Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Promosi Produk Halal dalam Persimpangan

Saat ini populasi Muslim global mengonsumsi makanan halal karena alasan ketaatan beragama. Sedangkan non-Muslim juga menikmati makanan halal karena pola hidup sehat.

Pasar halal telah menjadi fenomena global. Dalam 20 tahun mendatang, jumlah penduduk Muslim yang saat ini berjumlah sekitar 1,8 miliar atau 24 persen dari total penduduk dunia, diproyeksikan akan meningkat secara signifikan.

Total nilai pasar halal global mencapai 3,1 triliun dollar AS pada 2018 dan diperkirakan menjadi sekitar 5 triliun dollar AS pada 2030.

Ada lebih dari 210 juta Muslim yang tinggal di Indonesia. Isu tentang pengembangan makanan halal di Indonesia ini sangat penting. Pasar produk halal menjadi potensi penciptaan bisnis baru dalam perekonomian nasional.

Indonesia bersaing dengan negara tetangga dalam produksi makanan halal. Malaysia adalah negara dengan pasar makanan halal terbesar di dunia.

Brunei adalah negara mayoritas Muslim dan mengadopsi semua peredaran makanan dengan peraturan makanan halal melalui prinsip-prinsip syariah. Thailand dan Vietnam juga banyak menghasilkan produk pangan halal untuk ekspor.

Singapura sebagai pintu gerbang jutaan umat Islam di ASEAN berperan strategis dalam potensi peningkatan Industri halal di kawasan.

Belum lagi dengan China, Jepang, dan Korea yang mengklaim sebagai produsen produk halal utama dunia.

Pengembangan pasar halal membutuhkan dukungan peraturan pemerintah dan dukungan kepedulian publik, penelitian dan pengembangan, kualitas sumber daya manusia dan kapasitas kelembagaan, adopsi teknologi produksi, dan strategi pemasaran.

Namun, kredibilitas regulasi halal masih menjadi isu dan harmonisasi regulasi halal di antara anggota ASEAN menjadi tantangan terbesar bagi pengembangan halal di ASEAN.

Perdagangan makanan halal intra-ASEAN masih terhambat dengan sertifikasi halal di masing-masing negara.

ASEAN menyumbang sekitar 15 persen dari ekonomi halal global terutama didukung oleh Indonesia, yang merupakan negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia.

Indonesia, Malaysia, dan Brunei tampaknya menjadi pasar halal yang paling maju. Ketiga negara ini menempati peringkat teratas untuk masing-masing subsektor utama ekonomi halal global.

Negara-negara ASEAN lainnya relatif dalam perkembangan awal dan mulai menemukan pijakan mereka dalam ekonomi halal dengan meningkatkan fokus mereka pada ekspor halal.

Selain itu, kondisi ekonomi yang kuat, tingkat keyakinan agama juga menjadi faktor konsumsi produk halal.

Secara umum, derajat religiusitas merupakan faktor yang signifikan dalam mengonsumsi makanan halal. Indonesia, volume ekonomi 20 besar dunia dan proporsi penduduk Muslim yang signifikan (87,8 persen), merupakan potensi untuk pengembangan pasar halal.

Legalitas halal di Indonesia

Setelah terbitnya Undang-Undang Jaminan Produk Halal (“UU 33/2014”), pemerintah Indonesia kini berada dalam posisi strategis untuk mengeluarkan sertifikasi halal.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) tetap menjadi lembaga yang berhak mengeluarkan fatwa tentang kehalalan suatu produk di Indonesia.

Sebagai bagian dari perangkat MUI dalam menetapkan kehalalan produk, “Lembaga Penelitian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) MUI” pada awalnya merupakan lembaga satu-satunya yang melakukan uji produk halal.

Sekarang Laboratorium Produk Halal (LPH) juga dapat dibuka oleh LPH swasta dan perguruan tinggi.

Untuk menjalankan fungsinya, “BPJPH” bekerjasama dengan MUI sebagai lembaga yang mengeluarkan fatwa produk halal dan dengan berbagai instansi antara lain Kementerian Kesehatan, Pertanian, Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM, Badan Standardisasi Nasional (BSN), Obat dan Badan Pengawas Pangan (POM) dan berbagai instansi terkait.

Berdasarkan Undang-undang, regulasi halal seharusnya sudah mulai berlaku pada tahun 2014, telah terjadi keterlambatan penerbitan peraturan operasional dan fungsi BPJPH sebagai regulator pemerintah, penerbit sertifikat halal dan hal-hal lain yang berkaitan dengan kesadaran konsumen, pemantauan dan pengawasan produk halal.

Keterlambatan regulasi operasional ini menghambat pengembangan pasar halal di Indonesia. Ada kesan masa transisi lembaga sertifikasi dan lembaga uji halal dari sistem lama ke yang baru masih belum lancar.

Sertifikasi halal di Indonesia juga masih berjalan sendiri. Peraturan Halal Indonesia tidak mencakup insentif halal dan investasi.

Berdasarkan laporan Global Corporate 2020, industri makanan Indonesia tidak memiliki produk unggulan di pasar global, meskipun beberapa produk halal lokalnya memiliki potensi untuk memperluas pasar global.

Menurut laporan Dinar Standard (2022), ada sejumlah kecil pelaku pasar yang berpartisipasi di pasar global.

Mereka masih memiliki kelemahan dalam R&D dan teknologi bahan-bahan halal. Tidak ada implementasi hukum dan peraturan khusus untuk fasilitasi ekspor, menarik investor di sektor halal dan mengembangkan pusat industri halal.

Dari analisis kekuatan, kelemahan, kesempatan dan ancaman dari pasar halal disimpulkan bahwa Indonesia dapat mencapai potensinya sebagai pemain produk halal di pasar global.

Adanya kepastian regulasi yang cukup komprehensif dan adanya lembaga pemerintah sebagai regulator menjadi bukti dukungan pemerintah.

Namun beberapa peraturan operasional perlu dipercepat, pelaksanaan peraturan terutama dalam pengawasan perlu diperkuat. Sinergi antara pemerintah sebagai penerbit sertifikat halal dan MUI sebagai lembaga fatwa halal perlu ditingkatkan.

Untuk dapat bersaing di pasar global, perlu adanya insentif investasi dan perdagangan produk ekspor serta investasi produk halal dari luar negeri.

https://money.kompas.com/read/2023/04/17/060357926/promosi-produk-halal-dalam-persimpangan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke