Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Negosiasi Ekspor CPO ke Uni Eropa Selalu Alot, INDEF: Alihkan Saja, Eropa Bukan Importir Utama RI

Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto mengatakan, Uni Eropa bukanlah merupakan negara pengimpor CPO utama dari RI.

Menurut dia, jika memang negosiasi yang dilakukan selalu alot, ada baiknya jika negara tujuan ekspor CPO RI dialihkan ke negara importir lainnya, seperti China, India, Bangladesh, ataupun Pakistan.

“Sebetulnya kalau secara umum, ini kan isu lama, memang dari dulu cara Eropa menggunakan kebijakan non-tariff barrier-nya itu adalah isu deforestasi. Eropa bukan pasar utama kita, sebetulnya tinggal kita alihkan saja, ke negara lain yang bisa menerima produk Indonesia,” kata Eko kepada Kompas.com, Kamis (29/12/2022).

Eko mengatakan, kebijakan Uni Eropa yang melarang impor CPO dinilai menyumbang potential loss yang cukup besar, yakni senilai Rp 44 triliun. Eko menambahkan, dalam beberapa diplomasi yang dilakukan, Eropa selalu mempertahankan pendapatanya, dan sulit untuk dimenangkan.

“Dalam beberapa kali diplomasi, mereka keukeuh dengan pendapatnya, dan itu bukan pendapat satu negara ya, tapi banyak negara yang menjadi satu (Uni Eropa). Sehingga agak sulit menjelaskan, bahwa produk-produk Indonesia tidak semuanya dari hasil deforestasi hutan,” lanjut dia.

Menurut Eko, cara yang bisa dilakukan oleh Indonesia adalah mendekati 1-2 negara-negara (Uni Eropa) yang memang memiliki ketergantungan besar terhadap minyak nabati. Dengan cara ini, akan lebih mudah untuk melancarkan ekspor komoditas RI.

“Beberapa duta besar kita sudah melakukan upaya untuk mendekati negara Uni Eropa, seperti Swiss misalnya. Jadi tidak langsung ke Uni Eropa, karena akan menajdi kesepakatan besar, dan jika 1-2 negara tidak setuju maka akan mempengaruhi negara lain,” lanjut dia.

Sebaliknya, jika pendekatan dilakukan antar negara, maka peluang RI untuk bisa mengekspor CPO akan lebih besar. Eko menekankan, beberapa perusahaan sawit di Indonesia juga memiliki sertifikasi RSPO atau Roundtable on Sustainable Palm Oil yang menjamin bahwa CPO yang dihasilkan bukan dari deforestasi hutan.

“Kalau ada 1-2 negara yang memiliki ketergantungan minyak nabatinya cukup besar, kita bisa masuk. Misalnya, dengan produk yang tersertifikasi RSPO, kalau lolos RSPO, harusnya juga bisa diterima,” tambah dia.

https://money.kompas.com/read/2022/12/29/184000426/negosiasi-ekspor-cpo-ke-uni-eropa-selalu-alot-indef--alihkan-saja-eropa-bukan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke