Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Janji Capres Menolkan Kemiskinan, Bagaimana Jalan Keluarnya?

Ada proyeksi kebijakan yang sophisticated. Saya membayangkan, seperti apa exit strategy-nya. Tentu visi misi capres berbeda dengan omongan penjual obat di pasar.

Contohnya begini. Dalam acara tersebut, ada salah satu capres yang sesumbar mengatakan, “kami akan me-nol-kan angka kemiskinan dan stunting, tidak ada lagi kemiskinan dan stunting di Indonesia kalau kami diberi amanah.”

Sebagai cita-cita boleh-boleh saja. Namun perlu diingat, presiden itu puncak dari national decision maker policy. Jadi sekiranya memaparkan suatu program, tolong dikira-kira, bahwa imajinasi publik bisa menerima, bagaimana exit strategy dengan program yang sifatnya doable.

Saya kasih contoh sederhana. Pemerintahan Jokowi mengalokasikan rata-rata dana Bansos selama 5 tahun terakhir (2019-2023) sekitar Rp 400-an triliun/tahun. Sekitar 13 persen dari total belanja APBN. Atau bila ditotalkan sekitar Rp 1.900 triliun selama lima tahun terakhir.

Dengan angka demikian, selama lima tahun terakhir, pemerintahan Jokowi hanya mampu menurunkan rata-rata angka kemiskinan sebesar 0,7 persen menjadi 9,3 persen dari sebelumnya bertengger di dua digit.

Artinya, untuk me-nol-kan angka kemiskinan, berapa banyak bantalan sosial yang dibutuhkan dari dukungan fiskal untuk menurunkan angka kemiskinan hingga nol persen?

Misalkan anggaran untuk pengentasan kemiskinan bisa dikatrol tiga kali lipat dari saat ini, pertanyaannya bagaimana caranya?

Kapasitas fiskal yang kuat harus dibarengi dengan me-reform sistem penerimaan negara. Termasuk dari sisi taxation revenue.

Dan kalau ditanya ke salah satu capres, berapa tax ratio yang akan dicapai? Jawabannya masih klise.

Anggaran Bansos diambil sebagai contoh karena peruntukan dan tujuannya jelas. Ditujukan untuk 40 persen kelompok masyarakat dengan pendapatan terendah.

Tujuannya untuk melindungi masyarakat kelompok ini dari risiko sosial, meningkatkan kemampuan ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat.

Bagi saya, contoh peta jalan pengentasan kemiskinan yang masuk akal kalau hilirisasi diarahkan pada sektor pertanian.

Rata-rata sektor pertanian itu ada di desa. Bila kita lihat data BPS, kontribusi kemiskinan di desa lebih dari setengah (54,55 persen) terhadap kemiskinan nasional.

Investasi untuk hilirisasi di sektor pertanian sifatnya labour intensive. Dengan demikian, hilirisasi produk pertanian berorientasi ekspor akan memberikan nilai tambah output di sektor pertanian dan menyerap tenaga kerja lebih besar.

Hal yang sama juga diarahkan ke sektor perikanan dan kelautan (osean base oriented).

Hilirisasi tersebut bisa dipadupadankan dengan digitalisasi di sektor pertanian (e-farming). Digitalisasi di sektor pertanian dimulai dari pembiayaan, produksi, pemasaran, hingga pembayaran.

Keempat aspek ini dikolaborasi dalam satu ekosistem digital dalam rangka menciptakan efisiensi dan meningkatkan produktivitas.

Soal e-farming sudah ada evidence base policy-nya, sebagaimana yang sudah dilakukan oleh Bank Indonesia, sebagai bentuk dukungan penguatan produksi pangan di level UMKM.

Perlu dicatat, dari data BPS, garis kemiskinan makanan (GKM) selalu lebih tinggi dari nonmakanan. Artinya nilai pengeluaran minimum untuk kebutuhan makanan yang disetarakan dengan 2100 kilo kalori per kapita per hari lebih tinggi.

Hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor, seperti kenaikan harga komoditi makanan, perubahan pola konsumsi masyarakat, atau penurunan ketersediaan pangan. Dari data BPS per Maret 2023, porsi GKM 74,21 persen, sementara GK-NM 25,79 persen.

GKM lebih besar berarti penduduk miskin harus mengeluarkan proporsi pengeluaran yang lebih besar untuk memenuhi kebutuhan makanan mereka, sehingga mengurangi kemampuan untuk memenuhi kebutuhan non-makanan, seperti perumahan, sandang, pendidikan, dan Kesehatan.

Ketika terjadi inflasi (volatile food inflation), maka kelompok 40 persen ini paling rentan tergerus daya belinya. Jatuh ke liang kemiskinan. Inilah yang perlu dimitigasi.

Oleh sebab itu, hilirisasi di sektor pertanian, perikanan dan kelautan, selain untuk meningkatkan nilai tambah output dan employment, juga memperkuat pasokan kebutuhan dalam negeri dan stabilisasi harga.

Untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi, digitalisasi adalah salah satu dari rantai nilainya.

Menurut saya, inilah contoh-contoh sederhana yang mudah dimengerti, dan publik punya bayangan bagaimana cara menyelesaikannya suatu kebijakan. Termasuk cara menurunkan kemiskinan di Indonesia hingga nol, demikian juga stunting.

https://money.kompas.com/read/2023/11/27/091721726/janji-capres-menolkan-kemiskinan-bagaimana-jalan-keluarnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke