Namun pihaknya akan menggunakan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan Strategi (SPHP) yang sudah dibungkus dalam ukuran 5 kilogram. Alasannya agar meminimalisasi penyelewengan beras Bulog oleh orang-orang tidak bertanggung jawab.
"Kalau dulu Bulog operasi pasar bentuk curah, itu hilang, hanya 10 persen ke pasar, paling banyak 20 persen. Sisanya dijual komersil. Jadi rakyat kecil tidak merasakan. Jadi sekarang operasinya bentuk packaging," ujar Budi Waseso saat mengunjungi Pasar Perumnas Klender di Jakarta, Senin (28/8/2023).
Menurut dia, langkah tersebut dilakukan sebagai upaya stabilisasi harga. Sebab ketika operasi pasar menggunakan beras kemasan 50 kilogram, harga beras di pasar justru mahal.
"Pengalaman yang sudah-sudah dikala kita operasi pasar dengan beras isi 50 kilogram atau dengan bentuk curah apalagi sekarang beras Bulog premium, pasti jadinya harganya mahal di lapangan. Jadi masyarakat membelinya bukan beras murah tapi belinya jadi beras premium mahal ya di atas Rp 13.000 per kilogram," jelas dia.
"Sekarang ini kita lihat sendiri beras premium sampai ada yang Rp 16.000 hingga Rp 17.000. Nah ini langkah-langkah pemerintah untuk bagaimana menstabilkan harga, kebutuhan masyarakat bisa terpenuhi, langsung menyentuh di lini-lini terdepan masyarakat," sambung Buwas.
Nantinya beras tersebut akan dijual langsung ke ritel tradisional dengan harga Rp 9.450 per kemasan.
"Ini sedang kita pikirkan. Jadi nanti Bulog juga akan membuat packaging (kemasan) yang 1 kilogram. Jadi masyarakat yang nanti enggak bisa beli 5 kilogram kita akan berikan yang 1 kilogram," kata Buwas.
Sayangnya Buwas belum bisa memastikan kapan produk tersebut akan digelontorkan.
"Kita secepatnya. Pertama kita kan sudah punya produksinya yang 1 kilogram, tinggal nanti kita edarkan kebutuhan masyarakat seperti apa. Yang sekarang sudah ada memang beras komersil yang 1 kilogram," pungkasnya.
https://money.kompas.com/read/2023/08/28/163500526/bulog-tak-lagi-pakai-beras-curah-50-kg-untuk-operasi-pasar-