Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Soal Subsidi Kendaraan Listrik yang Dikritik, Luhut: Kita Tidak Berikan Insentif, Jangan Keliru

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan memastikan tidak ada anggaran negara yang keluar dalam program pemerintah berupa subsidi kendaraan listrik.

Pernyataan itu dia lontarkan dalam acara Konferensi Ekonomi dan Perdagangan Indonesia-China yang berlangsung di Jakarta, sekaligus menjawab berbagai kritikan terkait subsidi kendaraan listrik tersebut.

"Jadi kita tidak memberikan insentif, jangan keliru. Tidak pernah kita menyebutkan insentif. Tetapi yang kita berikan adalah kita potong pajak PPN-nya dari 11 (persen) menjadi 1 persen. Jadi tidak ada uang negara yang keluar," ujarnya Senin (29/5/2023).

Selain itu, penggunaan kendaraan listrik lanjut Luhut, justru bisa mengurangi impor energi Indonesia yang mencapai 35 miliar dollar AS setiap tahunnya.

"Anda tahu, kita impor suplai energi dengan turunannya itu 35 miliar dollar AS per tahun," ucapnya.

Luhut menambahkan, dengan penggunaan kendaraan listrik bisa mengurangi polusi udara terutama di Jakarta.

Pemerintah pun menargetkan peralihan dari bus yang menggunakan bahan bakar minyak (BBM) ke penggunaan bus listrik dalam 5 tahun.

"Jadi ada energy transition, semua sedang berjalan. Jakarta ini air cooling-nya akan jernih. Jadi kalau kita kurangin tadi bus (beralih ke bus listrik), bus itu kita targetkan 5 tahun. Itu kan yang paling jorok (polusinya). Kemudian sepeda motor, kemudian mobil," kata dia.

Kritikan Program Subsidi Kendaraan Listrik

Sebelumnya, Wakil Ketua Bidang Penguatan dan Pengembangan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno mengungkapkan, subsidi kendaraan listrik dianggapnya lebih banyak menguntungkan para investor kendaraan listrik yang sudah terlanjur berinvestasi.

"Tujuan pemerintah memberikan insentif untuk pembelian sepeda motor dan mobil listrik sepertinya lebih untuk menolong industri sepeda motor dan mobil listrik yang sudah telanjur berinvestasi dan berproduksi, tetapi pangsa pasarnya masih sangat kecil, sehingga perlu diberikan insentif," kata Djoko dalam keterangannya, Senin (29/5/2023).

Jika dicermati, lanjut Djoko, program insentif kendaraan listrik ini memang tidak memiliki aturan atau kewajiban bagi pembeli kendaraan listrik untuk melepas kepemilikan kendaraan berbahan bakar minyak yang mereka miliki.

Dosen Teknik Sipil Unika Soegijapranata bilang, insentif berupa subsidi kendaraan listrik itu jangan sampai akhirnya justru dinikmati orang yang tidak berhak atau orang kaya serta memicu kemacetan di perkotaan.

Kritikan lainnya juga disuarakan oleh mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, yang menilai kebijakan subsidi mobil listrik kurang tepat untuk menghadapi persoalan lingkungan hidup.

Hal itu disampaikan Anies saat menyampaikan pidato politik dalam kegiatan relawan Amanat Indonesia di Stadion Tenis Indoor Senayan, Jakarta, Minggu (7/5/2023).

"Kita menghadapi tantangan lingkungan hidup. Itu kenyataan bagi kita. Solusi menghadapi masalah lingkungan hidup, apalagi soal polusi udara, bukanlah terletak di dalam subsidi untuk mobil listrik yang pemilik-pemilik mobil listriknya adalah mereka yang tidak membutuhkan subsidi," kata dia.

Sebab menurut Anies, emisi karbon mobil listrik per kapita per kilometer lebih tinggi dari emisi karbon bus berbahan bakar minyak (BBM). "Kenapa itu bisa terjadi? Karena bus memuat orang banyak, sedangkan mobil memuat orang sedikit," ucap Anies.

https://money.kompas.com/read/2023/05/29/202000826/soal-subsidi-kendaraan-listrik-yang-dikritik-luhut--kita-tidak-berikan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke