Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kapan Kereta Cepat Whoosh Balik Modal?

KOMPAS.com - PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) mencatat kereta cepat Whoosh telah melayani 1.028.216 penumpang selama 2 bulan beroperasi komersial yakni 17 Oktober-25 Desember 2023.

Sementara jumlah penumpang tertinggi yang dilayani dalam satu hari mencapai 21.500 penumpang, termasuk pada periode Natal 2023 dan Tahun Baru 2024 (Nataru).

Meski antusiasme di awal cukup tinggi di awal-awal operasi, jumlah penumpang tercatat tersebut masih di bawah target yang ditetapkan yakni 30.000 penumpang per hari.

Kapan Kereta Cepat Whoosh balik modal?

Dalam sebuah rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR, Direktur Utama PT KAI Didiek Hartantyo memperkirakan proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) atau Whoosh baru balik modal setelah 38 tahun.

"Sesuai perhitungan feasibility study itu (balik modal) 38 tahun," kata Didiek dikutip pada Sabtu (30/12/2023).

Sementara itu, Direktur Utama KCIC Dwiyana Slamet Riyadi menyampaikan hal serupa.

Ia mengatakan, berdasarkan perhitungan konsultan KCIC proyek kereta cepat ini baru balik modal setelah 38 tahun dengan asumsi jumlah penumpang sesuai target.

"Jadi tentunya konsultan yang kami tunjuk, itu berdasarkan feasibility study itu (balik modal) setelah 38 tahun," kata Dwiyana.

Jumlah utang kereta cepat

Untuk diketahui saja, masa konsesi KCJB terbilang sangat lama yakni mencapai 80 tahun. Bandingkan dengan konsesi jalan tol yang rata-rata adalah 40 tahun dan maksimal 50 tahun.

Setelah dilakukan audit menyeluruh, proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung mengalami pembengkakan biaya sebesar Rp 1,2 miliar dollar AS atau sekitar Rp 18,02 triliun.

Angka tersebut merupakan hasil audit dari setiap negara yang kemudian disepakati bersama. Dengan demikian, biaya total proyek yang berlangsung sejak 2016 itu kini mencapai 7,27 miliar dollar AS atau setara Rp 108,14 triliun.

Dalam keterangan resmi KCIC, struktur pembiayaan KCJB adalah 75 persen dari nilai proyek dibiayai oleh China Development Bank (CBD) dan 25 persen dibiayai dari ekuitas konsorsium.

Dari 25 persen ekuitas dari ekuitas tersebut, sebesar 60 persen berasal dari konsorsium Indonesia karena menjadi pemegang saham mayoritas.

Dengan demikian, pendanaan dari konsorsium Indonesia ini sekitar 15 persen dari proyek, sedangkan sisanya sebesar 85 persen dibiayai dari ekuitas dan pinjaman pihak China, yang awalnya disepakati tanpa jaminan dari Pemerintah Indonesia dan penggunaan APBN.

Namun belakangan pemerintah merevisinya, di mana APBN bisa dikucurkan untuk menyelamatkan proyek ini ancaman mangkrak.

Utang sebesar itu akan dibebankan ke KCIC. Sebagai operator sekaligus pemilik konsesi, pembayaran angsuran pokok maupun bunganya akan ditanggung konsorsium KCIC.

Konsorsium ini melibatkan sembilan perusahaan. Dari Indonesia ada empat BUMN yaitu Wijaya Karya, Jasamarga, Perkebunan Nusantara VIII, dan KAI.

Sedangkan dari China adalah China Railway International Company Limited, China Railway Group Limited, Sinohydro Corporation Limited, CRRC Corporation Limited, dan China Railway Signal and Communication Corp.

BUMN dari Indonesia lalu membentuk badan usaha bernama PT Pilar Sinergi BUMN dan dari China membentuk China Railway. Lalu kedua perusahaan gabungan itu kemudian membentuk konsorsium PT KCIC.

PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia ini kemudian menggenggam saham sebesar 60 persen di PT KCIC. Sementara sisa saham 40 persen dikuasai konsorsium China.

Hitungan balik modal versi Faisal Basri

Berbeda dengan hitungan KAI, Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Faisal Basri, membeberkan perhitungan balik modal Kereta Cepat Jakarta Bandung atau Whoosh setidaknya membutuhkan waktu 100 tahun lebih.

Ia pun membeberkan simulasi dengan hitungan super optimis, di mana hitungannya tersebut sudah mengesampingkan ongkos operasional dan tidak membayar bunga pinjaman.

Yang paling cepat saja, Faisal Basri memperkirakan untuk mengembalikan modal atau nilai investasi senilai di atas Rp 110 triliun dibutuhkan waktu 48,3 tahun.

Dalam skenario ini, Faisal mengasumsikan, kereta cepat yang memiliki kapasitas 601 tempat duduk di setiap rangkain selalu terisi penuh dan memiliki 36 kali perjalanan setiap harinya.

Selain itu asumsi juga mempertimbangkan tarif tiket sebesar Rp 300.000. Adapun nilai investasi diasumsikan sebesar 8 miliar dollar AS, dengan kurs Rp 14.300 per dollar AS, sehingga nilai investasi setara Rp 114,4 triliun.

"Tapi kan ini janji surga, asumsi surga (balik modal Kereta Cepat Jakarta Bandung)," kata Faisal Basri.

Berikutnya, apabila tempat duduk hanya terisi 75 persen, maka waktu yang diperlukan untuk balik modal tentu lebih lama yakni mencapai 64 tahun.

Dalam skenario lainnya, apabila hanya terdapat 30 perjalan setiap harinya, proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung baru akan balik modal dalam 77,3 tahun.

Jika tarif kereta cepat diturunkan menjadi Rp 250.000, waktu pengembalian investasi pun semakin lama, yakni menjadi 92,7 tahun. Apabila kurs diasumsikan menjadi Rp 14.500 per dollar AS, butuh waktu 94 tahun untuk balik modal.

"Sekarang rupiah Rp 15.700 per dollar AS, ganti aja Rp 14.500 jadi Rp 15.700, (pengembalian investasi) 100 tahun," kata Faisal.

Dalam skenario terburuk, Faisal menyebutkan, break even point proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung baru akan tercapai dalam kurun waktu 139 tahun.

Skenario itu dibuat dengan asumsi tingkat okupansi sebesar 50 persen, jumlah perjalanan sebanyak 30 per hari, dan harga tiket Rp 250.000.

"Jika nilai investasi tetap, seat-nya kalau 50 persen tadi (balik modal) 139 tahun," ucap Faisal.

https://money.kompas.com/read/2023/12/30/205836126/kapan-kereta-cepat-whoosh-balik-modal

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke