Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 14/04/2010, 07:54 WIB

M Fajar Marta dan Evy Rachmawati

KOMPAS.com - Dari segi aset, industri perbankan nasional sebenarnya sangat dominan terhadap perekonomian Indonesia. Maklum, industri perbankan menguasai hampir 80 persen aset keuangan di Indonesia. Namun, sayangnya, dari segi peran dalam pembangunan, perbankan masih jauh dari harapan.

Buktinya, kontribusi pembiayaan dari perbankan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi belakangan ini tidak lebih dari 10 persen.

Pada tahun 2009, misalnya, dari dana Rp 1.700 triliun yang dipakai mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 4,3 persen, kontribusi perbankan hanya Rp 130 triliun atau 7,6 persen.

Rendahnya peran bank dalam mendorong perekonomian, salah satunya, dipengaruhi oleh paradigma yang dianut sebagian besar bankir. Banyak bankir yang berpikir bahwa peran bank adalah mengekor pertumbuhan atau follow the trade. Artinya, bank baru akan bergerak pada industri atau daerah yang telah tumbuh. Paradigma ini mungkin cocok di negara yang telah maju dengan posisi bank yang tidak mendominasi sistem keuangan.

Namun, di Indonesia, bank seharusnya memiliki paradigma sebaliknya. Pasalnya, sangat banyak potensi ekonomi yang belum tergali di Indonesia. Banyak daerah di kawasan Indonesia bagian timur yang kaya sumber daya alam belum berkembang optimal. Bahkan, sektor pertanian dan perikanan, yang potensinya sangat besar, juga belum tergarap semestinya.

Idealnya memang pemerintah pusat dan pemerintah daerahlah yang harus banyak berperan menjadi pelopor pembangunan. Namun, pada saat pemerintah tidak memiliki dana yang cukup seperti saat ini, sektor swasta harusnya bisa mengambil peran lebih besar.

Nah, dengan sumber daya yang besar, jaringan yang luas, dan dominasi dalam pasar keuangan, sektor perbankanlah yang paling dituntut untuk menjadi pionir dalam mendorong pertumbuhan di Indonesia.

Selama ini perbankan nasional belum menjadi lokomotif yang menghela pertumbuhan ekonomi yang bersifat produktif. Dengan kata lain, bank belum menerapkan paradigma leading the development.

Akibat rendahnya daya analisis terhadap daerah dan pasar-pasar baru, perbankan nasional cenderung hanya mengikuti arus pertumbuhan atau follow the trade. Terbukti, sebagian besar kredit hanya disalurkan pada sektor konsumsi atau sektor-sektor lain yang telah tumbuh atau memiliki permintaan kredit tinggi. Ini berarti perbankan hanya menunggu dan enggan mengambil risiko, yang sebenarnya bisa dimitigasi lewat kemampuan analisis memadai.

Signifikan

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com