Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PLN Pun Sering Ingkar Jadwal Pemadaman

Kompas.com - 12/11/2009, 05:02 WIB
JAKARTA,KOMPAS.com - Akumulasi kejengkelan kian meluncur ke alamat Perusahaan Listrik Negara. Kalangan pengusaha kesal bukan saja karena listrik yang sering padam, tetapi PLN juga sering ingkar jadwal pemadaman yang ada. Selain Jakarta dan sekitarnya, kerugian akibat pemadaman juga terasa, antara lain, di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ernovian G Ismy di Jakarta, Rabu (11/11), mengatakan, pengeluaran biaya listrik untuk industri tekstil sebesar 15-20 persen dari seluruh total biaya produksi. Biaya ini mencapai 25 persen untuk industri serat tekstil.

”Bagi industri, sebetulnya kepastian jadwal pemadaman juga harus ditepati PLN. Sudah sering terjadi pemadaman ternyata tidak pernah sesuai dengan jadwalnya,” kata Ernovian. Perencanaan produksi menjadi tidak pasti. Padahal, industri harus mengejar pesanan.

PLN juga sangat tidak fair. Menurut Ernovian, pemadaman dilakukan pada siang hari hingga sekitar pukul 20.00. Saat listrik hidup lagi, industri dihadapkan pada biaya daya maksimum. Agar menghemat, industri menunggu beroperasi lagi pukul 22.00. Kondisi ini membuat industri sulit mengejar waktu pesanan.

Akibat pemadaman, proses produksi terganggu, tenaga kerja harus lembur, dan mesin elektronik rentan rusak. Apabila PLN tidak sanggup mengelola listrik, pemerintah semestinya mempertimbangkan kembali melepaskan hak monopoli pengadaan listrik oleh PLN.

Direktur Hubungan Korporat Carrefour Irawan D Kadarman mengatakan, pihaknya harus menghitung kembali biaya untuk mengalihkan penggunaan listrik ke genset yang menggunakan solar. Bukan hanya biaya, masalah lain juga muncul bagi peritel yang memiliki gedung sendiri apabila genset harus berubah fungsi menjadi pemasok listrik utama.

Di Makassar, Sulawesi Selatan, Direktur AstaMedia Asri Tadda yang mengelola sekolah blogging mengatakan, ”Pemadaman listrik sudah serius. Total waktu pemadaman bisa mencapai 10 jam per hari.”

Menurut Asri, kegiatan usahanya terpukul karena sebagian besar mengandalkan energi listrik. Beban biaya listrik juga semakin berat karena aliran listrik yang tiba-tiba menyala kembali membuat lonjakan biaya listrik.

Akibatnya, pembayaran tagihan naik mencapai Rp 3,5 juta per bulan. Apabila diakumulasi dengan penggunaan bahan bakar minyak untuk genset, pengeluaran untuk tenaga listrik mencapai Rp 7 juta per bulan.

Taufik (45), pengusaha konfeksi di Surabaya, Jawa Timur, kemarin, mengungkapkan, pemadaman listrik menyebabkan tenggat penyelesaian produksi pakaian miliknya mundur dari rata-rata satu minggu menjadi dua minggu. ”Kalau listrik mati, ya kami terpaksa berhenti bekerja dan hasil produksi berkurang karena waktu penyelesaian lebih lama,” ujarnya.

”Class action”

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com