Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menyoroti Kenaikan Ketimpangan Pasca-Implementasi UU Desa

Gejala (symtomp) tersebut kontras terlihat jika dibentangkan perbandingan antara rata-rata rasio gini perdesaan Indonesia sebelum dan sesudah implementasi UU Desa.

Terjadi kenaikan rata-rata rasio gini perdesaan sebesar 1,8 persen; dari rata-rata 0,312 di masa sebelum UU Desa (2005 - 2014) ke 0,318 pascaimplementasi UU Desa (2015 - 2023).

Kemudian, pada lingkup situasional tersebut, terdapat petanda (signifier) penting, yaitu kenaikan terjadi seiring pertumbuhan (growth) desa yang ditandai peningkatan rating Indeks Desa Membangun (IDM).

Sejalan dengan studi Smeru (2016), kenaikan ketimpangan pendapatan desa pascaimplementasi UU Desa ditemukan lebih rentan terjadi di desa-desa berstatus maju.

Secara kasuistis, wilayah perdesaan di Pulau Jawa yang secara umum terklasifikasi “maju” berdasarkan pemeringkatan Indeks Desa Membangun (IDM) mengalami peningkatan rasio gini. Tertinggi adalah Provinsi Jawa Barat yang mencapai 11,5 persen.

Sejalan, kenaikan rasio gini perdesaan juga terjadi pada provinsi di Pulau Sumatera yang secara umum telah bertumbuh ke arah klasifikasi “berkembang” dan–bahkan–”maju”. Dalam hal ini, di Provinsi Aceh, rasio gini perdesaan meningkat 8,4 persen.

Meski begitu, kenaikan rasio gini perdesaan di Provinsi Papua Barat juga krusial untuk menjadi perhatian bersama. Sebab, persentase rata-rata kenaikan angka ketimpangan paling signifikan pascapenerapan UU Desa terjadi di wilayah ini, yaitu sebesar 36,9 persen (BPS diolah, 2023).

Ketimpangan desa potensional lebih besar

Data BPS seperti diulas di atas berfaedah sebagai temuan (evidence) awal yang menjadi dasar penelaahan. Meski begitu, data tersebut relatif masih terbatas.

Keterbatasan yang paling nyata adalah bahwa pengukuran rasio gini desa dihitung secara agregat di level provinsi. Bukan agregasi berdasarkan pengukuran rasio gini di level desa (Sjaf, et.al, 2022).

Pada konteks itu, sangat terbuka peluang bahwa angka ketimpangan perdesaan Indonesia lebih besar dari yang dilaporkan.

Hasil studi Data Desa Presisi (DDP) memperlihatkan kesenjangan (gap) angka ketimpangan perdesaan Indonesia (2023) yang signifikan.

Rasio gini perdesaan yang dipublikasikan BPS tahun 2023 adalah 0,313 (ketimpangan rendah). Sementara, hasil studi DDP menunjukkan angka ketimpangan desa yang bervariasi dari mulai 0,40 - 0,50 (ketimpangan sedang) hingga di atas 0,50 (ketimpangan tinggi).

Variasi ketimpangan sedang berada di desa-desa di Pulau Sulawesi (0,48). Sementara, derajat ketimpangan tinggi berada di desa-desa di Pulau Kalimantan (0,71), Bali dan Nusa Tenggara (0,67), Sumatera (0,59), dan Jawa (0,53) (Sjaf, 2023 ; Data Desa Presisi, 2023).

Perlu dijelaskan, angka tersebut berangkat dari metode pendataan DDP yang men-sitesa-kan tiga pendekatan sekaligus, yaitu (1) sensus berbasis rumah tangga, (2) pemetaan spasial menggunakan perangkat drone yang hasilnya adalah peta desa ber-resolusi tinggi dan materialisasi posisi data sensus dalam arti “alamat” dan “koordinat”, serta (3) pelibatan warga dan aparatur desa setempat dalam proses pembangunan data desa (dari mulai pengumpulan data, verifikasi, hingga validasi data).

Seterusnya, dari basis data tersebut, kebaruan (novelty) yang dihasilkan di antaranya adalah pengukuran rasio gini di level desa spesifik.

Adapun rasio gini agregat di level Provinsi hingga Pulau adalah agregasi angka rasio gini dari masing-masing desa yang telah terukur.

Ketimpangan desa dan tantangan pengentasan kemiskinan

Pengentasan kemiskinan adalah isu mendasar (jika tidak dikatakan paling utama) pembangunan. Soedjatmoko, pun demikian Amartya Sen, menekankan betul hal tersebut.

Fokus pembangunan pada prinsipnya adalah manusia. Pada konteks itu, aspek yang vital dari manusia adalah urusan kesejahteraan (Soedjamoko, 2010 ; Amartya Sen, 2016).

Sejumlah hasil studi menunjukkan pola relasi antara ketimpangan pendapatan dan kemiskinan.

Studi Smeru (2016), misalnya, berujung temuan bahwa peningkatan ketimpangan pendapatan berkontribusi terhadap pelambatan laju penurunan kemiskinan di Indonesia.

Lalu, UNDP (2015) dalam publikasinya melaporkan bahwa keberhasilan pengentasan kemiskinan di banyak negara di Indonesia diperkuat oleh faktor penurunan ketimpangan pendapatan.

Sementara, Mussa (2014) dalam penelitiannya menemukan bukti empiris bahwa kenaikan ketimpangan pendapatan berkontribusi terhadap kenaikan angka kemiskinan.

Peningkatan ketimpangan pendapatan perdesaan Indonesia pascaimplementasi UU Desa, dengan demikian, adalah ‘lampu kuning’ tanda waspada yang perlu direspons serius.

Terlebih, atas dasar fakta bahwa wilayah perdesaan Indonesia hingga saat ini masih menjadi locus kontributor kemiskinan dominan di Indonesia.

Dalam hal ini, indikator-indikator utama kemiskinan seperti Persentase Kemiskinan (P1), Indeks Keparahan Kemiskinan (P2), dan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P3), hingga saat ini masih mengarah ke wilayah perdesaan sebagai akar masalah.

Sejatinya, otonomi desa ditujukan sebagai instrumen pencapaian tujuan pemerataan. Untuk mencapai visi itu, desa diberikan rekognisi berikut dukungan fiskal–dalam bentuk Dana Desa–yang telah bergulir sebanyak total Rp 539 triliun sepanjang tahun 2015 hingga 2023 (Kemenkeu, 2023).

‘Lampu kuning’ yang menyala dari fenomena peningkatan ketimpangan pendapatan perdesaan Indonesia adalah pengingat (reminder) bahwa aksi pembangunan desa yang disponsori UU Desa keluar jalur.

Sehingga, perlu ada langkah pembenahan sebelum guliran persoalannya bertambah rumit dan berujung kegagalan pembangunan.

Sebuah kerugian yang tidak hanya merujuk pada konteks anggaran publik yang dialokasikan, tetapi yang lebih penting adalah kesejahteraan rakyat desa itu sendiri.

Langkah prioritas pembenahan adalah basis data desa yang aktual dan komprehensif sebagai dasar kebijakan pembangunan desa.

Data tersebut dioperasikan dalam tiap tahapan; (1) perencanaan, (2) evaluasi berbasis pengukuran indikator aktual desa, dan akhirnya (3) rekomendasi yang dikonkretkan dalam aksi tindak lanjut.

Pada kasus ketimpangan pendapatan desa, data desa yang komprehensif adalah urgensi. Data pada derajat kualifikasi demikian mampu mematerialkan distribusi pendapatan aktual rakyat desa dari jenjang kelompok ekonomi atas hingga kelompok miskin dalam petanda (1) identitas rumah tangga, (2) alamat, dan (3) koordinat.

Dengan materialisasi data seperti demikian, maka program dan kegiatan pembangunan desa akan terarah sesuai tujuan.

Determinan ketimpangan pendapatan desa, yaitu rumah tangga miskin dan rentan-miskin bisa diintervensi secara tepat sasaran sesuai dengan kondisi kehidupan masing-masing.

Menutup tulisan ini, desa hari ini adalah ‘magnet’. Mengutip istilah Foucault, “politisitas” desa sedemikian besarnya sehingga tampil menawan di ranah dinamika kebijakan.

Isu kenaikan Dana Desa hadir di ruang publik. Tidak kalah ‘berisik’, adalah soal rentang masa jabatan kepala desa.

Persoalannya, tanpa data desa yang ajeg, mau dibawa kemana sesungguhnya otonomi desa? Apakah sebatas soal alokasi anggaran yang lalu dipungkas dengan pemeringkatan IDM? Atau, apakah sebatas urusan penciptaan arena politik di desa?

Mestinya: lebih dari itu. Sebab, di setiap angka (penduduk) yang dihitung dalam formulasi Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pilkades dan formulasi Dana Desa, ada jiwa yang patut dipertanggung-jawabkan. Patut sejahtera.

https://money.kompas.com/read/2024/03/03/085029126/menyoroti-kenaikan-ketimpangan-pasca-implementasi-uu-desa

Terkini Lainnya

Harga Bahan Pokok Jumat 17 Mei 2024, Harga Cabai Rawit Merah Naik

Harga Bahan Pokok Jumat 17 Mei 2024, Harga Cabai Rawit Merah Naik

Whats New
IHSG Bakal Lanjut Menguat Hari Ini, Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

IHSG Bakal Lanjut Menguat Hari Ini, Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

Whats New
Wall Street Berakhir di Zona Merah, Dow Sempat Sentuh Level 40.000

Wall Street Berakhir di Zona Merah, Dow Sempat Sentuh Level 40.000

Whats New
KB Bank Dukung Swasembada Pangan lewat Pembiayaan Kredit Petani Tebu

KB Bank Dukung Swasembada Pangan lewat Pembiayaan Kredit Petani Tebu

BrandzView
5 Cara Transfer BRI ke BCA Lewat ATM hingga BRImo

5 Cara Transfer BRI ke BCA Lewat ATM hingga BRImo

Spend Smart
Diajak Bangun Rute di IKN, Bos MRT: Masih Fokus di Jakarta

Diajak Bangun Rute di IKN, Bos MRT: Masih Fokus di Jakarta

Whats New
Sertifikasi Halal UMKM Ditunda, Kemenkop-UKM Terus Lakukan  Sosialisasi dan Dorong Literasi

Sertifikasi Halal UMKM Ditunda, Kemenkop-UKM Terus Lakukan Sosialisasi dan Dorong Literasi

Whats New
Pesawat Garuda yang Terbakar di Makassar Ternyata Sewaan, Pengamat Sarankan Investigasi

Pesawat Garuda yang Terbakar di Makassar Ternyata Sewaan, Pengamat Sarankan Investigasi

Whats New
Prabowo Yakin Ekonomi RI Tumbuh 8 Persen, Standard Chartered: Bisa, tapi PR-nya Banyak...

Prabowo Yakin Ekonomi RI Tumbuh 8 Persen, Standard Chartered: Bisa, tapi PR-nya Banyak...

Whats New
Gara-gara Miskomunikasi, Petugas PT JAS Jatuh dari Pintu Pesawat di Bandara Soekarno-Hatta

Gara-gara Miskomunikasi, Petugas PT JAS Jatuh dari Pintu Pesawat di Bandara Soekarno-Hatta

Whats New
Utang Rp 14,5 Triliun untuk Bangun Rute Baru MRT Akan Dibayar Pakai APBN-APBD

Utang Rp 14,5 Triliun untuk Bangun Rute Baru MRT Akan Dibayar Pakai APBN-APBD

Whats New
Lupa Bawa Kartu? Ini Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu di ATM BCA

Lupa Bawa Kartu? Ini Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu di ATM BCA

Work Smart
Alfamart soal Tukang Parkir Liar: Cuekin Aja

Alfamart soal Tukang Parkir Liar: Cuekin Aja

Whats New
Laju Kredit BTN hingga April 2024 Bergerak Menuju Target

Laju Kredit BTN hingga April 2024 Bergerak Menuju Target

Whats New
Sejak 2019, MRT Jakarta Layani 106,51 Juta Penumpang

Sejak 2019, MRT Jakarta Layani 106,51 Juta Penumpang

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke