Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PLN Tolak Sepakati Harga Batu Bara 2011

Kompas.com - 13/01/2011, 19:53 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — PT Perusahaan Listrik Negara dan para pemasok batu bara PLN tidak mencapai titik temu terkait harga batu bara untuk tahun 2011, baik untuk keperluan pembangkit listrik swasta maupun milik perusahaan negara itu sendiri, termasuk PLTU kapasitas 10.000 megawatt. Padahal, volume pasok sudah disepakati.

Menurut Direktur Energi Primer PT PLN Nur Pamudji dalam siaran pers, Kamis (13/1/2011), di Jakarta, tidak tercapainya kesepakatan harga batu bara ini dilatarbelakangi tren harga batu bara yang sejak Oktober tahun lalu terus naik.

Harga batu bara acuan yang diterbitkan Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan, pada Oktober harga batu bara 92,68 dollar AS per ton, November harganya 95,51 dollar AS per ton, Desember 103,41 dollar AS per ton. Terakhir, harga batu bara per Januari 2011 mencapai 112,41 dollar AS per ton.

Pihak PLN berniat menerapkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 17 Tahun 2010 yang antara lain mengatur, harga batu bara acuan (HBA) rata-rata kuartal keempat 2010 merupakan harga untuk 2011. Alasannya, tingkat harga ini sudah memberi keuntungan yang wajar bagi para penambang batu bara mengingat HBA sendiri merupakan rata-rata dari empat indeks yang mencerminkan harga pasar.

Namun, sejauh ini hanya ada satu pemasok yang sepakat dengan PLN. Sementara penambang pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) yang lain menuntut harga lebih tinggi dengan alasan, HBA rata-rata kuartal keempat 2010 itu tidak mencerminkan ekspektasi harga ekspor di 2011. Mereka menunjukkan gerakan indeks Barlow-Jonker (NEX) yang terus naik.

Kenaikan harga batu bara di Asia Pasifik ini disebabkan kenaikan harga minyak dunia dan terutama dipicu banjir di Australia yang merupakan produsen utama batu bara. Kondisi ini menyebabkan pasokan batu bara ke pasar tersendat sehingga terjadi kelebihan permintaan batu bara di pasar dunia.

"Para pemasok batu bara seharusnya tidak mengambil keuntungan tambahan dari konsumen domestik atas bencana alam yang terjadi di negara tetangga. Apalagi, hal itu berarti mengharuskan pemerintah menambah subsidi listrik," ujarnya.

Berdasarkan simulasi yang dilakukan PLN, jika harga jual ke pasar domestik naik 20 persen di atas harga wajar, tambahan subsidi listrik yang harus dikucurkan Rp 2 triliun lebih besar dari tambahan pendapatan yang diterima pemerintah dalam bentuk royalti batu bara dan pajak keuntungan para penambang batu bara.

Menurut Nur Pamudji, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara pada Pasal 4 menyatakan, penguasaan mineral dan batu bara oleh negara. Oleh karena itu, perusahaan negara tersebut berharap pemerintah selaku representasi dari pemilik batu bara mengatur dengan tegas harga jual batu bara untuk keperluan domestik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada Bansos dan Pemilu, Konsumsi Pemerintah Tumbuh Pesat ke Level Tertinggi Sejak 2006

Ada Bansos dan Pemilu, Konsumsi Pemerintah Tumbuh Pesat ke Level Tertinggi Sejak 2006

Whats New
Peringati Hari Buruh 2024, PT GNI Berikan Penghargaan Kepada Karyawan hingga Adakan Pertunjukan Seni

Peringati Hari Buruh 2024, PT GNI Berikan Penghargaan Kepada Karyawan hingga Adakan Pertunjukan Seni

Whats New
Kemenperin Harap Produsen Kembali Perkuat Pabrik Sepatu Bata

Kemenperin Harap Produsen Kembali Perkuat Pabrik Sepatu Bata

Whats New
IHSG Naik Tipis, Rupiah Menguat ke Level Rp 16.026

IHSG Naik Tipis, Rupiah Menguat ke Level Rp 16.026

Whats New
Warung Madura: Branding Lokal yang Kuat, Bukan Sekadar Etnisitas

Warung Madura: Branding Lokal yang Kuat, Bukan Sekadar Etnisitas

Whats New
Ini Tiga Upaya Pengembangan Biomassa untuk Co-firing PLTU

Ini Tiga Upaya Pengembangan Biomassa untuk Co-firing PLTU

Whats New
Strategi untuk Meningkatkan Keamanan Siber di Industri E-commerce

Strategi untuk Meningkatkan Keamanan Siber di Industri E-commerce

Whats New
Permendag Direvisi, Mendag Zulhas Sebut Tak Ada Masalah Lagi dengan Barang TKI

Permendag Direvisi, Mendag Zulhas Sebut Tak Ada Masalah Lagi dengan Barang TKI

Whats New
Pabrik Sepatu Bata Tutup, Kemenperin Bakal Panggil Manajemen

Pabrik Sepatu Bata Tutup, Kemenperin Bakal Panggil Manajemen

Whats New
Capai 12,5 Persen, Pertumbuhan Ekonomi Dua Wilayah Ini Tertinggi di Indonesia

Capai 12,5 Persen, Pertumbuhan Ekonomi Dua Wilayah Ini Tertinggi di Indonesia

Whats New
Per Februari 2024, Jumlah Pengangguran RI Turun Jadi 7,20 Juta Orang

Per Februari 2024, Jumlah Pengangguran RI Turun Jadi 7,20 Juta Orang

Whats New
Pembangunan Infrastruktur di Australia Jadi Peluang untuk Produsen Baja Lapis RI

Pembangunan Infrastruktur di Australia Jadi Peluang untuk Produsen Baja Lapis RI

Whats New
KAI Ubah Pola Operasi, 21 Kereta Berhenti di Stasiun Jatinegara

KAI Ubah Pola Operasi, 21 Kereta Berhenti di Stasiun Jatinegara

Whats New
Kejar Target 1 Juta Barrel Minyak, Industri Hulu Migas Hadapi Keterbatasan Rig

Kejar Target 1 Juta Barrel Minyak, Industri Hulu Migas Hadapi Keterbatasan Rig

Whats New
PGN Suplai Gas Bumi untuk Smelter Tembaga Freeport

PGN Suplai Gas Bumi untuk Smelter Tembaga Freeport

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com