SITUASI bisnis saat ini semakin kompleks dan banyak berubah semenjak pandemi Covid-19 melanda.
Pandemi menuntut para pemimpin di sektor bisnis besar maupun kecil, berpikir berkali-kali untuk mengambil suatu keputusan yang tepat agar bisnisnya dapat bertahan.
Untuk menghadapi kondisi yang tidak pasti dan selalu berubah, sangat dibutuhkan seorang pemimpin yang mampu berpikir strategis.
Pemimpin adalah ujung tombak ke mana arah perusahaan atau organisasi akan dibawa.
Model kepemimpinan seperti apa yang tepat dan relevan dengan situasi saat ini, apakah yang biasa-biasa saja atau yang memiliki terobosan?
Pada hakikatnya seorang pemimpin adalah orang yang mampu memengaruhi orang lain dan memiliki wewenang manajerial (Stephen P. Robbins, 2005).
Namun untuk masa sekarang, semakin kompleks keterampilan dan kemampuan yang harus dimiliki seorang pemimpin.
Tidak dipungkiri banyak perusahaan atau organisasi besar yang sudah sangat mampan puluhan tahun, harus tenggelam, tidak dapat melanjutkan usahanya.
Pemberitaan Kompas.com (Mei, 2021), perusahaan ritel besar di Indonesia yang harus menutup gerainya di tengah pandemi adalah Giant, Matahari, dan Centro.
Memang tidak mudah menjalankan bisnis di tengah situasi pandemi Covid-19.
Salah satu unsur penting keberlanjutan bisnis terletak pada pemimpinnya yang mampu membawa perusahaan atau organisasi beradaptasi, bahkan melakukan perubahan untuk menjawab tantangan yang begitu besar.
Dibutuhkan skema perubahan yang begitu besar dan cepat, berubah dari sistem yang konvensional ke sistem yang melek teknologi dengan inovasi-inovasi baru serta dibutuhkan kerja sama dan kolaborasi seluruh pihak.
Menurut Jim Collins (2001), pemimpin yang berada pada tingkat paling tinggi, yang bekerja bukan saja berdasarkan ego pribadi, tetapi untuk kebaikan perusahaan atau organisasi dan karyawannyalah yang dapat menunjukkan kemampuan membuat lompatan besar untuk meraih sukses.
Disebut dengan istilah Executive adalah seorang pemimpin yang membangun organisasi besar secara berkelanjutan melalui kombinasi antara pribadi yang rendah hati dan tekad profesional.
Karakteristik pemimpin seperti ini memiliki ambisi tidak untuk dirinya, tetapi untuk perusahaan atau organisasi, menyiapkan pengganti untuk meraih sukses dengan lebih baik pada generasi berikutnya.
Selain itu, selalu menampilkan kesederhanaan yang menonjol dan bersahaja dengan didorong dan dipengaruhi kebutuhan menghasilkan kinerja berkelanjutan.
Melakukan apapun untuk membuat perusahaan atau organisasi menjadi besar tidak peduli sekeras apapun, menampilkan kompetensi yang memadai.
Kemudian, mencari atribut yang menjadi faktor sukses di luar dari dirinya, tidak membanggakan keberhasilan yang dicapai, dan bila terjadi sesuatu yang buruk atau mengecewakan maka akan bertanggung jawab penuh dengan tidak menyalahkan orang lain.
Satu hal yang terlihat jelas dari karakter pemimpin level tertinggi ini adalah mampu mengombinasikan antara kerendahan hati dan keteguhan ketika harus menyelesaikan segala tantangan yang dihadapi.
Selain pemimpin Executive, karakteristik pemimpin Transformasional juga banyak dianggap orang akan menjadi pemimpin masa depan karena memiliki karakteristik yang dapat menginspirasi para pengikutnya dengan mengesampingkan kepentingan pribadi demi kebaikan organisasi dan memiliki pengaruh yang luar biasa bagi para pengikutnya (Robbins dan Judge, 2008).
Istilah kepemimpinan Transformasional yang diciptakan oleh James MacGregor Burns tahun 1978, adalah gaya kepemimpinan yang dapat mengidentifikasi perubahan yang diperlukan, menyusun visi untuk membuka jalan bagi perubahan.
Kemudian, melaksanakan rencana yang diperlukan agar perubahan terjadi, dapat menjadi panutan, memotivasi, mendorong kreativitas dan inovasi, serta sangat memperhatikan karyawan untuk berkembang.
Pemimpin ini mengidentifikasi dirinya sebagai agen perubahan dan perubahan yang sering dilakukan berskala besar serta dramatis, sehingga perlu mencari cara dari metode yang dapat melahirkan perubahan.
Antara lain, mengubah kultur organisasi seperti mengubah kultur yang birokratis, kaku, dan sedikit mengambil risiko menjadi kultur yang bisa bergerak lebih leluasa, tidak terlalu dibatasi oleh aturan dan regulasi.
Selain itu, meningkatkan kesadaran karyawan akan reward (imbalan) dengan terlebih dahulu menumbuhkan rasa bangga menjadi perusahaan papan atas, mengedepankan kepentingan yang lebih luas, bukan sekadar mengejar kepentingan diri tetapi mencapai pemenuhan diri untuk kesuksesan perusahaan atau organisasi dengan memberikan pemahaman untuk keadaan yang mendesak.
Kesuksesan seorang pemimpin Transformasional, yang dapat membawa efektivitas organisasi dalam masa transisi dan transformasi adalah melakukan pemberdayaan (Conger,1989).
Melibatkan karyawan (sharing of power), memberdayakan secara signifikan dengan memberikan keyakinan akan kemampuan diri, menjadi hal penting untuk melakukan perubahan.
Konsep pemberdayaan (empowerment) menjadi salah satu pandangan dalam meningkatkan motivasi dan produktivitas karyawan karena karyawan diserahi wewenang dan tanggung jawab lebih besar dalam pengambilan keputusan.
Upaya mencari gaya kepemimpinan yang tepat dan berlaku sepanjang masa sangatlah tidak mudah. Situasi juga sangat menentukan model kepemimpinan yang cocok untuk diterapkan.
Prioritas utama yang harus dilakukan pemimpin di masa pandemi adalah melakukan penyesuaian dengan menentukan prioritas dan membuat strategi baru yang lebih fleksibel untuk melakukan perubahan dalam kondisi darurat agar dapat bertahan.
*Paula Tjatoerwidya Anggarina, Dosen Tetap Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis
https://money.kompas.com/read/2022/01/29/151500326/pemimpin-harus-bawa-perubahan-untuk-bertahan-di-masa-pandemi