JAKARTA, KOMPAS.com - Indeks harga saham dalam negeri terus melaju kencang sekalipun sebagian pelaku pasar menilainya sudah terlalu tinggi. Penguatan indeks harga saham dalam negeri ini diperkirakan akan segera mengalami titik jenuh sehingga rentan terkoreksi.
Pelaku pasar diimbau rasional dan waspada, tidak hanyut dengan kenaikan indeks yang terus- menerus. Pelaku pasar juga perlu mewaspadai kemungkinan terjadinya penggelembungan (bubble) di sektor finansial.
Demikian pendapat yang disampaikan Kepala Riset Bhakti Securities Edwin Sebayang, pengamat pasar modal Felix Sindunatha, dan Kepala Riset Recapital Securities Pardomuan Sihombing. Ketiganya dihubungi secara terpisah, pekan lalu.
Edwin Sebayang mengatakan, berdasarkan perhitungan dari sisi fundamental, saat ini harga saham di Bursa Efek Indonesia sudah tergolong mahal atau overvalue. Kondisi itu sebenarnya sudah berlangsung selama beberapa pekan terakhir ketika terjadi aksi beli saham secara besar-besaran oleh investor, khususnya investor asing.
Anehnya, lanjut Edwin, aksi beli investor asing seakan tidak pernah berhenti. Selama 14 pekan terakhir, tercatat nilai pembelian bersih investor asing sekitar Rp 14 triliun.
Kenaikan tertinggi
Dalam kurun waktu itu, Indeks Harga Saham Gabungan telah menguat dari level 2.826 ke level 3.547 atau naik sekitar 25 persen—salah satu kenaikan tertinggi di antara bursa dunia.
Namun, lanjut Edwin, satu saat nanti, pasar akan mengalami jenuh beli sehingga kemungkinan indeks akan terkoreksi cukup besar. ”Saya percaya, ke depan pelaku pasar akan semakin rasional sehingga mereka tidak akan berani lagi ambil posisi beli. Dalam kondisi seperti itu, besar kemungkinan pasar akan terkoreksi cukup dalam. Bagaimanapun, satu saat nanti investor asing akan merealisasikan keuntungan dengan jual saham,” katanya.
Edwin memperkirakan, jika pasar telah mengalami jenuh beli, IHSG akan terkoreksi 200-300 poin dan kembali ke posisi 3.200-3.300.
Posisi IHSG di kisaran itu dinilai sebagai posisi yang cukup moderat berdasarkan kinerja fundamental emiten-emiten di BEI pada semester I-2010, termasuk ekspektasi terhadap peningkatan kinerja pada triwulan III-2010.
Pada perdagangan saham di BEI, Jumat lalu, IHSG kembali menguat tajam, yaitu 45,8 poin atau 1,3 persen menjadi 3.547. Sedangkan Indeks LQ-45 naik 1,49 persen ke level 661,6 dan Indeks Kompas100 menguat 1,45 persen ke level 835,4.
Pengamat pasar modal Felix Sindunatha mengatakan, ke depan pasar modal global kemungkinan besar akan dibanjiri oleh aliran dana baru menyusul keluarnya kebijakan The Fed untuk kembali menggelontorkan dana miliaran dollar AS.
Dana yang akan dialirkan ke sektor finansial AS itu dipastikan akan merembes ke pasar modal sejumlah negara, termasuk ke pasar modal Indonesia yang menjadi salah satu tujuan investasi utama dunia saat ini karena memberikan tingkat imbal hasil cukup tinggi.
Namun, di sisi lain, kebijakan The Fed itu mengindikasikan bahwa pemulihan ekonomi AS pascakrisis 2008 masih belum sesuai dengan ekspektasi.
Kepala Riset Recapital Securities Pardomuan Sihombing mengatakan, kebijakan The Fed untuk menggelontorkan lagi dana miliaran dollar AS ke sektor finansial akan mengakibatkan penggelembungan sektor keuangan karena dana tidak masuk ke sektor riil.
Dalam jangka pendek, keputusan itu memang akan berdampak terhadap peningkatan harga saham. Namun, dalam jangka panjang justru menjadi bom waktu karena sewaktu-waktu penggelembungan yang terjadi di sektor keuangan bisa pecah seperti tahun 2008. (REI)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.