Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Agenda Besar Indonesia Emas 2045

Semua yang kita alami sungguh dinamikanya luar biasa.

Merujuk pada informasi dari berbagai lembaga dunia dan proyeksi ekonomi dari pakar lokal maupun internasional, berbagai perkembangan dan pertumbuhan yang terjadi di Indonesia saat ini akan menjadi fondasi bagi kemajuan pada 2045.

Agenda pembangunan ekonomi besar itu harus dilakukan dengan hati-hati, karena ini menyangkut masalah ketahanan pangan, hilirisasi, sampe ke masalah reformasi struktural sektor riil dan sektor finansial.

Semua harus dibuat perencanaan konkret dan by design yang baik, tidak boleh serampangan agar stabilitas tetap terjaga.

Negara manapun membutuhkan pertumbuhan ekonomi yang stabil, resilient dan berkelanjutan untuk bisa naik kelas dari Middle Income menjadi Upper Income.

Pertumbuhan ekonomi stabil, resilient dan sustainable membutuhkan kualitas sumber daya manusia unggul, stabilitas sosial dan politik, institusi yang inklusif serta faktor sosial budaya yang mendukung.

Selain kondisi stabil untuk menjadi Upper Income Class dibutuhkan sufficient condition lainnya, yaitu inovasi teknologi, infrastruktur yang baik, perdagangan internasional yang aktif, kebijakan ekonomi efektif dan prudent.

Inovasi dan teknologi dapat meningkatkan produktivitas, sementara infrastruktur yang baik memfasilitasi pertumbuhan ekonomi.

Keterlibatan dalam perdagangan internasional membantu meningkatkan pendapatan ekspor, dan kebijakan ekonomi efektif sehingga dapat mendukung stabilitas ekonomi yang diinginkan.

Dalam Visi Indonesia 2045 dan juga Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2025-2045 (RPJPN), pemerintah berharap Indonesia akan memiliki pendapatan per kapita rata-rata sekitar 32.000 dollar AS pada 2045.

Selain itu, pemerintah juga memiliki tujuan mengurangi ketimpangan dan memberantas kemiskinan.

Namun, seperti di banyak ekonomi berkembang lainnya, Indonesia menghadapi tantangan dalam mencapai target-target tersebut.

Indonesia disebut mengalami gejala “Deindustrialisasi Prematur”. Kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB terus menurun dari 22 persen pada 2010 menjadi 21 persen pada 2022. Ini setelah kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB mencapai puncaknya pada 2002 (31,9 persen).

Selain itu, pertumbuhan sektor manufaktur lebih rendah dari rata-rata nasional sejak 2005. Ini mengindikasikan semakin berkurangnya peran sektor manufaktur sebagai mesin pertumbuhan.

Dengan jumlah anak muda milenial yang berkembang pesat, kekhawatiran tentang populasi yang akan terus menua, dan tantangan nyata dari perubahan iklim, Indonesia harus menemukan cara meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang adil dan berkelanjutan.

Jika tidak, maka kemungkinan besar Indonesia tidak akan dapat mencapai tujuannya untuk mendapatkan status berpenghasilan lebih tinggi pada 2045, terutama ketika tidak lagi dapat memanfaatkan bonus demografi.

Posisi Indonesia dalam ekonomi dunia

Sebagai salah satu negara ekonomi berkembang di dunia, pertanyaannya adalah bagaimana Indonesia harus memosisikan dirinya dalam ekonomi dunia?

Hampir semua negara maju di dunia berpartisipasi dalam perdagangan global dan juga rantai nilai global (GVCs).

Banyak yang menyoroti bahwa partisipasi dalam GVCs dikaitkan dengan pertumbuhan PDB per kapita dan produktivitas tenaga kerja yang lebih tinggi, peningkatan dalam pengurangan kemiskinan, lebih banyak transfer keterampilan serta penciptaan pekerjaan yang seringkali juga menguntungkan tenaga kerja wanita.

Oleh karena itu, jika Indonesia ingin mencapai status berpenghasilan tinggi, maka negara ini harus meningkatkan keterlibatannya dalam ekonomi global dan menjadi lebih terbuka.

Saat ini kita masih melakukan kegiatan ekonomi dunia dalam istilah small open economy.

Namun, data terbaru menunjukkan Indonesia memiliki keterbukaan perdagangan dan daya saing yang relatif lebih rendah. Di antara negara-negara ASEAN, keterbukaan perdagangan Indonesia sebagai rasio dari PDB adalah sekitar 45 persen pada 2022.

Nilai ini jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara tetangga lainnya, seperti Singapura (337 persen), Vietnam (186 persen), Malaysia (141 persen), Thailand (134 persen), dan Filipina (72 persen).

Selain itu, Indonesia dikenal sebagai negara yang relatif membatasi investasi asing. Indonesia secara signifikan meliberalisasi pembatasan investasi internasional dari waktu ke waktu serta melaksanakan reformasi sepihak, meskipun dengan laju yang lebih lambat.

Melihat latar belakang ini, maka pemerintah ke depan memerlukan perbaikan kebijakan yang signifikan untuk mempercepat kemajuan Indonesia menuju negara Indonesia Emas dengan status penghasilan tinggi.

https://money.kompas.com/read/2024/01/27/163039626/agenda-besar-indonesia-emas-2045

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke