SERANG, KOMPAS.com - Serangan penyakit saat ini menjadi momok yang menghancurkan usaha perikanan budidaya di Tanah Air. Kerugian akibat penyakit ikan dalam kurun tiga tahun terakhir, yakni periode tahun 2007-2009, mencapai Rp 1 triliun.
Guna pengendalian hama dan penyakit ikan, pemerintah, Senin (29/11/2010) di Serang, Provinsi Banten, meresmikan Loka Penyidikan Penyakit Ikan dan Lingkungan (LPPIL). Loka dibangun dengan total biaya Rp 17,62 miliar.
Setiap tahun, kerugian budidaya udang windu akibat serangan penyakit bercak putih viral (WSSV) sebesar Rp 150 miliar.
Sementara itu, serangan virus myo (IMNV) yang mematikan udang pada tahun 2009 menimbulkan kerugian Rp 300 miliar. Kematian 3.400 ton ikan mas di Haranggaol, Sumatera Utara, bernilai Rp 34 miliar.
”Penyakit ikan menjadi momok yang meresahkan usaha budidaya ikan. Loka ini diharapkan mengendalikan penyakit serta penyidikan penyakit ikan,” ujar Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan Ketut Sugama, kemarin.
Loka tersebut terdiri atas laboratorium level 3 atau rujukan nasional yang berfungsi melakukan analisis kualitas air dan tanah, parasitologi, mikologi, bakteriologi, histopatologi, biologi molekuler, serta produksi vaksin dan imunologi.
Beberapa negara yang memiliki rumah sakit ikan antara lain Amerika Serikat dan Jepang.
Secara terpisah, Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad di Tangerang mengemukakan, pembudidaya ikan diharapkan memanfaatkan layanan dari LPPIL apabila menemukan gejala penyakit atau serangan virus di tambak dan lokasi budidaya serta memperoleh informasi penyakit, tata cara penyembuhan, dan obat-obatan.
Berdasarkan data KKP, serangan virus dan penyakit ikan umumnya terjadi pada komoditas utama perikanan budidaya air laut, seperti kerapu kakap, ataupun budidaya air tawar, seperti udang, nila, mas, dan lele.
LPPIL juga diharapkan berperan sebagai pusat jejaring laboratorium kesehatan ikan dan lingkungan secara nasional dan internasional agar penanganan dan pengendalian serangan penyakit dapat lebih efektif.
Ketua Komisi Udang Indonesia Shidiq Moeslim menilai penanganan penyakit ikan dan udang selama ini kerap lamban, bahkan dibiarkan pemerintah.
”Hari ini penyakit udang yang terjadi di Indonesia pun dibiarkan pemerintah. Pembudidaya cari solusi sendiri,” ujarnya. Pembangunan RS ikan penting, tetapi bukan mendesak.
Saat ini yang dibutuhkan masyarakat pembudidaya ikan adalah pusat kesehatan ikan di sentral produksi yang langsung bersentuhan dengan kebutuhan pembudidaya.
Hal senada dikemukakan Ketua Shrimp Club Indonesia Iwan Sutanto. LPPIL perlu berperan nyata untuk mendorong penelitian pencegahan penyakit dan diimbangi dengan sosialisasi hasil penelitian kepada pembudidaya. (LKT)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.