Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Berakhir 30 Juni 2022, Begini Tata Cara, Besaran Tarif, dan Sanksi PPS

Hingga 3 Juni 2022 pukul 08.00 WIB, sebanyak 58.790 wajib pajak (WP) sudah mengikuti PPS dengan 68.843 surat keterangan (suket). Jumlah PPh yang dibayar ke negara mencapai Rp 12,06 triliun dari total nilai harta bersih yang diungkap Rp 120 triliun.

Adapun dalam mengikuti program, ada banyak ketentuan yang diatur pemerintah. Ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 196/PMK.03/2021.

"Program PPS ini berbeda dengan tax amnesty kemarin yang pernah kita laksanakan, baik dari segi tata cara, besaran tarif, maupun latar belakang," kata Kepala KPP Tanah Abang III Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Harry Pantja Sirait.

Dua kebijakan

Perlu kamu tahu, ada dua pilihan kebijakan yang bisa diambil wajib pajak (WP) sesuai dengan waktu perolehan harta. Dua kebijakan itu memberikan tarif yang berbeda, dengan tarif kebijakan I lebih rendah dibanding kebijakan II.

Kebijakan I bisa dimanfaatkan oleh WP yang sudah mengikuti tax amnesty tahun 2016 baik untuk WP badan maupun orang pribadi (OP). Harta yang dilaporkan pada PPS adalah harta perolehan hingga tahun 2015 yang belum dilapor dalam tax amnesty.

Sementara kebijakan II bisa dimanfaatkan oleh WP OP saja baik peserta tax amnesty tahun 2016 atau non peserta tax amnesty dengan waktu perolehan harta pada tahun 2016-2020 dan belum dilaporkan dalam SPT Tahunan.

Supaya lebih jelas, berikut masing-masing tarif PPh final yang dikenakan Ditjen Pajak atas harta tersebut.

Kebijakan 1

a. 11 persen untuk harta di luar negeri yang tidak direpatriasi ke dalam negeri.

b. 8 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri.

c. 6 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri,

yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) dan hilirisasi SDA dan energi terbarukan.

Kebijakan 2

a. 18 persen untuk harta di luar negeri yang tidak direpatriasi ke dalam negeri.

b. 14 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri.

c. 12 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri,

yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) dan hilirisasi SDA dan energi terbarukan.


Sanksi

Lantas bagaimana jika kamu tidak ikut PPS namun memiliki harta yang harusnya wajib dilaporkan?

Kamu akan dikenakan sanksi, baik sanksi administratif hingga sanksi pidana. Pemerintah memberikan sanksi yang berbeda untuk kebijakan I dan kebijakan II.

Untuk peserta PPS dengan kebijakan I, Kemenkeu menyamakan besaran sanksi dengan program tax amnesty tahun 2016, yakni 200 persen. Sanksi tertuang dalam Pasal 18 ayat 3 UU Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak.

Sanksi itu bakal dijatuhkan ketika Ditjen Pajak menemukan harta wajib pajak yang tidak atau belum dilaporkan dalam Surat Pernyataan Harta (SPH) usai mengikuti PPS.

Atas tambahan harta itu, maka dikenai pajak penghasilan (PPh) sesuai dengan Pasal 4 PP 36/2017. Tarif PPh yang harus dibayar wajib pajak badan sebesar 25 persen, wajib pajak orang pribadi sebesar 30 persen, dan wajib pajak tertentu sebesar 12,5 persen.

Rumusan sanksinya adalah tarif PP 36/2017 x nilai harta baru + sanksi UU TA 200 persen.

Sementara bagi OP peserta PPS kebijakan II, tarif yang dikenakan bila telat lapor harta adalah PPh final 30 persen dari harta bersih + sanksi bunga per bulan ditambah uplift factor 15 persen.

Cara lapor harta

Agar terhindar dari sanksi, segera lapor harta sebelum program PPS berakhir. Tata cara pelaporan harta dan teknis lainnya tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 196/PMK.03/2021.

Pengungkapan harta dilakukan melalui sistem digital alias daring (online) untuk memperkecil interaksi antara pelapor pajak dengan petugas pajak.

"PPS ini sebenarnya menjadi awal dari transparansi pajak ke depan. Kami harap Bapak/Ibu sekalian bisa memanfaatkan PPS karena ini kesempatan yang baik untuk melaporkan seluruh harta atau penghasilan dengan jelas," tutur Harry.

Begini tata cara pengungkapan harta dalam program PPS tahun 2022.

1. Pengungkapan dilakukan dengan Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH) yang disampaikan secara elektronik melalui laman https://pajak.go.id/pps.

2. SPPH dilengkapi dengan, SPPH induk, bukti pembayaran PPh Final, daftar rincian harta bersih, daftar utang, pernyataan repatriasi dan/atau investasi.

3. Untuk peserta kebijakan II, ada tambahan kelengkapan, yakni pernyataan mencabut permohonan (restitusi atau upaya hukum); dan Surat permohonan pencabutan Banding, Gugatan, Peninjauan Kembali.


4. Peserta PPS dapat menyampaikan SPPH kedua, ketiga, dan seterusnya untuk membetulkan SPPH apabila ada perubahan harta bersih atau kesalahan tulis, hitung, atau perubahan tarif.

5. Peserta PPS dapat mencabut keikutsertaan dalam PPS dengan mengisi SPPH selanjutnya dengan nilai 0. Peserta PPS yang mencabut SPPH dianggap tidak ikut PPS dan tidak dapat lagi menyampaikan SPPH berikutnya.

6. Pembayaran dilakukan dengan menggunakan Kode Akun Pajak (KAP) PPh Final 411128 dan Kode Jenis Setoran (KJS) untuk kebijakan I, 427, untuk kebijakan II, 428. Pembayaran tidak dapat dilakukan dengan Pemindahbukuan (Pbk).

7. PPh Final yang harus dibayarkan sebesar tarif dikali nilai harta bersih (harta dikurang utang).

8. Untuk kebijakan I, pedoman yang digunakan untuk menghitung besarnya nilai harta per 31 Desember 2015, yaitu:

a. Nilai nominal, untuk harta kas atau setara kas.

b. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) untuk tanah bangunan dan Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB) untuk kendaraan bermotor.

c. Nilai yang dipublikasikan oleh PT Aneka Tambang Tbk., untuk emas dan perak.

d. Nilai yang dipublikasikan oleh PT Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk saham dan waran yang diperjualbelikan di PT BEI.

e. Nilai yang dipublikasikan oleh PT Penilai Harga Efek Indonesia untuk SBN dan efek bersifat utang/sukuk yang diterbitkan perusahaan.

f. Jika tidak ada pedoman, menggunakan hasil penilaian Kantor Jasa Penilaian Publik (KJPP).

9. Untuk kebijakan II, pedoman yang digunakan untuk menghitung besarnya nilai harta per 31 Desember 2020, yaitu:

a. Nilai nominal, untuk kas atau setara kas.

b. Harga perolehan, untuk selain kas atau setara kas.

c. Jika tidak diketahui, menggunakan nilai wajar per 31 Desember 2020 dari harta sejenis atau setara berdasarkan penilaian WP.

https://money.kompas.com/read/2022/06/03/140000826/berakhir-30-juni-2022-begini-tata-cara-besaran-tarif-dan-sanksi-pps

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke