Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Belajar dari Kasus Fiki Naki-Dayana, Ini Pentingnya Brand Hindari "Settingan" Para Influencer

Hubungan kedua influencer yang tengah naik daun itu rusak perkara kesepakatan endorse dari brand jasa ekspedisi, Shipper.

Rencananya Fiki mengirimkan barang dari Indonesia ke Kazakhstan sebagai hadiah valentine untuk Dayana lewat jasa Shipper.

Pengiriman barang itu pun diposting keduanya dalam akun instagram, yang menunjukkan barang telah sampai dengan aman dan tepat waktu. Namun, pada akhirnya pihak Dayana merasa dirugikan karena pembayaran yang didapat tak sesuai kesepakatan awal.

Lantaran hal itu, Dayana pun mengungkapkan bahwa hadiah tersebut adalah 'settingan'. Artinya, barang tak benar-benar dikirimkan dari Indonesia ke Kazakhstan, melainkan Dayana hanya memposting foto yang dikirimkan Fiki padanya.

Lalu hal apa yang bisa dipelajari dari kasus Fiki-Dayana dalam hal reputasi brand?

Pengamat Marketing sekaligus Managing Partner Inventure, Yuswohady mengatakan, nyawa dari sebuah brand adalah kredibilitas atau kejujuran. Maka ketika sebuah brand diketahui tidak jujur akan langsung berimbas pada rusaknya reputasi.

"Jadi ketika brand dihancurkan oleh satu peristiwa seperti ini, maka sudah habislah reputasinya," ungkapnya kepada Kompas.com, dikutip Kamis (18/2/2021).

Dia mengungkapkan, dalam dunia marketing, iklan yang terjadi bersamaan dengan peristiwa otentik memiliki kekuatan atau pengaruh yang besar terhadap reputasi positif pada brand tersebut.

Dalam kasus Fiki dan Dayana, kejadian mengirim barang dari Indonesia ke Kazakhstan merupakan peristiwa otentik, yang kemudian diselipkan penggunaan jasa Shipper sebagai iklan.

Rekayasa Brand Placement

Penempatan brand secara natural dalam peristiwa tersebut membuat kegiatan penggunaan jasa Shipper seolah-olah merupakan bagian kehidupan sehari-hari. Yuswohady menyebutnya seperti brand placement.

Konsep brand placement sudah ada sejak dahulu, yakni menempatkan brand melalui program media tertentu yang bertujuan meningkatkan visibilitas. Seperti dalam film James Bond yang selalu menggunakan mobil Aston Martin dalam setiap adegan.

"Ini kan kasusnya hampir sama seperti brand placement, jadi seolah-olah peristiwanya otentik, tapi brand-nya itu nyelip, kayak iklan terselebung," jelas dia.

Menurutnya, konsep iklan seperti itu adalah hal yang wajar. Sayangnya, tidak tepat bila dibarengi rekayasa peristiwa seperti yang dilakukan kedua influencer tersebut.

Yuswohady bilang, terkadang para brand manager mengambil pilihan berisiko tinggi, dengan melakukan rekayasa bersama influencer untuk mendapatkan eksposur yang tinggi. Di sisi lain, banyak pula influencer yang menerimanya karena bayaran cukup menguntungkan.

"High risk high return, kalau caranya berisiko tinggi tapi berhasil maka hasilnya akan sangat bagus. Tapi kalau ketahuan itu bisa fatal. Risikonya, reputasi brand hancur, terlihat seperti menipu karena tidak jujur," paparnya.

Ia menilai, konsep iklan "setting-an" bersama influencer umumnya sangat dihindari oleh brand-brand kenamaan, yang sudah berusia lama dan memiliki pangsa pasar yang besar. Sebab, brand tersebut tahu sulitnya untuk membangun reputasi positif dan perlu menjaganya.

Bagaimanapun, membangun reputasi positif suatu brand butuh waktu yang lama, bertahun-tahun bahkan puluhan tahun. Tapi brand sangat rapuh (fragile), jika terkena satu kasus saja bisa langsung merusak reputasi yang sudah di bangun lama.

"Itu bisa jatuh betul-betul dan untuk mengembalikan lagi susah. Makannya dia (brand-brand besar) enggak berani main-main dengan ambil risiko tidak jujur, dan biasanya akan selektif dalam memilih influencer," ungkap Yuswohady.

Oleh sebab itu, ia menyarankan, untuk brand menghindari konsep iklan yang bersifat 'settingan' dengan influencer, karena risikonya sangat tinggi. Dia menekankan, penting untuk brand menjaga nyawanya yakni kredibilitas atau kejujuran.

"Kalau saya menganjurkan, janganlah brand itu berani main-main yang berisiko tinggi, yang bisa merusak reputasinya," tutupnya.

https://money.kompas.com/read/2021/02/18/101500926/belajar-dari-kasus-fiki-naki-dayana-ini-pentingnya-brand-hindari-settingan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke