Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Michael Riady: Bangun Banyak Mal, Dukung Dunia Wirausaha

Kompas.com - 22/03/2011, 13:41 WIB

Dan untuk seorang wirausaha, kata kuncinya adalah ekspansi. Mengapa? Karena mereka tak bisa hanya buka satu toko di satu tempat. Mereka baru bisa mencapai titik impas kalau buka 20 toko, baru dapat sedikit untung kalau punya 30 toko, dan baru dapat untung jika buka 50 toko. Nah mereka butuh mal, karena di sanalah mereka membuka gerai-gerai barunya. Mereka harus melakukan ekspansi jika usaha mau berkembang. Faktor-faktor inilah yang membuat prospek mal tetap bagus.

Hambatan apa yang muncul dalam membangun dan mengelola mal? Membangun dan mengelola mal bukan hal yang gampang, Mal paling sudah dikelola. Kalau urus hotel, tinggal terima tamu. Nah, mengelola mal harus memahami konsepnya terlebih dahulu. Dan ini butuh skill yang luar biasa. Dan Lippo justru mau masuk ke bisnis yang susah dikerjakan. Mulai dari financial, perizinan, pengetahuan konsep mal. Harga tanah juga relatif mahal. Lalu mengapa Lippo tetap fokus ke mal? Karena kami berkeyakinan prospek mal bagus.

Bagaimana Anda atau Lippo bisa sangat yakin pada prospek mal? Kami harus mencari lokasi yang pas. Contohnya Kemang. Di daerah itu sebelumnya belum punya mal yang memadai. Juga Lampung dan Ambon. Banyak kota di luar Jawa yang sebelumnya tak ada mal. Padahal semut sudah ada. Begitu kita kasih gula, semut langsung berdatangan. Kami yakin mal-mal ini akan ramai. Jadi opportunity itu ada.

Saya baru kembali dari India, yang termasuk BRIC. Dan saya berkesimpulan bahwa Indonesia lebih maju 40 tahun dari India dalam soal ritel dan mal. Merek dan brand internasional yang bisa ditemukan di banyak mal di Indonesia, tidak ada di India. Tapi India punya kelebihan lain, yaitu bidang IT. Di Bangalore, semua soal IT ada di sana. Jadi masing-masing ada kelebihan. Nah, Indonesia punya kelebihan dalam bidang wirausaha.

Saya suka berwirausaha. Entrepreneurship. Saya sangat mendukung dunia wirausaha. Di Amerika itu namanya SMI, dan di Indonesia, UKM, usaha kecil dan menengah. Sektor ini harus didukung penuh karena mereka backbone dan fondasi perekonomian.

Jika orang punya duit hanya disimpan, itu tidak baik juga. Kalau orang punya jiwa wirausaha, mereka akan membangun bisnis. Kita perlu wirausaha. Negeri ini perlu banyak wirausaha. Dan saya merasa terkesan dengan wirausaha-wirausaha muda yang saya temui, usia masih 25-30 tahun, mereka jalankan dari nol, tapi sudah punya banyak outlet. Jadi orang Indonesia punya kelebihan, yaitu jiwa wirausaha. Ini yang harus ditumbuhkan terus untuk memperkuat ekonomi Indonesia

Anda menargetkan membangun 50 mal sampai tahun 2015? Ya benar. Kami menargetkan membangun 50 mal sampai tahun 2015, atau 80 mal sampai tahun 2020. Perusahaan yang sehat kan selalu menaikkan target dua kali lipat.

Kami ingin mencontoh Westfield di Australia, Simons di Amerika, dan Capital Land di Singapura. Jadi Lippo sudah jelas, benchmark sudah jelas, visi kami mau kemana. Jadi kalau sudah komit, Lippo serius danm agresif mengembangkan mal. Kalau hanya sekadar bangun kan gampang. Membuat penyewa datang, pengunjung datang, itu butuh keahlian dan seni tersendiri.

Kami akan menjadi pemain sektor ritel di kelas menengah dengan Matahari dan Hypermart. Kami tak mau main di kelas high-end. Kami ingin menjadi terbesar, tapi tak mau hanya main di kelas high-end. Jika main di kelas middle, kami didukung para tenant dan investor.

Kami sangat yakin karena pertumbuhan ekonomi Indonesia sampai 15 persen. Harus taruh di mana duit-duit itu? Sektor properti yang paling prospektif. Investor asing sudah punya alasan mengapa datang ke China dan India, karena penduduk kedua negara itu lebih 1 miliar. Dan jika bangun mal, pasti ramai. Lippo sebenarnya grup paling konservatif. Tapi kalau kami sudah sepakat, kami harus lebih agresif dari orang lain. Harus 100 kali lebih agresif.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com