JAKARTA, KOMPAS.com — Saat ini di Indonesia belum ada harga patokan untuk bahan bakar nabati (BBN). Harga yang ada saat ini sekitar Rp 9.000 per liter.
Ketua Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Purnardi di Jakarta, Rabu (27/5), mengatakan, harga tersebut terlalu tinggi bagi masyarakat, sementara untuk kalangan industri tidak mengalami masalah.
Harga patokan ini, katanya, tergantung pada harga patokan dari pemerintah. Namun, harga itu belum diterbitkan menjadi peraturan pemerintah (PP) karena sedang dirumuskan oleh Departemen Energi Sumber Daya Mineral (ESDM).
Supaya penggunaan BBN di masyarakat lebih banyak, pihaknya mengusulkan agar pemerintah memberikan subsidi sebesar Rp 2.000 per liter.
Purnardi menjelaskan, besar kecilnya subsidi ini juga tergantung pada harga bahan baku yang digunakan untuk produksi. Bahan baku untuk BBN di Indonesia saat ini sebagian besar digunakan dari tetes tebu dan singkong. "Padahal, kita memiliki potensi untuk memproduksi BBN, terutama untuk biodiesel dan bioethanol," ujarnya.
Saat ini, BBN sudah mampu memenuhi kebutuhan minimum dengan penghematan devisa dan perbaikan lingkungan serta kesehatan.
BBN merupakan satu-satunya bahan bakar pengganti energi dalam bentuk cair, dan saat ini banyak digunakan untuk industri farmasi dan kosmetik.
Aprobi menargetkan pada 2010, pihaknya mampu memproduksi BBN jenis bioethanol sekitar 214.541 kiloliter, pada tahun 2009 ini, kapasitas produksi bioethanol sebesar 93.000 kiloliter.