Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Total Football untuk Industri Penerbangan Indonesia

Hanya ada beberapa yang terlihat survive yaitu maskapai kargo. Namun dari 14 maskapai berjadwal yang terdaftar di Kementerian Perhubungan, hanya ada 2 maskapai khusus kargo.

Lainnya maskapai penumpang yang juga mengangkut kargo atau maskapai yang mempunyai dua izin, penumpang dan kargo.

Pandemi Covid -19 seperti membuka kotak pandora berbagai permasalahan yang membuat maskapai menderita.

Tidak hanya jumlah penumpang yang menurun tajam hingga tinggal separuhnya, tetapi juga masalah persaingan usaha yang cukup tajam, negosiasi kontrak pengadaan pesawat (sewa, sewa beli dan lain-lain), pasokan avtur.

Masalah lainnya adalah pajak termasuk juga bea masuk pesawat dan sparepart, biaya-biaya yang tetap harus dikeluarkan meskipun pesawat tidak terbang dan masih banyak lagi.

Tidak ada jalan lain, penerbangan Indonesia, terutama maskapai penerbangan harus diselamatkan. Karena penerbangan yang masuk subsektor transportasi sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) sudah menyatakan hal tersebut.

Semua stakeholder terkait, terutama dari pemerintah (regulator), operator (maskapai, bandara, airnav), bisnis terkait (Pertamina dan lainnya) serta masyarakat harus bersatu padu ikut menyelamatkannya.

Bahkan diharapkan ada stakeholder yang berkorban terlebih dahulu untuk menolong maskapai. Karena maskapai adalah sentral dari penerbangan.

Jika maskapai berhenti beroperasi, bisnis stakeholder lain juga akan berhenti. Namun jika maskapai terbang, bisnis maskapai lain akan otomatis berjalan. Bahkan bisnis turunan seperti pariwisata pun akan ikut bergerak kencang.

Istilahnya, harus dilakukan total football untuk menyelamatkan maskapai penerbangan. Total football sendiri dapat diartikan bahwa semua pemain di tim sepak bola, harus bisa bermain di semua posisi, menekan pertahanan lawan dari semua sisi sehingga bisa memenangkan pertandingan.

Demikian kesimpulan dari diskusi yang dilakukan secara daring oleh Avia Lover, sebuah perkumpulan dari para pecinta penerbangan nasional Indonesia.

Secara kebetulan, mayoritas anggota Avia Lover adalah para senior di penerbangan nasional. Sebut saja Cucuk Suryo Suprojo, Herry Bhakti, Iksan Tatang yang semuanya mantan Dirjen Perhubungan Udara. Ada juga Prof K Martono, Capt. Shadrach Nababan, Capt Dharmadi, Indra Setiawan, Dedi Darmawan dan yang lainnya.

Mereka mengundang beberapa pembicara dan peserta dari maskapai, pemerintah, akademisi, asosiasi dan lainnya.

Sebagai pembicara inti adalah Edward Sirait (CEO Lion Air Group), Peter F Gontha (Komisaris Garuda) dan saya sendiri mewakili Inaca (Asosiasi maskapai nasional).

Turut serta sebagai penanggap di antaranya Prita Amalia dari Fakultas Hukum Universitas Pajajaran, Nur Isnin Istiartono dari Sekretaris Ditjen Perhubungan Udara.

Negosiasi kontrak pesawat

Ada beberapa persoalan besar yang dihadapi maskapai penerbangan saat ini. Satu di antaranya adalah terkait negoisasi kontrak pesawat antara maskapai dengan pada lessor.

Ada beberapa klausul perjanjian yang menimbulkan permasalahan. Memang klausul kontrak tiap maskapai berbeda-beda. Namun secara garis besar adalah terkait beban biaya yang ditanggung maskapai saat ini untuk membayar sewa pesawat.

Selain itu juga adanya beban biaya di saat pesawat tidak beroperasi. Beban tersebut di antaranya biaya perawatan, biaya parkir dan lainnya.

Maskapai berharap lessor mengerti dengan kondisi maskapai saat ini, di mana pemasukan sangat minim akibat turunnya jumlah penumpang. Dengan demikian, diharapkan ada keringanan soal pembayaran sewa dan negosiasi terkait biaya-biaya yang timbul akibat tidak dipakainya pesawat.

Sejauh ini negosiasi memang masih berjalan alot. Di antaranya adalah untuk menentukan, apakah pandemi ini termasuk force majeure sehingga ketentuan-ketentuannya dapat dipakai.

Karena selama ini klausul force majeure tidak memuat pandemi, namun memuat bencana alam atau bencana yang diakibatkan ulah manusia seperti perang.

Saking alotnya negosiasi, bahkan ada terbetik isu untuk melakukan tuntutan pailit pada maskapai nasional. Tentu saja hal ini harus dihindari.

Untuk itu peran pemerintah memang diharapkan untuk membantu maskapai dalam proses negosiasi ini sehingga terhindar dari tuntutan pailit.

Pajak

Dalam kondisi yang sulit ini, persoalan lain yang mendapat sorotan adalah adanya pajak yang tetap dikenakan pemerintah, terutama bea masuk pada pesawat maupun suku cadangnya.

Pajak yang diambil di awal ini memang sangat memberatkan. Apalagi di saat ini banyak maskapai yang tidak dipakai terbang namun beberapa suku cadang tetap harus dimasukkan sebagai syarat untuk keselamatan penerbangan. Artinya biaya muncul walaupun pemasukan tidak ada.

Diharapkan kebijakan mengenai bea masuk pesawat dan suku cadangnya ini bisa ditinjau ulang. Karena pesawat sebagai alat produksi utama penerbangan, yang bisa menjadi pendorong bagi sektor-sektor lain untuk berkembang, seperti misalnya bandara udara, pariwisata dan lainnya.

Jika pajak dikenakan di awal, dapat menghambat masuknya pesawat atau suku cadangnya, sehingga dapat menghambat pula pertumbuhan sektor-sektor yang lain.

Pajak sebaiknya ditarik saat pesawat tersebut digunakan dan mendapatkan penghasilan, yaitu sebagai pajak penghasilan. Dengan demikian investasi di sektor penerbangan dapat lebih meningkat.

Vaksin sebagai trigger

Saya sendiri, atas nama asosiasi sudah mengajukan berbagai permasalan tersebut kepada pemerintah. Baik pada Menteri Perhubungan, Menteri BUMN, Menteri Perekonomian, Menteri Keuangan dan lainnya.

Dan alhamdulillah beberapa sudah mendapat respon. Dan yang lainnya sepertinya masih harus menunggu beberapa waktu. Memang dapat dimaklumi bahwa ada proses untuk mengatasi semua permasalahan itu mengingat saat ini juga banyak permasalahan lain akibat pandemi Covid-19.

Saya melihat bahwa trigger untuk mengatasi masalah ini memang ada pada proses mengatasi pandemi.

Jika proses penanganan berjalan baik dan syukur-syukur bisa berjalan cepat sehingga kepercayaan masyarakat meningkat, tentu semua permasalahan ini akan segera dapat diatasi, termasuk di penerbangan.

Untuk itu pemberian vaksin kepada masyarakat menjadi sangat penting. Di beberapa negara yang tingkat pemberian vaksin pada masyarakat sudah tinggi, terbukti kepercayaan masyarakat meningkat.

Perikehidupan masyarakat berangsur-angsur normal seperti misalnya mulai tidak perlu memakai masker di ruang terbuka dan boleh kembali berkerumun dalam kondisi dan jumlah tertentu.

Jika hal ini terjadi, tentu sektor transportasi termasuk di dalamnya subsektor penerbangan juga akan terimbas positif. Penumpang akan meningkat, pesawat-pesawat mulai terbang, perekonomian pun menggeliat cepat.

Untuk mencapai hal itulah total football dari seluruh stakeholder diperlukan.

Terimaksih pada Avia Lover, kita nantikan diskusi dan masukan selanjutnya untuk dapat kita tindak lanjuti segera. Semoga penerbangan nasional cepat pulih.

https://money.kompas.com/read/2021/06/01/111500426/total-football-untuk-industri-penerbangan-indonesia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke