Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Dewan Periklanan Indonesia Tolak Larangan Iklan Rokok di RPP Kesehatan

Ketua DPI M Rafiq mengatakan, sudah mengirimkan surat ke Istana Negara hingga Kementerian Kesehatan untuk dilibatkan dalam pembahasan RPP Kesehatan. Namun, surat tersebut belum direspons oleh pemerintah.

"Kami juga bersurat ke Istana Negara dengan tembusan hampir semua menteri ada Menko Maves, kita tembuskan juga ke Sekretariat Negara, kita tembuskan juga ke Menteri Kesehatan, kita tembuskan juga ke DPR," kata Rafiq dalam Konferensi Pers di Jakarta Selatan, Selasa (28/5/2024).

Rafiq mengatakan, pihaknya meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk meninjau ulang pasal-pasal pelarangan iklan, promosi, dan sponsorship produk tembakau di RPP Kesehatan.

Ia juga meminta agar regulasi tersebut tidak disahkan tanpa adanya pelibatan DPI sebagai perwakilan dari industri periklanan dan kreatif.

"Rencana aturan yang masih menuai polemik ini nantinya dapat menghambat pengembangan industri ekonomi kreatif, yang telah menjadi komitmen kuat baik bagi pemerintahan saat ini dan pemerintahan selanjutnya di bawah Presiden dan Wakil Presiden Prabowo-Gibran," ujarnya.

Rafiq mengatakan, iklan rokok sudah diatur dalam berbagai pengaturan yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang ditetapkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

ia mengatakan terdapat rambu-rambu tentang iklan rokok telah diatur dalam Etika Pariwara Indonesia (EPI). Zeluruh peraturan dan ketentuan tersebut telah dipatuhi secara disiplin oleh pelaku industri kreatif.

"Sebelum pandemi, tenaga kerja di sektor ekonomi kreatif mencapai sekitar 1 juta orang, pasca-pandemi tersisa 750.000 orang. Jika pengaturan iklan, promosi, dan sponsorship produk tembakau ditetapkan di RPP Kesehatan, maka kami khawatir angka tenaga kerja tersebut bisa kembali merosot,” tuturnya.

Lebih lanjut, Rafiq mengatakan, apabila RPP Kesehatan tersebut disahkan, maka industri televisi akan kehilangan pendapatan sekitar Rp 9 triliun per tahun lantaran tak bisa bekerja sama dengan perusahaan rokok.

"Begitu juga di radio akan kehilangan kue iklan cukup besar, teman-teman di Indonesia Digital Association, dan teman-teman di perusahaan periklanan Indonesia," ucap dia.

Adapun pemerintah saat ini tengah menyusun draf atau Rancangan Peraturan Pemerintah turunan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (RPP Kesehatan).

Rencananya, RPP itu akan memuat sejumlah pengendalian produksi, penjualan, dan sponsorship produk tembakau. Namun demikian, RPP itu dinilai bisa mengancam keberlangsungan Industri Hasil Tembakau (IHT).

Berdampak luas

Pada akhir tahun lalu, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomi (Kemenko Perekonomian) mengatakan, penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan masih dalam pembahasan dan belum menemukan kesepakatan khususnya terkait pengamanan zat adiktif.

"Penyusunan RPP pelaksana UU 17/2023 tentang Kesehatan yang saat ini sedang dilaksanakan oleh Kemenkes masih berlangsung, diskusi dan pembahasan hingga saat ini belum menemukan kesepakatan di beberapa substansi terkait pengamanan zat adiktif," kata Asisten Deputi V Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri, Kemenko Perekonomian Eko Haryanto dalam diskusi publik di Hotel Manhattan, Jakarta, Rabu (20/12/2023).

Eko mengatakan, substansi aturan yang dibahas dalam RPP Kesehatan di antaranya yaitu, penetapan kadar tar dan nikotin produk tembakau, barang tambahan, jumlah produk dalam kemasan, penjualan produk tembakau, peringatan kesehatan, iklan promosi dan sponsor.

Ia mengatakan, RPP tersebut akan menimbulkan dampak yang luas (Multiplier effect) bila diatur tanpa berpedoman pada asas keadilan. Selain berdampak terhadap industri hasil tembakau (IHT), aturan tersebut akan berdampak terhadap semua sektor rantai pasok dari hulu hingga hilir.

"Seperti petani tembakau, petani cengkeh, tenaga kerja industri, dan distributor ritel baik dari skala besar maupun mikro. Dampak multiplier effect ini juga merambah ke sektor lain seperti industri kreatif khususnya jasa periklanan," ujarnya.

Lebih lanjut, Eko mengatakan industri hasil tembakau (IHT) merupakan salah satu industri strategis yang berkontribusi terhadap perekonomian nasional melalui penyerapan tenaga kerja dan penerimaan negara berupa cukai.

"Sebagaimana kita ketahui, rantai pasok industri ini menyerap 2,5 juta orang sepanjang rantai pasok, mulai dari petani tembakau, petani cengkeh, tenaga kerja industri, distributor dan lainnya," ucap dia.

https://money.kompas.com/read/2024/05/28/124426726/dewan-periklanan-indonesia-tolak-larangan-iklan-rokok-di-rpp-kesehatan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke