Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Upaya UMKM Bangkit dari Pandemi

HARUS diakui bahwa sektor UMKM menjadi penopang perekonomian nasional. Dengan sifatnya yang berbasis pada pemberdayaan masyarakat, maka tidak berlebihan jika dikatakan bahwa pondasi dasar ekonomi negara kita bertumpu pada sektor UMKM.

Apalagi dengan cirinya, yaitu usaha padat karya, maka geliat aktivitasnya adalah wujud pengejawantahan kemajuan perekonomian rakyat.

Data menyebutkan bahwa sektor UMKM mampu menyerap lebih dari 95 persen dari total tenaga kerja di Indonesia. Fakta ini pula yang harus dijadikan perhatian utama oleh seluruh pihak.

Unit usaha yang tergolong berskala mikro, kecil maupun menengah jumlahnya sangat banyak.

Menurut data dari Kementerian Koperasi dan UKM terdapat kurang lebih 64 juta unit usaha yang dikategorikan mikro dan kecil.

Sebarannya merata dari kota hingga pelosok desa dan di seluruh wilayah kepulauan Indonesia dengan mudah dapat kita jumpai usaha yang termasuk UMKM.

Hal ini bermakna bahwa UMKM adalah sektor usaha penggerak ekonomi rakyat.

Ketahanan usaha dari krisis ekonomi yang pernah melanda telah teruji ketangguhannya.

Pengalaman pada tahun 1998 saat terjadinya krisis ekonomi yang banyak memukul telak industri-industri besar apalagi yang bergantung pada bahan baku impor dan permodalan asing nyatanya tak berdampak signifikan pada sektor UMKM.

Justru pada beberapa sektor usaha diuntungkan dengan meneguk laba besar khususnya pada usaha yang produknya berorientasi ekspor.

Dampak pandemi

Namun, kondisi yang terjadi akibat pandemi covid-19 dalam kurun 2 tahun ini sangat berbeda bila dibandingkan dengan keadaan krisis ekonomi tahun 1998 yang lalu.

Dampak pandemi yang menyerang kesehatan manusia sangat berimbas pada permasalahan denyut ekonomi dan aktivitas sosial masyarakat.

Sudah banyak sektor-sektor UMKM yang terdampak, bahkan hanya beberapa bulan sejak awal pandemi.

Sedikitnya terdapat 37.000 UMKM yang merasakan dampak. Ada sekitar 56 persen yang mengalami penurunan penjualan, 22 persen bermasalah pada aspek pembiayaan dan sekitar 4 persen kesulitan mendapatkan bahan baku mentah.

Ujungnya kejadian pandemi menyebabkan banyak UMKM yang gulung tikar.

Secara umum permasalahan UMKM akibat pandemi terdiri dari empat dimensi. Pertama, terjadinya penurunan penjualan, karena berkurangnya aktivitas ekonomi masyarakat.

Kedua, kesulitan permodalan, karena perputaran modal yang sulit terkait dengan tingkat penjualan yang menurun.

Ketiga adalah hambatan distribusi produk, aturan pembatasan pergerakan penyaluran produk ke berbagai wilayah. Dan keempat, yaitu kesulitan bahan baku.

Upaya bangkit

Campur tangan pemerintah untuk menolong sektor UMKM dari keterpurukan akibat pandemi sangat dibutuhkan.

Stimulus fiskal, keringanan pembayaran kredit perbankan sebagai obat penolong jangka pendek memang harus efektif digencarkan.

Tetapi sebagai insentif agar usaha UMKM dapat berdikari dan mandiri di jangka panjang patut dipertimbangkan.

Salah satunya dengan mengenalkan UMKM pada penerapan SNI. Memang selama ini UMKM masih berkutat pada permasalahan klasik seperti keterbatasan pada akses modal usaha, lemahnya dalam kelembagaan organisasi dan manajemen sumber daya manusia, kurangnya pemasaran dan kecakapan dalam penggunaan teknologi.

Permasalahan tersebut makin berat akibat hantaman covid-19 yang mengancam keberlangsungan usaha.

Sebagai respons cepat dari pemerintah dengan menggelontorkan anggaran sebesar Rp 123,4 triliun untuk skema program pemulihan harus tepat sasaran dan menolong usaha UMKM.

Kementerian KUKM juga tengah berupaya melakukan startegi untuk beberapa fase, yaitu survival, recovery dan digitalisasi.

Saat ini, baru sekitar 13 persen UMKM saja yang sudah memanfaatkan teknologi digital untuk pemasaran produknya.

Masih banyak yang belum tersentuh untuk akses digitalisasi. Padahal di saat era pandemi ini, dorongan dan preferensi orang berbelanja online jauh lebih tinggi.

Selain itu adanya tuntutan inovasi produk dan inovasi usaha sangat berkaitan dengan kualitas produk yang dihasilkan.

Oleh karena itu, sudah saatnya sektor UMKM juga melek dan peduli dengan penerapan standar SNI. Baik itu yang berkaitan dengan SNI produk maupun sistem manajemen usaha yang dijalankan.

Pentingnya penerapan SNI selaras dengan upaya membangkitkan UMKM akibat dampak pandemi.

SNI produk menjamin mutu dan kualitas yang akan mendukung upaya pemasaran melalui digitalisasi.

Bahkan dengan mutu yang baik dapat membuka akses pasar ekspor, apalagi dengan kemajuan digitalisasi dan teknologi yang lebih memudahkan pemasaran.

Semoga segala upaya mampu membuat UMKM bangkit dari masa sulit, sebab sektor UMKM adalah cerminan kekuatan ekonomi rakyat yang berperan besar bagi perekonomian nasional.

*Reza Lukiawan, Peneliti Pusat Riset Teknologi Pengujian dan Standar BRIN

https://money.kompas.com/read/2022/05/11/080000726/upaya-umkm-bangkit-dari-pandemi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke