Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sarang Burung Dikenai Pajak 10 Persen

Kompas.com - 20/04/2011, 18:59 WIB

JEMBER, KOMPAS.com — Seiring dengan implementasi Undang-Undang No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pemerintah Kabupaten Jember gencar membuat peraturan daerah yang memberi peluang untuk bisa menjadi penerimaan asli daerah. Untuk itu, para pengusaha sarang burung walet di Jember akan dikenai pajak dari nilai produksi walet sebesar 10 persen.

Meski keberadaan sarang burung walet yang tersebar di beberapa wilayah kecamatan dan desa sebanyak 481 tempat, tetapi sampai sejauh ini belum diketahui jumlah produksi yang sebenarnya. Demikian diungkapkan olejh Kepala Dinas Perkebunan dan Kehutanan Totok Hariyanto, Kepala Dinas Pendapatan Daerah H Soeprapto, dan Ketua Komisi B DPRD Jember Anang Murwanto kepada Kompas di Jember, Rabu (20/4/2011).

Untuk memperoleh penerimaan pajak dari transaksi sarang burung walet itu, kata Totok Hariyanto, dibutuhkan kejujuran bagi kedua pihak, yakni penjual dan pembeli sarang burung. Akan lebih sulit lagi bila untuk memperoleh pajak dari transaksi sarang burung walet bukan di Jember, melainkan di Surabaya atau tempat lain.

Totok Hariyanto menambahkan, dari sebanyak 481 rumah sarang burung walet yang banyak tersebar di berbagai desa dan kecamatan, sebagian besar milik orang luar daerah. Mereka yang ada di gudang atau di rumah sarang burung walet itu hanya penjaganya, sulit untuk menentukan berapa produksi setiap tahun.

"Informasi yang kami terima, dari 481 rumah sarang burung walet tersebut, produksi sarang burung diperkirakan mencapai 3.000 kg. Harga sarang burung bervariasi," kata Totok Hariyanto.

Pemerintah daerah harus jeli memanfaatkan peluang dari peraturan daerah tentang pajak daerah bagi pengusaha sarang burung walet. "Untuk itu, pengenaan pajak harus disusun sedemikian rinci supaya peraturan yang telah dibuat jangan sekadar alat untuk penerimaan asli daerah, tapi tak bisa diimplementasikan," kata Anang Murwanto.

Anang mengakui, perda tentang pajak daerah baru pertama kali dibuat oleh eksekutif dan legislatif sebagai implementasi sebagian kewenangan pemerintah pusat yang diserahkan kepada pemerintah daerah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Spend Smart
Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Work Smart
Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Whats New
SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

Whats New
Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Whats New
Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Whats New
[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

Whats New
Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Whats New
Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Whats New
Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Work Smart
Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com