Namun tentunya, bisnis sekuritas butuh modal yang tidak kecil, utamanya dalam pengembangan sistem online trading.
“Bisnis sekuritas masih menarik tapi membutuhkan komitmen dan permodalan yang tidak sedikit karena otomasi dan kebutuhan akan online bisnis,” kata Laksono kepada wartawan, Jumat (22/10/2021).
Sebagai informasi, belum lama ini PT Batavia Prosperindo Sekuritas dengan kode broker BZ berencana mengembalikan Surat Persetujuan Anggota Bursa (SPAB) kepada BEI. Dengan begitu, BZ otomatis tidak lagi memiliki izin menggelar perdagangan efek.
Pun demikian dengan PT Kresna Sekuritas, PT Merrill Lynch Sekuritas Indonesia (MLSI), perusahaan sekuritas asal Jerman PT Deutsche Sekuritas Indonesia, serta sekuritas asal Jepang PT Nomura Sekuritas Indonesia yang juga angkat kaki sebagai penyelenggara perdagangan efek.
Menurut Laksono, pengembangan teknologi dalam mendukung kemudahan trading adalah hal yang tidak bisa diabaikan. Pengembangan teknologi ini juga meningkatkan kompetisi antar sekuritas untuk memudahkan transaksi nasabahnya.
“Kompetisi semakin meningkat dengan adanya pengembangan teknologi yang semakin dominan,” jelas Laksono.
Laksono mengungkapkan, jumlah investor dan sekuritas tentunya akan terus mengalami perubahan, sesuai dengan kebutuhan pasar dan kebutuhan teknologi. Oleh karena itu, pihaknya terus memberikan sosialisasi dan edukasi dalam bentuk subsidi dan bantuan dalam menjalankan bisnis sekuritas.
“Salah satu strategi BEI adalah memberikan bantuan baik dalam hal menyelenggarakan sosialisasi dan edukasi kepada para investors dan stakeholders pasar modal, serta dalam bentuk subsidi dan bantuan lainnya kepada para perusahaan sekuritas,” ujar dia.
Saat ini juga sudah ada sekuritas di daerah atau yang disebut dengan Perusahaan Efek Daerah/PED untuk memfasilitasi nasabah di daerah. Adapun sekuritas daerah pertama yang terdaftar di BEI saat ini yaitu Bank Jabar Sekuritas dengan kode broker JB.
https://money.kompas.com/read/2021/10/22/184000826/bei--bisnis-sekuritas-masih-menarik-tetapi-