuaian dalam proses impor. Tetapi ternyata ketentuan ini berdampak pada kepastian mengenai pasokan bahan baku, khususnya dalam jangka pendek.

“Kami memahami bahwa memang masih ada kendala di lapangan untuk implementasi ketentuan BET ini. Nah, inilah yang harus diselesaikan sehingga efek samping ketentuan ini dalam jangka pendek bisa kita minimalisasi," kata dia.

Ia mengatakan, pihaknya memahami kesulitan yang dialami para pengusaha, tetapi pada saat yang sama pengusaha juga harus memahami maksud dari pemberlakuan ketentuan ini. Jerry memastikan, akan mengkomunikasikan dengan berbagai pihak untuk menyelesaikan persoalan ini.

"Komunikasi antar pemerintah dan stakeholder akan menyelesaikan hal ini. Mudah-mudahan bisa kita wujudkan sesegera mungkin,” pungkasnya.

https://money.kompas.com/read/2020/09/18/220000826/genjot-ekspor-kertas-wamendag-sorot-2-masalah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke