Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Apa Itu Middle Income Trap atau Jebakan Kelas Menengah?

KOMPAS.com - Istilah middle income trap seringkali terdengar, terutama bila sedang membahas soal kondisi perekonomian. Namun, apa sebetulnya yang dimaksud dengan middle income trap?

Dalam Bahasa Indonesia, middle income trap adalah jebakan pendapatan kelas menengah. Istilah ini pertama kali populer setelah setelah dipakai dalam sebuah laporan Bank Dunia yang dirilis pada tahun 2007 berjudul An East Asian Renaissance: Ideas for Economic Growth.

Secara garis besar, middle income trap adalah istilah yang mengacu pada keadaan ketika sebuah negara berhasil mencapai ke tingkat pendapatan menengah, tetapi tidak dapat keluar dari tingkatan tersebut untuk menjadi negara maju.

Menurut Linda Glawe dalam literatur berjudul The Middle-Income Trap: Definitions, Theories and Countries Concerned, middle income trap adalah mengacu pada negara-negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi sangat pesat hingga mencapai status negara pendapatan menengah, namun kemudian gagal mengatasi perlambatan ekonomi guna mengejar ekonomi yang setara dengan negara-negara maju.

Beberapa ekonom lain mendefinisikan middle income trap adalah sebagai suatu kondisi di mana negara-negara berpenghasilan menengah tidak mampu mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup stabil untuk bisa mencapai kelompok income yang baru sebagai negara berpenghasilan tinggi.

Akibatnya, negara tersebut terjebak dalam kelompok middle income. Secara umum, suatu negara berkembang disebut masuk trap apabila pertumbuhannya tidak di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi dunia.

Misalnya kalau ekonomi dunia tumbuh 3 persen per tahun, maka negara-negara middle income yang pertumbuhannya di bawah itu tidak akan bisa naik kelas jadi negara high income.

Contoh kasus middle income trap

Dalam beberapa kasus, middle income trap adalah istilah yang bisa merujuk pada kondisi ekonomi yang stagnan, bahkan mulai mengalami penurunan karena beberapa hal.

Situasi stagnan negara yang terjebak middle income trap juga bisa berakibat semakin memburuknya ekonomi sehingga otomatis akan membuat larinya investor.

Misalnya, ketika ekonomi sebuah negara berkembang semakin maju, maka otomatis pendapatan warga negaranya akan meningkat, terutama kalangan pekerja atau buruh, sehingga kalangan ekonomi berpenghasilan menengah semakin banyak.

Hal ini berdampak pada biaya produksi yang semakin mahal. Kondisi ini membuat fasilitas produksi di negara berkembang menjadi tidak ekonomis.

Melihat hal ini, investor dari negara maju akan mulai memindahkan fasilitas produksinya ke negara-negara berkembang lain yang biaya tenaga kerjanya masih lebih rendah.

Dengan semakin banyaknya investasi yang masuk ke negara berkembang, pendapatan pekerjanya juga semakin meningkat yang berdampak kepada biaya produksi dan harga barang.

Maka siklus yang pertama akan terulang lagi. Negara-negara maju itu akan mencari tempat lain yang biaya produksinya lebih murah.

Middle income trap terjadi ketika upah buruh dan biaya produksi di negara berkembang sudah menjadi lebih mahal, tetapi tidak mampu beralih ke sektor high income yang membutuhkan keahlian lebih tinggi.

Sederhananya, contoh negara yang terjebak dalam kondisi middle income trap adalah ketika negara tersebut sangat mengandalkan industri tekstil dan turunannya, namun kemudian upah buruh semakin meningkat.

Di saat investor asing memindahkan produksinya, negara berkembang tersebut tidak mampu beralih ke industri dengan teknologi lebih tinggi, sehingga membuat ekonomi negara terjebak alias tak lagi mampu tumbuh lebih tinggi.

Agar tidak terjebak middle income trap, negara yang sebelumnya mengandalkan ekonomi dari industri pembuat tekstil harus bisa mengalihkan ekonomi ke sektor yang memiliki teknologi tinggi seperti industri semi konduktor hingga ekonomi berbasis digital.

Contoh middle income trap adalah Indonesia

Contoh middle income trap adalah Indonesia saat ini. Per 1 Juli 2021 lalu, Bank Dunia (World Bank) menurunkan status kelas Indonesia dari negara berpenghasilan menengah atas atau upper middle income country menjadi negara berpenghasilan menengah ke bawah atau lower middle income country.

Artinya, Indonesia hanya bertahan satu tahun berada di kelas negara berpenghasilan menengah atas. Hal ini disebabkan karena Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang mengalami penurunan.

Indonesia turun kelas lantaran pandemi Covid-19 yang menyebabkan penurunan pendapatan nasional bruto (gross national income/GNI).

GNI sendiri adalah PDB ditambah dengan pendapatan yang dibayarkan dari negara lain, seperti bunga dan dividen.

Berdasarkan catatan Bank Dunia, GNI per kapita Indonesia di tahun 2020 turun menjadi 3.870 dollar AS dari yang sebelumnya 4.050 dollar AS di tahun 2019 lalu.

Indonesia turun kelas menjadi negara berpenghasilan menengah ke bawah juga disebabkan oleh kenaikan indikator dari kelas negara berpenghasilan menengah atas.

Bank dunia menjelaskan, perubahan indikator klasifikasi terjadi setiap tahun. Hal tersebut disebabkan oleh perubahan faktor seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar, dan pertumbuhan populasi yang mempengaruhi GNI per kapita setiap negara.

Untuk kategori negara berpendapatan menengah ke bawah, GNI per kapitanya berada di kisaran 1.046 hingga 4.095 dollar AS per 1 Juli 2021. Sementara pada 1 Juli 2020, GNI per kapita negara yang masuk kategori berpenghasilan menengah ke bawah berada di kisaran 1.035 dollar AS hingga 4.045 dollar AS.

Sementara untuk negara berpenghasilan menengah atas, GNI per kapita berada di kisaran 4.096 dollar AS hingga 12.695 dollar AS per 1 Juli 2021 dari sebelumnya 4.046 dollar AS hingga 12.535 dollar AS.

https://money.kompas.com/read/2022/04/01/112438126/apa-itu-middle-income-trap-atau-jebakan-kelas-menengah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke