Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Bupati Meranti Marah ke Anak Buah Sri Mulyani, Persoalkan Dana Bagi Hasil

Pada acara rakornas yang berlangsung di Pekanbaru dan ditayangkan dalam akun YouTube Diskominfotik Provinsi Riau, Kamis (9/12/2022), Adil mengaku kesal karena dana bagi hasil (DBH) produksi minyak dari Meranti yang diberikan oleh Kemenkeu nilainya dirasa kecil.

Ia menjelaskan, Meranti merupakan daerah termiskin di Indonesia dengan jumlah penduduk miskin mencapai 25,68 persen. Padahal wilayah ini merupakan penghasil minyak mentah yang beberapa waktu belakangan harganya melambung.

Namun dia menyebut, dana bagi hasil yang didapatkan wilayahnya tak sebanding dengan produksi dan kenaikan harga minyak. Adil menyebut, lifting minyak Meranti saat ini mencapai 7.500 barrel per hari, dari sebelumnya hanya di kisaran 3.000-4.000 barrel per hari.

Sementara asumsi harga minyak dalam anggaran negara naik menjadi 100 dollar AS per barrel dari sebelumnya 60 dollar AS per barrel. Tapi dana bagi hasil yang diterimanya untuk tahun ini sebesar Rp 115 miliar, hanya naik sekitar Rp 700 juta dari sebelumnya.

"Meranti itu daerah termiskin se-Indonesia, penghasil minyak, termiskin, ekstrem lagi. Pertanyaan saya, bagaimana kami tidak miskin, uang kami tidak dikasihkan," ungkap Adil.

Ia menjelaskan, sebanyak 103 sumur minyak di Meranti sudah kering. Saat ini wilayah itu sedang mengebor 13 sumur minyak, dan ditargetkan menambah 19 sumur baru pada 2023. Artinya, akan ada penambahan produksi yang menurutnya hampir menyamai target yang diberikan SKK Migas yaitu 9.000 barrel per hari.

Namun lagi-lagi Adil menilai, dengan jumlah produksi minyak yang naik itu, justru dana bagi hasil yang diberikan ke Meranti dari pemerintah pusat tidak benar. Ia pun mempertanyakan penghitungan dari alokasi dana bagi hasil oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

"Ini karena kami daerah miskin, kalau kami kaya, kami biarkan saja mau diambil Rp 10 triliun pun enggak apa-apa. Kami daerah miskin, daerah ekstrem. Jadi kalau daerah miskin, bapak- ibu ambil uangnya entah dibawa ke mana, pemerataan, pemerataan ke mana?," paparnya Adil.

Persoalan dana bagi hasil itu pun sempat membuat dirinya melontarkan pernyataan untuk pemerintah pusat tak perlu lagi mengambil sumber daya alam Meranti jika tak ingin mengurus daerah itu. Ia bahkan menyebut, pemerintah pusat bisa sekalian menyerahkan daerah Meranti ke negara tetangga.

"Maksud saya, kalau pusat enggak mau mengurus Meranti, kasihkan kami ke negeri sebelah. Kan saya ngomong (keluhan dana bagi hasil), atau bapak tak paham juga omongan saya? Apa perlu Meranti mengangkat senjata? Kan tak mungkin. Ini menyangkut masalah Meranti yang miskin ekstrem," kata dia.

Adil juga mengaku, dirinya telah tiga kali bersurat ke Menteri Keuangan untuk audiensi mengenai permasalahan ini, namun dirinya selalu ditanggapi untuk melakukan pertemuan secara online via Zoom. Padahal yang diinginkannya adalah melakukan pertemuan langsung dengan pihak Kemenkeu.

Ia pun mengaku menghadiri acara-acara yang diisi oleh pihak Kemenkeu dengan maksud bisa menyampaikan keluhannya. Namun, menurutnya hal itu sangat sulit dilakukan ketimbang dirinya yang diterima oleh Kementerian Dalam Negeri saat mengeluhkan dana bagi hasil.

"Saya suda berulang menyurati Bu Menteri (Keuangan), tapi alasannya Kemenkeu mintanya online. Kami ngadu ke Kemendagri kok bisa offline, tapi untuk di Kemenkeu susahnya enggak ketulungan," katanya.

"Sampai ke Bandung saya kejar orang ke Kemenkeu, tapi yang hadir orang yang tak berkompeten soal itu (dana bagi hasil). Sampai pada waktu itu saya ngomong, 'Ini orang keuangan isinya nih iblis atau setan'," imbuh Adil.

Respons Kemenkeu

Pada kesempatan itu, Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu Luky Alfirman sebenarnya telah berulang kali menjelaskan kepada Adil bahwa formulasi penghitungan dana bagi hasil telah diatur dalam undang-undang.

Ia bilang, dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) diatur bahwa pembagiannya diperluas ke daerah lain, bukan hanya dikembalikan ke daerah penghasil saja.

"Itukan ada formulanya, misalnya ditetapkan dalam UU itu 85 persen diberikan kepada pusat dan daerah sebesar 15 persen. Kemudian, bukan hanya daerah penghasil, tapi daerah yang berbatasan, daerah pengolahan, dan daerah lainnya sebagai pemerataan," jelas dia.

"Jadi kalau berdasarkan formula, pasti kami bayarkan, dan formulanya itu," sambung dia.

Ia pun menjelaskan, bahwa pertemuan secara online memang menjadi budaya kerja baru di Kemenkeu sejak pandemi. Hal itu dimaksudkan untuk menghemat waktu dan bisa melakukan pertemuan dengan efisien.

Kendati demikian, Adil merasa tak puas dengan penjelasan Luky dan menyatakan niatnya untuk meninggalkan ruangan. Bahkan, ia sempat menyebut akan membawa persoalan ini ke jalur hukum.

"Terus terang pak, saya sudah lapor ke pembina saya Pak Tito (Mendagri), kalau tidak bisa juga, nanti kita ketemu di mahkamah. Izin pak, saya enek mandang bapak di sini, aku tinggalkan lah ini ruangan," ucap Adil.

Namun, pembawa acara sempat meminta Adil untuk bertahan sebab rakornas akan segera berakhir pula. Pada kesempatan itu, Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Mendagri Agus Fatoni pun meminta Adil untuk menyelesaikan persoalan penghitungan dana bagi hasil dengan melakukan pertemuan bersama Kemenkeu yang didampingi pihaknya.

"Saya kira Pak Bupati (Adil) nanti ada waktu bisa bertemu dengan Pak Dirjen (Luky) dan tim, juga nanti kami ikut, kita sama-sama ya. Jadi biar bisa jadi clear (jelas), bagaimana penghitungannya dan lain-lain. Sehingga nanti bisa ketemu, kenapa sebabnya seperti ini, kenapa ini dimungkinkan. Nanti kita buka ruang komunikasi," tutupnya.

https://money.kompas.com/read/2022/12/12/115752226/bupati-meranti-marah-ke-anak-buah-sri-mulyani-persoalkan-dana-bagi-hasil

Terkini Lainnya

Impor Bahan Baku Tepung Kini Cukup dengan Dokumen Laporan Surveyor

Impor Bahan Baku Tepung Kini Cukup dengan Dokumen Laporan Surveyor

Whats New
BUAH Bakal Tebar Dividen, Ini Besarannya

BUAH Bakal Tebar Dividen, Ini Besarannya

Whats New
Kementerian ESDM Tetapkan Harga Biodiesel Naik Jadi Rp 12.453 Per Liter

Kementerian ESDM Tetapkan Harga Biodiesel Naik Jadi Rp 12.453 Per Liter

Whats New
Erupsi Gunung Ruang, Bandara Sam Ratulangi Masih Ditutup Sampai Hari Ini

Erupsi Gunung Ruang, Bandara Sam Ratulangi Masih Ditutup Sampai Hari Ini

Whats New
Turun, Inflasi April 2024 Capai 3 Persen

Turun, Inflasi April 2024 Capai 3 Persen

Whats New
Harga Tiket Kereta Api 'Go Show' Naik Mulai 1 Mei

Harga Tiket Kereta Api "Go Show" Naik Mulai 1 Mei

Whats New
SMGR Kantongi Laba Bersih Rp 471,8 Miliar pada Kuartal I-2024 di Tengah Kontraksi Permintaan Semen Domestik

SMGR Kantongi Laba Bersih Rp 471,8 Miliar pada Kuartal I-2024 di Tengah Kontraksi Permintaan Semen Domestik

Whats New
Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di Bank Mandiri hingga BRI

Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di Bank Mandiri hingga BRI

Whats New
Kasbon Digital Dinilai Bisa Jadi Solusi agar Karyawan Terhindar dari Pinjol

Kasbon Digital Dinilai Bisa Jadi Solusi agar Karyawan Terhindar dari Pinjol

Whats New
Pendapatan Usaha Garuda Indonesia Tumbuh 18 Persen di Kuartal I-2024

Pendapatan Usaha Garuda Indonesia Tumbuh 18 Persen di Kuartal I-2024

Whats New
Kuartal I-2024, Emiten Sawit Sumber Tani Agung Resources Cetak Pertumbuhan Laba Bersih 43,8 Persen

Kuartal I-2024, Emiten Sawit Sumber Tani Agung Resources Cetak Pertumbuhan Laba Bersih 43,8 Persen

Whats New
Pendaftaran CASN 2024, Instansi Diminta Segera Isi Rincian Formasi ASN

Pendaftaran CASN 2024, Instansi Diminta Segera Isi Rincian Formasi ASN

Whats New
Masuk Musim Panen, Bulog Serap 30.000 Ton Gabah Per Hari

Masuk Musim Panen, Bulog Serap 30.000 Ton Gabah Per Hari

Whats New
Pekerja Mau Sejahtera dan Naik Gaji, Tingkatkan Dulu Kompetensi...

Pekerja Mau Sejahtera dan Naik Gaji, Tingkatkan Dulu Kompetensi...

Whats New
Hindari Denda, Importir Harus Lapor Impor Barang Kiriman Hasil Perdagangan dengan Benar

Hindari Denda, Importir Harus Lapor Impor Barang Kiriman Hasil Perdagangan dengan Benar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke