Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terkena Sindrom Dubai

Kompas.com - 08/01/2010, 08:05 WIB

KOMPAS.com — Banyak orang yang silau dengan kesempatan di Dubai. Bagaikan semut yang menghampiri gula, warga Arab lainnya berbondong-bondong ke Dubai. Sayangnya, keadaan saat ini sudah berbalik.

Tidak sedikit pekerja migran yang terpaksa meninggalkan Dubai tercinta karena krisis finansial yang menerpa Dubai. Teman-teman Mahmoud Tamimi mengatakan hal itu sebagai sindrom Dubai. Tamimi (31) memiliki apartemen dan pekerjaan bagus di Dubai. Apartemen mewah, gajinya sebesar 3.700 dollar AS per bulan atau sekitar Rp 35 juta. Jumlah itu puluhan kali lebih banyak dibandingkan gaji yang dia terima di kampung halamannya, Jordan.

Keadaan menjadi terbalik tahun lalu. Krisis finansial membuat Tamimi kehilangan pekerjaan. Karena apartemen tersebut harus dikembalikan ke perusahaan ketika dia diberhentikan, Tamimi pun harus keluar dari apartemen itu.

Saat ini dia berdesak-desakan di apartemen kecil bersama istri dan dua anaknya serta tujuh anggota keluarga lain di kawasan kumuh di Amman, Jordan. Dia kini mencari pekerjaan yang gajinya jelas jauh lebih kecil dibanding yang dia terima di Dubai.

Kejatuhan Dubai tidak hanya memengaruhi keadaan di negara kota itu. Janji-janji besar orang-orang di sektor keuangan mengenai keajaiban finansial Dubai juga semakin diragukan. Bahkan, sebelum terjadi krisis finansial di Dubai, kendurnya pertumbuhan ekonomi di Dubai telah memaksa para pekerja migran, seperti Tamimi, kembali ke kampung halamannya.

Kembali ke negara asal bagi Tamimi berarti kembali menerima gaji kecil dan menghadapi kelangkaan lapangan kerja di negerinya.

Kiriman menurun

Keadaan tersebut memengaruhi keluarga-keluarga di Timur Tengah yang sangat tergantung pada kiriman dari para pekerja migran di kawasan Teluk Persia dan keemiratan seperti Dubai.

Tentu saja kabar buruk dari Dubai menjadi kabar buruk pula bagi dunia Arab yang mengalami stagnasi ekonomi, pengangguran tinggi, dan gaji rendah yang telah membuat frustrasi para pemuda di sana.

Menurut perkiraan Bank Dunia, uang kiriman dari luar negeri yang dikirimkan para pekerja migran atau remitansi diperkirakan akan turun tujuh persen tahun ini di seantero Timur Tengah dan negara Arab di Afrika Utara. Penurunan ini merupakan yang pertama dalam satu dekade terakhir.

Di beberapa negara, keadaan bahkan lebih buruk lagi. Remitansi dari pekerja migran ke Mesir telah merosot menjadi hanya seperempat pada tahun lalu dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Demikian laporan dari Dana Moneter Internasional (IMF), Oktober lalu.

Para pekerja Arab bekerja di mana-mana, termasuk ke Eropa. Akan tetapi, negara-negara Teluk yang kaya telah menjadi sumber remitansi ke Timur Tengah. Dubai merupakan salah satu mesin penggeraknya.

Dubai dibangun dari booming perdagangan dan pariwisata hasil keringat pekerja migran, seperti Tamimi. Hanya satu dari 10 penduduk Dubai yang berjumlah 1,5 juta adalah warga asli Dubai.

Dampak ke mana-mana

Tidak hanya ekspatriat Arab yang terkena dampak dari penurunan ekonomi di Dubai. Dampak itu juga dirasakan oleh pekerja kasar dari India dan Asia Selatan berbayaran rendah yang biasanya bekerja di bidang konstruksi, seperti pembangunan menara tertinggi dunia, Burj Khalifa. Orang Filipina yang mengisi banyak pekerjaan di bidang jasa pun merasakan dampaknya. Mereka semua terancam kehilangan pekerjaan di Dubai. Bahkan, pekerja yang masih selamat dan tinggal di Dubai diperkirakan akan mengirimkan uang lebih sedikit ke kampung halamannya. Demikian perkiraan ekonom Bank Dunia, Dilip Ratha.

Kini Tamimi hanya bisa mengenang masa-masa indahnya di Dubai. (AP/joe)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com