Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Seharusnya Pajak Kendaraan 100 Persen untuk Jalan

Kompas.com - 06/08/2009, 08:27 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Kewajiban bagi pemerintah daerah hanya mengalokasikan 10 persen dari penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor Progresif dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor untuk infrastruktur jalan dinilai terlalu kecil. Seharusnya, 90-100 persen penerimaan berbagai pajak dari kendaraan bermotor untuk infrastruktur jalan.

Pengamat pajak Darussalam yang dihubungi di Jakarta, Rabu (5/8), mengkritik aturan pengalokasian yang diatur dalam Rancangan Undang-Undang Pajak Kendaraan Bermotor Progresif dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor yang segera diajukan ke Sidang Paripurna DPR guna disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang.

”Angka 10 persen adalah angka yang sangat kecil untuk dialokasikan pada infrastruktur jalan. Sebaiknya dana yang dialokasikan itu mencapai 90-100 persen dari hasil penerimaan pajak-pajak terkait kendaraan bermotor itu,” ujar Darussalam.

Dengan demikian, sebagian besar dana yang dihimpun dari pajak kendaraan akan langsung diterima manfaatnya oleh masyarakat pemakai dan pengguna jalan raya. Ini penting karena prinsip pajak daerah berbeda dengan pajak yang dikelola pemerintah pusat.

”Setiap penerimaan pajak daerah harus langsung dinikmati penduduknya. Sedangkan pajak pusat masih bisa digunakan untuk hal lain. Apalagi tidak ada penjelasan yang bisa menunjukkan penggunaan 90 persen hasil pemungutan pajak kendaraan itu nantinya,” ujar Darussalam.

Saat ini ada sekitar 45 juta kendaraan bermotor di Indonesia dengan 11,68 juta kendaraan roda empat atau lebih dan sisanya sepeda motor. Data statistik tahun 2008 ini juga menyebutkan, sekitar 8,8 juta kendaraan roda empat atau lebih berada di Jawa dan Sumatera.

Saat ini 3.000 kilometer dari 36.000 kilometer jalan nasional di negeri ini sudah berakhir usia teknisnya yang memang didesain hanya untuk 10 tahun. Merekonstruksi 3.000 kilometer jalan nasional ini jelas mustahil jika mengandalkan APBN Departemen Pekerjaan Umum karena butuh Rp 36 triliun, dua kali lipat anggaran bagi Jasa Marga Departemen Pekerjaan Umum.

Dari fakta ini, alokasi dana 10 persen dari penerimaan pajak kendaraan bermotor untuk perbaikan infrastruktur jalan jelas sedikit. Berdasarkan hitungan Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Harry Azhar Azis, kemarin, pemerintah daerah akan mendapat minimal Rp 24,4 triliun dari Pajak Kendaraan Bermotor Progresif.

Menurut Harry, penerimaan ini sekitar 70 persen dari total pendapatan asli daerah di Indonesia. Angka ini belum memperhitungkan potensi penerimaan dari pajak daerah lain yang diserahkan pemerintah pusat, seperti Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan senilai Rp 26 triliun setahun.

”Belum lagi penerimaan dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang saat ini mencapai Rp 7 triliun per tahun. Jika diasumsikan pertumbuhan penerimaan BPHTB mencapai 20 persen per tahun, pada tahun kelima potensi penerimaannya bisa mencapai Rp 14 triliun,” ungkap Harry.

Dalam RUU pajak itu ditetapkan hanya ada lima jenis pajak yang diperkenankan menjadi sumber penerimaan provinsi, yakni Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Air Permukaan, dan Pajak Rokok.

Poin khusus yang hanya ditemukan dalam RUU ini adalah aturan tegas yang mengharuskan penggunaan hasil penerimaan pajak daerah hanya untuk tujuan tertentu. Itu antara lain wajib mengalokasikan 10 persen dari penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor untuk pemeliharaan dan pembangunan infrastruktur jalan.

Bertolak belakang

Ketua Umum Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) Gunadi Sindhuwinata mengecam RUU pajak kendaraan bermotor ini yang, menurut dia, bertolak belakang dengan sikap pemerintah yang acap kali mendorong industri otomotif untuk menggunakan komponen dalam negeri.

”Dampak turunannya semestinya dipertimbangkan kembali oleh pemerintah, bukan sekadar memberi keleluasaan bagi pemerintah daerah untuk mengeruk pendapatannya,” ujar Gunadi berkaitan dengan RUU pajak yang bertujuan meredam pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor di negeri ini.

Gunadi menilai langkah pengenaan pajak untuk kendaraan bermotor ini karena pemerintah tidak mampu menyediakan dan membangun infrastruktur jalan.

Berdasarkan data, rata-rata pertumbuhan kendaraan penumpang hingga tahun 2007 mencapai 20,32 persen, mobil beban (truk) 21,57 persen, mobil bus 33,92 persen, dan sepeda motor 20,91 persen.

Menurut Gunadi, industri otomotif seharusnya didukung karena dalam penyusunan Visi 2030 dan Roadmap Industri 2015 Kadin Indonesia, industri ini dipandang sebagai motor penggerak ekonomi. Industri otomotif mampu menghidupkan industri baja dan juga industri komponen. (OIN/OSA/RYO)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com