Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Wacana Kenaikan PPN Ditolak Sejumlah Pihak

Adapun kenaikan tarif PPN bertujuan untuk mengoptimalkan penerimaan pajak, sehingga harapannya bisa mencapai target 2022. Adapun dalam rencana postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022, otoritas mematok outlook penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.499,3 triliun hingga Rp 1.528,7 triliun.

Angka tersebut 8,37 persen hingga 8,42 persen year on year (yoy) dari proyeksi penerimaan perpajakan tahun ini senilai Rp 1.444,5 triliun.

“Kenaikan tarif PPN akan dibahas dalam Undang-Undang (UU) ke depan,” kata Menkeu Sri Mulyani dalam Musyarawah Perencanaan Pembangunan Nasional 2021, Selasa (4/5).

Adapun dalam Undang-Undang (UU) Nomor 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah mengisyaratkan tarif PPN dapat berada di kisaran 5-15 persen.

Artinya, meskipun saat ini pemerintah telah menetapkan tarif PPN 10 persen, pemberlakuan tarif 15 persen bisa diterapkan apabila ada peraturan pemerintah (PP) terkait atau revisi UU 42/2009.

Direktur Eksekutif Institute for Development on Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan rencana kenaikan tarif PPN sebaiknya diurungkan. Sebab justru akan menjadi beban masyarakat karena barang/jasa yang akan dibeli akan bertambah mahal.

Apalagi tahun 2022 ekonomi diprediksi masih dalam proses pemulihan, sehingga daya beli masyarakat belum sepenuhnya pulih.

Tauhid mengatakan, seharusnya pemerintah mencari akal lain untuk mengenjot penerimaan perpajakan. Misalnya dengan ekstensifikasi cukai bahan bakar minyak (BBM), minuman berpemanis, dan cukai plastik.

“Dalam situasi hingga tahun depan, belum tentu bahwa kenaikan tarif PPN akan memberikan implikasi positif terhadap penerimaan dan menggerakkan perekonomian, justru malah akan memberi beban baru ke konsumen dan dunia usaha,” kata Tauhid kepada KONTAN, Selasa (4/5/2021).

Tauhid menilai jika tarif PPN sebesar 15 persen berlaku di tahun depan, maka penjualan barang/jasa akan menurun karena inflasi. Akibatnya, profitabilitas korporasi bisa loyo, bahkan tidak menuntut kemungkinan akan menyebabkan pemutusan hubungan kerja.

“Dalam UU Nomor 2 Tahun 2020 pemerintah kan punya opsi defisit anggaran di atas 3 persen, maka sebetulnya utang masih bisa jadi andalan belanja. Meski pajak tetap harus ditingkatkan dengan cara yang lebih baik,” kata Tauhid.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono mengatakan kenaikan tarif PPN bukan jadi satu-satunya cara pemerintah mengatasi bayang-bayang shortfall penerimaan pajak.

Menurutnya, metode intensifikasi dan ekstensifikasi lainnya bisa dilakukan oleh otoritas pajak. Misalnya, mengoptimalkan pajak orang kaya atau high wealth individual (HWI) serta menarik pajak warisan.

“Optimistis target penerimaan 2022 bisa tercapai, asal sekarang disiapkan strategi mengejar penerimaan pajak dengan tetap mempertimbangkan kondisi ekonomi,” kata Prianto kepada KONTAN, Selasa (4/5/2021).

Berita ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul: Rencana pemerintah menaikkan tarif PPN ditolak sejumlah pihak

https://money.kompas.com/read/2021/05/06/090712926/wacana-kenaikan-ppn-ditolak-sejumlah-pihak

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke