Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ekspor Komoditas Indonesia Bisa Merosot

Kompas.com - 15/03/2011, 09:23 WIB

DENPASAR, KOMPAS.com - Berbagai kalangan pengusaha Indonesia khawatir sekaligus bersiap-siap menghadapi pasar ekspor Jepang yang bakal merosot pascagempa dan tsunami di Jepang, Jumat pekan lalu.

Produk seperti ikan tuna, udang, biji kakao, tetes tebu, marmer, hasil alam, kopi, berbagai kerajinan, dan aromaterapi dikhawatirkan akan menyusut atau mengalami penundaan.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali I Gusti Putu Nuriartha, Senin (14/3/2011) di Bali, mengatakan, ekspor ikan tuna dari Bali diprediksi turun 25 persen dalam dua bulan kedepan.

Nuriartha menjelaskan, saat ini Bali mengekspor sekitar 34.000 ton ikan laut ke sejumlah negara dalam satu tahun dan 20.000 ton di antaranya ikan tuna tujuan Jepang. ”Berkurang 25 persen. Artinya, ekspor kita tinggal 15.000 ton tahun ini. Tapi, kami optimistis gangguan tidak terlalu besar dan lama karena Jepang akan cepat pulih kembali,” kata Nuriartha tentang total nilai ekspor ikan laut tahun 2010 yang mencapai 137 juta dollar AS.

Asisten manajer operasi sebuah perusahaan penangkapan ikan di Pelabuhan Benoa, Denpasar, Soehartoyo, mengatakan, pengiriman ikan ke Jepang masih bisa dilakukan Sabtu dan Minggu lalu. Namun, rute pengirimannya sudah dialihkan dari Tokyo ke Osaka.

Direktur PT Aneka Sumber Tata Bahari di Maluku, Kun Alfred Kusno, mengatakan, dampak musibah Jepang bagi pengusaha Indonesia belum terasa di sektor perikanan di Maluku saat ini. Hal itu karena ekspor ke Jepang biasanya dilakukan pada musim panen ikan, sekitar Agustus. Setiap kali ekspor minimal 50 ton ikan cakalang.

Itu sebabnya, Kepala Seksi Operasional Pelabuhan Perikanan Nusantara Ambon Andi Mannojengi khawatir jika kondisi di Jepang belum normal hingga Agustus.

Selama ini Jepang menjadi tujuan favorit ekspor karena harga beli ikan lebih tinggi dibandingkan dengan negara tujuan ekspor lain. Di Jepang, harga ikan cakalang per ton 1.500 dollar AS, sedangkan di negara tujuan ekspor lain, seperti Thailand, harganya 1.200 dollar AS.

Hal senada dikemukakan George Basoeki, Corporate Communication Manager PT Central Proteinaprima (CP Prima) Tbk di Lampung. Ekspor udang segar dan olahan dari PT CP Prima Lampung ke Jepang terancam terganggu, padahal selama ini Jepang merupakan salah satu importir terbesar udang asal Lampung. PT CP Prima merupakan produsen udang dan olahannya terbesar di Lampung. Rata-rata 15-20 persen produksi udang segar PT CP Prima setiap tahun dipasarkan ke Jepang dengan volume ekspor 100.000 metrik ton per tahun.

Tunggu perkembangan

Di Sulawesi Selatan, kalangan eksportir menanti perkembangan untuk menentukan langkah selanjutnya. Berdasarkan catatan Kamar Dagang dan Industri Sulsel, Sulsel antara lain mengekspor udang, ikan, biji kakao, tetes tebu, dan marmer ke Jepang. ”Terlalu cepat untuk mengambil kesimpulan karena bencana juga baru terjadi Jumat. Hingga saat ini ekspor masih lancar,” ujar Tigor Cendarma, CEO PT Bogatama Marinusa, eksportir udang beku olahan di kantornya di Kawasan Industri Makassar, Kota Makassar, Senin. Selain udang, Sulsel sebagai penghasil kakao juga mengekspor biji kakao ke Jepang. Namun, gempa dan tsunami di Jepang belum berimbas pada ekspor komoditas ini.

Dengan produksi 160.000 ton kakao per tahun, hanya sekitar 9 persen atau 14.400 ton yang diekspor ke Jepang.

Jepang ketat menerapkan standar produk impor. Khusus untuk kakao, Jepang hanya menerima kakao yang difermentasi. Padahal, mayoritas kakao Indonesia tidak difermentasi.

Kopi lancar

Ekspor kopi dari Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, terutama dari Kabupaten Manggarai dan Ngada, ke Jepang tetap lancar.

Kepala Cabang PT Indokom Citra Persada Surabaya, Asnawi Saleh, di Sidoarjo, Jawa Timur, mengatakan, Selasa ini 51,3 ton kopi robusta asal NTT senilai 130.000 dollar AS (Rp 1,1 miliar) akan dikirim ke Nagoya dari Tanjung Perak, Surabaya.

Adapun Kepala Cabang PT Indokom Citra Persada Manggarai, Suherman, di Ruteng mengatakan, pihaknya mengekspor 300-400 ton kopi arabika per tahun ke Jepang.

Pelaku usaha kecil menengah (UKM) di Surabaya, Jatim, umumnya khawatir order dari pembeli di Jepang dibatalkan pascagempa dan tsunami. Apalagi, saat ini terjadi hilang kontak dengan para pelanggan di Jepang, sebagaimana diakui Anita Trisusilowati, pemilik Cakrawala Persada Aromaterapi.

Sekretaris Umum Ikatan Wanita Pengusaha Jatim Liliek Endang dan Ketua Forum Daerah UKM Jatim Nurcahyudi mencari alternatif negara tujuan ekspor selama Jepang belum pulih.

Eksportir edamame dan mukimame (kedelai khas Jepang, yang ditanam di Indonesia) dari Jember terpaksa mengalihkan kota tujuan dari Kendai ke Yokohama. Menurut Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Energi Sumber Daya Mineral Jember Hariyanto, volume ekspor edamame 3.205.750 kilogram senilai 5.442.098 dollar AS. Ekspor mukimame 784.021,92 kg dengan nilai 1.187.717,24 dollar AS. Adapun volume ekspor okra (sejenis kacang-kacangan) 209.000 kg senilai 351.540 dollar AS. (SIN/APA/INK/DEN/EKI/SIR/ETA/JON/SEM)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

    Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

    Whats New
    Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

    Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

    Whats New
    Panduan Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM BRI Bermodal BRImo

    Panduan Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM BRI Bermodal BRImo

    Spend Smart
    PMI Manufaktur April 2024 Turun Jadi 52,9 Poin, Menperin: Ada Libur 10 Hari...

    PMI Manufaktur April 2024 Turun Jadi 52,9 Poin, Menperin: Ada Libur 10 Hari...

    Whats New
    Siapa Hendry Lie, Pendiri Sriwijaya Air yang Jadi Tersangka Korupsi Timah Rp 271 Triliun?

    Siapa Hendry Lie, Pendiri Sriwijaya Air yang Jadi Tersangka Korupsi Timah Rp 271 Triliun?

    Whats New
    Inflasi Lebaran 2024 Terendah dalam 3 Tahun, Ini Penyebabnya

    Inflasi Lebaran 2024 Terendah dalam 3 Tahun, Ini Penyebabnya

    Whats New
    Transformasi Digital, BRI Raih Dua 'Award' dalam BSEM MRI 2024

    Transformasi Digital, BRI Raih Dua "Award" dalam BSEM MRI 2024

    Whats New
    Emiten Buah Segar BUAH Targetkan Pendapatan Rp 2 Triliun Tahun Ini

    Emiten Buah Segar BUAH Targetkan Pendapatan Rp 2 Triliun Tahun Ini

    Whats New
    SYL Gunakan Anggaran Kementan untuk Pribadi, Stafsus Sri Mulyani: Tanggung Jawab Masing-masing Kementerian

    SYL Gunakan Anggaran Kementan untuk Pribadi, Stafsus Sri Mulyani: Tanggung Jawab Masing-masing Kementerian

    Whats New
    Saat Sri Mulyani Sampai Turun Tangan Urusi Kasus Alat Tunanetra SLB yang Tertahan Bea Cukai

    Saat Sri Mulyani Sampai Turun Tangan Urusi Kasus Alat Tunanetra SLB yang Tertahan Bea Cukai

    Whats New
    Emiten Manufaktur Kosmetik VICI Catat Pertumbuhan Laba Bersih 20 Persen Menjadi Rp 47,1 Miliar pada Kuartal I-2024

    Emiten Manufaktur Kosmetik VICI Catat Pertumbuhan Laba Bersih 20 Persen Menjadi Rp 47,1 Miliar pada Kuartal I-2024

    Whats New
    Jalankan Fungsi Perlindungan Masyarakat, Bea Cukai Banten Berantas Peredaran Barang Ilegal

    Jalankan Fungsi Perlindungan Masyarakat, Bea Cukai Banten Berantas Peredaran Barang Ilegal

    Whats New
    Impor Bahan Baku Tepung Kini Cukup dengan Dokumen Laporan Surveyor

    Impor Bahan Baku Tepung Kini Cukup dengan Dokumen Laporan Surveyor

    Whats New
    BUAH Bakal Tebar Dividen, Ini Besarannya

    BUAH Bakal Tebar Dividen, Ini Besarannya

    Whats New
    Kementerian ESDM Tetapkan Harga Biodiesel Naik Jadi Rp 12.453 Per Liter

    Kementerian ESDM Tetapkan Harga Biodiesel Naik Jadi Rp 12.453 Per Liter

    Whats New
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com