Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

29 Eks Karyawan Perum PPD Gelapkan Dana, Potensi Kerugian Rp 23,19 Miliar

JAKARTA, KOMPAS.com - Perum Damri menemukan adanya indikasi fraud pada Perum Pengangkutan Penumpang Djakarta (PPD) dengan potensi kerugian Rp 23,19 miliar. Hal ini diketahui setelah merger atau penggabungan kedua perusahaan.

Adapun Perum PPD resmi bergabung ke Perum Damri pada 6 Juni 2023 lalu seiring terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 30 Tahun 2023.

Direktur Utama Perum Damri Setia N Milatia Moemin mengatakan, indikasi fraud ditemukan setelah perusahaan melakukan audit khusus terhadap 25 eks karyawan Perum PPD yang diduga terlibat dalam rekayasa pertanggungjawaban fiktif.

"Dan di sini kami mohon dukungan dari seluruh anggota DPR yang terhormat, seluruh anggota Komisi sidang yang terhormat, agar kami bisa menyelesaikan hal ini," imbuh Setia.

Ia mengaku sudah melaporkan temuan indikasi penggelapan dana tersebut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 20 April 2023, 12 Mei 2023 dan 29 Mei 2023, serta telah mendapat respons dari Direktorat Gratifikasi dan Pelayanan Publik KPK.

Kemudian melakukan koordinasi dengan Tim Kawal BUMN, yang disarankan untuk Perum Damri meminta bantuan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) agar dilakukan audit dengan tujuan tertentu.

Satuan Pengawasan Internal (SPI) Perum Damri pun telah melakukan beberapa kali ekspose atas pemeriksaan tersebut kepada BPKP Pusat dan BPKP Perwakilan DKI Jakarta.


"Berdasarkan surat kepala perwakilan BPKP DKI Jakarta, (dari hasil telaah diketahui) SPI telah menemukan perbuatan fraud terhadap 29 pimpinan/karyawan eks Perum PPD dengan dengan nilai kerugian perusahaan Rp 23,19 miliar," jelasnya.

Kendati begitu, BPKP Perwakilan DKI Jakarta tidak bisa melakukan audit tujuan tertentu atas kasus tersebut. Lantaran, sebelum penggabungan kedua perusahaan di Juni 2024, sudah mengadukan temuan kepada KPK.

Maka dari itu, penanganan kasus ini masih berada di ranah KPK. BPKP pun menyarankan sejumlah hal atas indikasi fraud ini, yakni Perum Damri perlu untuk melakukan klarifikasi terhadap 29 pimpinan/karyawan tersebut.

"Jadi kami sudah melakukan klarifikasi, tapi ada 10 pimpinan/karyawan yang sampai hari ini belum bisa kami klarifikasi karena menolak datang," ungkapnya.

Perum Damri juga disarankan untuk pimpinan/karyawan yang sudah diklarifikasi membuat Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM) sebagai dasar pencatatan piutang perusahaan pada karyawan tersebut.

Selain itu, disarankan untuk memonitor atau menindaklanjuti pengembalian dana ke kas perusahaan atas kejadian fraud tersebut. Serta, Tim SPI dapat didampingi BPKP dalam penanganan kasus tersebut dalam bentuk coaching clinic.

Setia menyebutkan, dari upaya yang dilakukan Perum Damri, saat ini sudah ada pengembalian dana oleh sebagian pimpinan/karyawan tersebut sebesar Rp 2,62 miliar dari total potensi kerugian Rp 23,19 miliar.

"Jadi memang ada beberapa yang punya niat baik dan mengembalikan dana tersebut," kata dia.

Penanganan kasus ini juga dihadapkan bahwa salah satu dari 29 pimpinan/karyawan tersebut, masih berproses di Polda Metro Jaya dan Mabes Polri atas kasus tindak pidana penipuan dan penggelapan.

Selain itu, di luar dari kasus salah satu pimpinan/karyawan tersebut, ada juga kasus yang masih berproses di Polda Metro Jaya dan Mabes Polri atas tindak pidana penipuan dan penggelapan kepada beberapa pihak yang diindikasikan bagian dari upaya pencucian uang yang berasal dari rekening Perum PPD ke 19 perusahaan.

Kemudian pada Perum PPD juga ditemukan terdapat utang pajak pertambahan nilai (PPN) yang ditarik dari pihak ketiga namun tidak disetorkan perusahaan ke negara, serta ada utang pajak penghasilan (PPh) dan utang pajak bumi dan bangunan (PBB) dengan total Rp 44 miliar per Juni 2023.

Tak hanya itu, dari hasil penelitian BPKP ditemukan adanya indikasi rekayasa pencatatan keuangan yang dilakukan Perum PPD. Setia pun sudah meminta asistensi dari BPKP terkait persoalan rekayasa pencatatan keuangan ini.

"Adanya indikasi rekayasa pencatatan keuangan dengan membukukan piutang di depan pada tahun 2019 dari pihak pemberi tugas sebesar Rp 37 miliar, tetapi tidak di-backup dengan dokumen-dokumen kesepakatan piutang tersebut, sehingga sampai saat ini pemberi tugas tidak mengakui timbulnya piutang tersebut," paparnya.

"Jadi sampai sekarang kita dispute dengan pemberi tugas atau dalam hal ini Transjakarta, karena Transjakarta tidak mau mengakui timbulnya utang tersebut karena dokumennya tidak bisa dibuktikan," imbuh Setia.

Maka dari itu, dari banyaknya temuan fraud yang ada pada Perum PPD, Setia berharap mendapatkan dukungan dari pihak DPR RI untuk mendorong percepatan penanganan kasus yang sedang berproses di Polda Metro Jaya, Mabes Polri, maupun KPK sebagai dukungan pemberantasan tidak korupsi.

"Mohon kiranya kami bisa di-support untuk hal ini, agar proses-proses tersebut bisa terus bergulir dan berjalan. Kami juga sudah minta arahan Kementerian BUMN untuk menginformasikan hal ini kepada DPR," tutupnya.

https://money.kompas.com/read/2024/06/12/105000926/29-eks-karyawan-perum-ppd-gelapkan-dana-potensi-kerugian-rp-23-19-miliar

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke