Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Metode Studi Banding DPR Primitif

Kompas.com - 23/10/2010, 14:16 WIB

 JAKARTA, KOMPAS.com - Kritik keras terus dilayangkan atas program studi banding DPR ke luar negeri. Dalam dua bulan terakhir, sejumlah komisi dan alat kelengkapan Dewan melawat ke beberapa negara dengan anggaran yang mencapai miliaran rupiah.

Pengamat parlemen dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Sebastian Salang mengatakan, metode studi banding anggota DPR merupakan cara primitif. Ia mengkritisi rombongan "gemuk" anggota Dewan saat melakukan kunjungan. Hal ini dinilainya menyedot uang negara dalam jumlah yang lebih besar.

"Metode studi banding yang dilakukan anggota DPR sejak dulu adalah cara yang paling primitif. Datang berbondong-bondong ke suatu negara," kata Sebastian, Sabtu (23/10/2010), di Jakarta.

Menurut Salang, berkaca dari parlemen negara-negara lain, cukup beberapa staf ahli Dewan yang dikirimkan. "Tidak perlu berbondong-bondong. Satu atau dua staf ahli yang dikirim, saya pikir akan lebih fokus," ujarnya. Atau, cara lain yang bisa dilakukan, dengan mengundang ahli dari suatu negara untuk berbagi pengalaman dan dokumen yang dibutuhkan.

DPR juga bisa meminta informasi dari kedutaan besar negara dituju yang ada di Indonesia. Selama ini, agenda dan segala hal yang berkaitan dengan kunjungan ke luar negeri anggota DPR dianggap kurang transparan. Hal ini menyebabkan publik tak mengetahui apa saja target yang ingin dicapai dalam kunjungan.

"Beberapa studi banding DPR ke berbagai negara, wakil dubesnya di Indonesia malah telepon kami. Apakah Formappi dapat informasi agenda mereka disana? Ini bagaimana?," kata Sebastian.

Jika mau, lanjut Sebastian, Dewan bisa menempuh cara atau metode yang lebih efisien dari sisi anggaran dan lebih efektif dalam mencapai tujuan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com