Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Negara Miskin Ingin "Penjajahan" Diakhiri

Kompas.com - 01/08/2008, 08:58 WIB

PARIS, JUMAT - Direktur Jenderal Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) Pascal Lamy mengatakan, gagalnya perundingan WTO memperlihatkan sikap negara berkembang yang menginginkan praktik ”kolonial” diakhiri.

”Pada saat ini negara berkembang ingin menyeimbangkan kekuatan, khususnya mengenai subsidi pertanian yang mereka pandang sebagai warisan dari masa lalu. Saya rasa pandangan ini benar,” ujar Lamy di sebuah radio di Paris, Kamis (31/7).

”Penjajah selalu memimpin tarian, bukan negara yang dijajah,” lanjutnya.

Lamy mengatakan, negosiasi terbaru itu telah memperlihatkan adanya kekuatan dunia baru yang dipelopori India, China, dan Brasil, yang ingin meninggalkan jejaknya pada perdagangan dunia.

Delegasi lain, Menteri Luar Negeri Norwegia Jonas Gahr Stoere, menulis artikel di sebuah koran dan menyebutkan, ”Saya telah menyaksikan kebangkitan kekuatan baru yang mewakili semua negara dan mempertahankan hak mereka.”

Perundingan WTO gagal setelah para delegasi bertemu secara maraton selama sembilan hari. Kesepakatan mengenai besaran subsidi dan tarif impor dalam kerangka Putaran Doha tidak tercapai.

Perundingan mengenai masalah ini sudah dibahas selama tujuh tahun terakhir. Kegagalan ini dapat dikatakan merupakan yang terparah dari serangkaian pertemuan dan negosiasi soal perdagangan dunia.

Pembicaraan terhenti setelah India, salah satu kekuatan ekonomi besar, dan AS, negara dengan perekonomian terkuat, tidak mencapai kata sepakat tentang bagaimana negara miskin dapat menaikkan tarif impor untuk melindungi petani mereka dari serbuan impor produk pertanian.

AS menolak usulan India dan China bahwa negara berkembang diperbolehkan menaikkan tarif impor pertanian sebesar 25 persen jika volume impor naik 15 persen. Washington bersikeras kenaikan tarif impor dapat dilakukan jika kenaikan impor mencapai 40 persen.

India berpendapat pagu sebesar 40 persen itu terlalu tinggi. Pada saat impor sudah naik sebanyak itu, akan banyak petani yang bunuh diri karena frustrasi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com