Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Bagi Hasil, Pemerintah Pusat Hanya Undang Sumut

Kompas.com - 13/10/2009, 20:18 WIB

MEDAN, KOMPAS.com — Pemerintah pusat melalui Kantor Menteri Koordinator Perekonomian mengundang Pemerintah Provinsi Sumatera Utara untuk mendiskusikan keinginan bagi hasil perkebunan serta laba Badan Usaha Milik Negara yang beroperasi di daerah. Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Utara RE Nainggolan mengatakan tak akan menyerah begitu saja jika pemerintah pusat menolak keinginan bagi hasil perkebunan dan laba Badan Usaha Milik Negara.

"Kami diundang mendiskusikan tuntutan bagi hasil perkebunan dan profit sharing BUMN yang beroperasi di daerah oleh Menko Perekonomian di Jakarta, Rabu (14/10). Pertemuan ini juga rencananya dihadiri oleh dirjen dari beberapa departemen dan direktur Angkasa Pura serta Pelindo," kata Nainggolan, Selasa.

Meski tuntutan bagi hasil disuarakan oleh 19 provinsi, termasuk Sumut, tetapi dalam pertemuan di Kantor Menko Perekonomian ini, pemerintah daerah yang hadir hanya Pemprov Sumut. Nainggolan menjelaskan, kemungkinan hal tersebut karena pemerintah pusat merespons permintaan resmi yang diajukan melalui surat Gubernur Sumut Syamsul Arifin kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

"Kami memang berkirim surat secara resmi ke Presiden terkait permintaan bagi hasil perkebunan dan profit sharing BUMN. Kemungkinan pertemuan ini menindaklanjuti surat yang kami kirim. Selain mungkin, Sumut dianggap merepresentasikan tuntutan bagi hasil sektor perkebunan bagi daerah-daerah lain yang juga punya tuntutan sama," kata Nainggolan.

Pemprov Sumut, lanjut Nainggolan, menyadari kemungkinan pemerintah pusat menolak tuntutan bagi hasil perkebunan dan laba BUMN, mengingat belum ada aturan teknis perundangan yang mengaturnya. Saat ini baru bagi hasil ke daerah hanya dari sektor minyak dan gas serta kehutanan yang diatur oleh undang-undang.

"Kami tidak akan berhenti berjuang begitu saja. Seandainya pemerintah pusat masih menolak, kami tetap berjuang. Namanya juga undang-undang, masih mungkin berubah. Ya kami akan berupaya agar mengubah perundang-undangan yang ada agar bagi hasil sektor perkebunan ini diatur juga," ujarnya.

Beberapa waktu lalu, Kepala Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sumut Sjafaruddin mengatakan, Sumut memang harus mencari potensi pendapatan asli daerah di luar penerimaan pajak kendaraan bermotor dan bea balik kendaraan bermotor (PKB dan BBNKB). Salah satu yang berpotensi besar untuk bisa diraih adalah bagi hasil dari sektor perkebunan dan laba BUMN. Sebab, untuk sektor migas, Sumut tak memiliki banyak ladang minyak dan gas besar, seperti Provinsi Aceh atau Riau.

Namun, menurut Nainggolan, kengototan Pemprov Sumut meminta bagi hasil bukan semata-mata karena sumber PAD yang terbatas. "Ini tidak hanya karena persoalan keterbatasan sumber PAD Sumut, tetapi juga selama ini pemerintah daerah ikut mendorong produktivitas perkebunan dan mendukung keberadaan BUMN di daerah meraih laba," kata Nainggolan.

Dia mencontohkan infrastruktur jalan dan jembatan yang dibangun Pemprov Sumut ikut melancarkan aktivitas perusahaan perkebunan. "Fasilitas yang kami bangun juga ikut mendukung kenyamanan konsumen Angkasa Pura maupun Pelindo. Itu kan sama artinya kami turut membantu BUMN-BUMN tersebut meraih laba dalam jumlah besar selama beroperasi di Sumut. Jadi semua tuntutan ini wajar jika dikaitkan upaya kami menuntut bagi hasil perkebunan maupun laba BUMN," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi 'Feeder' bagi Malaysia dan Singapura

Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi "Feeder" bagi Malaysia dan Singapura

Whats New
Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

Whats New
Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

Whats New
Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

Whats New
Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

Whats New
Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen pada  Kuartal I 2024

Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen pada Kuartal I 2024

Whats New
Bappenas Buka Lowongan Kerja hingga 5 Mei 2024, Simak Persyaratannya

Bappenas Buka Lowongan Kerja hingga 5 Mei 2024, Simak Persyaratannya

Work Smart
Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045, Kemenko Perekonomian Berupaya Percepat Keanggotaan RI dalam OECD

Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045, Kemenko Perekonomian Berupaya Percepat Keanggotaan RI dalam OECD

Whats New
Indonesia dan Arab Saudi Sepakat Menambah Rute Penerbangan Baru

Indonesia dan Arab Saudi Sepakat Menambah Rute Penerbangan Baru

Whats New
BJBR Bukukan Laba Rp 453 Miliar pada Kuartal I 2024

BJBR Bukukan Laba Rp 453 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Microsoft Investasi Rp 27,6 Triliun di RI, Luhut: Tidak Akan Menyesal

Microsoft Investasi Rp 27,6 Triliun di RI, Luhut: Tidak Akan Menyesal

Whats New
May Day 2024, Pengemudi Ojek Online Tuntut Status Jadi Pekerja Tetap

May Day 2024, Pengemudi Ojek Online Tuntut Status Jadi Pekerja Tetap

Whats New
BTN Imbau Masyarakat Tak Tergiur Penawaran Bunga Tinggi

BTN Imbau Masyarakat Tak Tergiur Penawaran Bunga Tinggi

Whats New
ADRO Raih Laba Bersih Rp 6,09 Triliun pada Kuartal I 2024

ADRO Raih Laba Bersih Rp 6,09 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Elnusa Bukukan Laba Bersih Rp 183 Miliar di Kuartal I-2024

Elnusa Bukukan Laba Bersih Rp 183 Miliar di Kuartal I-2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com