Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

[TREN WORKLIFE KOMPASIANA] Menjadi Leader Berkarakter | Lingkungan Kerja yang Toxic | Sunk Cost Fallacy, Masa Lalu Memperburuk Keputusan

KOMPASIANA---Menjadi seorang pemimpin bukan perkara mudah, tetapi bukan hal mustahil untuk dilakukan. Lagipula bukankah setiap diri kita adalah pemimpin?

Sebenarnya menjadi seorang pemimpin kita bisa mencontoh banyak individu yang dinilai telah sukses lebih dulu.

Hanya saja, yang membuat seseorang sulit menjadi pemimpin yang berkarakter dikarenakan tidak pernah diajarkan sejak dini dan di sekolah.

Tak heran jika kita melihat pemimpin yang "semau gue". Pun akibatnya menyebabkan kurang optimalnya performa dari sebuah tim.

Selain mengenai pemimpin, ada juga seputar menghadapi lingkungan kerja yang toxic serta mengenai bagiamana masa lalu mempengaruhi keputusan seseorang.

Berikut konten-konten menarik dan populer di Kompasiana:

1. Menjadi Manager Sekaligus Leader yang Berkarakter

Kompasianer Anjas Permata berpendapat bahwa kepemimpinan itu seperti sesuatu yang abstrak. Memimpin itu sebuah seni dan rasa tingkat tinggi.

Sementara di sisi lain, seorang pemimpin perlu memiliki kemampuan manajerial untuk mengelola timnya. Sehingga sosok pemimpin dalam dunia profesional yang paling ideal.

"Menurut saya adalah menjadi manager sekaligus leader atau biasa disebut dengan manager leader salah satu elemen pentingnya adalah karakter. Misal, pemimpin harus bisa memberikan semangat kepada timnya. Motivasi seringkali menjadi hal dahsyat yang mampu mengubah keadaan," tulisnya. (Baca selengkapnya)

2. Bagaimana Cara Menghadapi Lingkungan Kerja yang Toxic?

Berada di lingkungan kerja yang toxic memang tidak menyenangkan. Kerja pun akan menjadi semakin terasa berat.

Meski begitu, untuk mencari tempat kerja baru pun dianggap bukan keputusan tepat di tengah kondisi seperti sekarang ini. Alhasil, kamu harus bertahan beberapa waktu lagi di tempat kerja tersebut.

Kompasianer Ms. Phia punya beberapa kiat bagi kamu yang mengalami kondisi seperti demikian.

Pertama, menurutnya abaikan perkataan negatif dan teruslah bekerja dengan baik. Dengan cara ini, kamu tidak perlu pusing perihal tidak punya teman dekat atau akrab dikerjaan. Tinggal datang, bekerja sesuai tupoksi, pulang, dan terima gaji.

"Jangan jadikan hal negatif tentang Anda mempengaruhi mood Anda apalagi kinerja. Toh, yang menggaji Anda bukan sesama karyawan kan? Just focus," tulisnya. (Baca selengkapnya)

3. Sunk Cost Fallacy, Ketika Masa Lalu Memperburuk Keputusanmu

Dalam menjalankan sebuah rencana, kita memang harus yakin dengan kemampuan kita. Kita harus memiliki rasa optimisme tentang kelancaran yang akan mengikutinya.

Namun, sayangnya, tingginya kepercayaan diri yang tercipta di sana sering kali berjalan ke arah yang kurang tepat.

Kompasianer Wahyu Saputra berpendapat ini semua disebabkan oleh loss aversion yang memainkan peran untuk membenamkan kita dalam sunk cost fallacy.

"Katakanlah kamu mengantri untuk mendapatkan menu spesial terakhir dari sebuah restoran cepat saji. Karena kecerobohanmu, menu itu jatuh dan kotor. Sekarang kamu tidak memiliki menu spesial itu. Kamu tidak bisa makan. Kamu rugi," tulisnya. (Baca selengkapnya)

https://money.kompas.com/read/2021/07/28/180517226/tren-worklife-kompasiana-menjadi-leader-berkarakter-lingkungan-kerja-yang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke