Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rezim Terlalu Liberal

Kompas.com - 23/05/2011, 03:19 WIB

Jakarta, Kompas - Kebijakan investasi pada tiga sektor strategis, yakni keuangan, pangan, dan energi, sebaiknya ditinjau ulang. Ketiga sektor tersebut merupakan hal mendasar dalam perekonomian bangsa dan menentukan daya tahan perekonomian Indonesia pada masa mendatang.

”Kebijakan investasi pada investasi strategis; keuangan, pangan, dan energi, memang harus ditinjau lagi karena menyangkut hal mendasar dalam ekonomi bangsa. Namun, untuk industri lainnya, sebaliknya harus ikut praktik terbaik yang sudah lumrah di negara-negara lain sehingga Indonesia bisa lebih berdaya saing,” kata Ekonom Fadhil Hasan di Jakarta, Sabtu (22/5).

Menurut Fadhil, rezim perekonomian Indonesia tergolong lebih liberal dibandingkan negara-negara lain di Asia Tenggara dan Asia Timur, baik dalam kebijakan perdagangan maupun investasi. Namun, dengan rezim investasi dan perdagangan yang liberal pun, porsi asing (secara keseluruhan) dalam ekonomi Indonesia masih rendah dibandingkan negara lain, seperti Malaysia, Thailand, atau Singapura.

”Jadi, harus ada kesepakatan dalam menentukan mana industri yang vital dan strategis. Ini kemudian harus tecermin dalam kebijakan investasinya. Namun, kalau ketiga bidang tersebut (keuangan, pangan, dan energi) tergantung pada asing, memang sangat berbahaya,” ujarnya.

Perlu diingat pengalaman Uni Soviet yang runtuh karena masalah pangan, yakni memiliki ketergantungan pada impor gandum dari Amerika Serikat. Demikian pula dalam bidang energi, Indonesia tidak bisa mengandalkan negara lain.

”Ingat ketika Amerika Serikat dan negara Barat lain terkena masalah serius akibat embargo negara-negara Arab tahun 1976. Ini mendorong kebijakan cadangan energi dan pembentukan departemen energi di Amerika Serikat dan yang membuat resesi ekonomi dunia,” katanya.

Aturan terlalu liberal

Sementara itu, Menteri Keuangan Agus Darmawan Wintarto Martowardojo mengatakan, pengawasan terhadap lembaga keuangan dan sektor-sektor lain yang dimiliki asing harus diperkuat dengan mendorongnya menjadi perusahaan terbuka dan terdaftar di bursa efek.

Agus mengakui, aturan kepemilikan saham asing pada lembaga keuangan sudah sangat liberal di Indonesia. Untuk perbankan, kepemilikan asing bisa mencapai 99 persen dan dapat membuka cabang hingga di daerah. Sementara kepemilikan asing pada perusahaan asuransi dapat mencapai 80 persen.

Sementara ketika bankir dan pengusaha asuransi asal Indonesia ingin masuk ke negara lain, banyak sekali batasan yang dihadapi. Negara lain menerapkan sistem perizinan berlapis, tetapi itu pun masih terbatas hanya boleh membuka kantor cabang di ibu kota negara, tidak boleh ekspansi hingga ke daerah.

”Indonesia sudah sangat baik komitmennya untuk membuka industri keuangannya. Namun, tidak boleh asal buka. Pelaku pasar yang kuat itu, kalau sistemnya dan kapasitasnya sudah kuat. Itu bisa dicapai jika sumber daya manusianya kuat,” ujarnya.

Pengawasan ekstra ketat patut diberlakukan pada lembaga keuangan karena mereka diberi wewenang untuk menghimpun dana masyarakat. Hal itu berarti, lembaga tersebut diberi kewenangan untuk berutang ke masyarakat. Pengawasan harus diperkuat pada bank atau asuransi asing yang bermodal kecil, tetapi menarik dana dalam jumlah besar dari masyarakat. (OIN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Whats New
Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Whats New
Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

Whats New
Panduan Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM BRI Bermodal BRImo

Panduan Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM BRI Bermodal BRImo

Spend Smart
PMI Manufaktur April 2024 Turun Jadi 52,9 Poin, Menperin: Ada Libur 10 Hari...

PMI Manufaktur April 2024 Turun Jadi 52,9 Poin, Menperin: Ada Libur 10 Hari...

Whats New
Siapa Hendry Lie, Pendiri Sriwijaya Air yang Jadi Tersangka Korupsi Timah Rp 271 Triliun?

Siapa Hendry Lie, Pendiri Sriwijaya Air yang Jadi Tersangka Korupsi Timah Rp 271 Triliun?

Whats New
Inflasi Lebaran 2024 Terendah dalam 3 Tahun, Ini Penyebabnya

Inflasi Lebaran 2024 Terendah dalam 3 Tahun, Ini Penyebabnya

Whats New
Transformasi Digital, BRI Raih Dua 'Award' dalam BSEM MRI 2024

Transformasi Digital, BRI Raih Dua "Award" dalam BSEM MRI 2024

Whats New
Emiten Buah Segar BUAH Targetkan Pendapatan Rp 2 Triliun Tahun Ini

Emiten Buah Segar BUAH Targetkan Pendapatan Rp 2 Triliun Tahun Ini

Whats New
SYL Gunakan Anggaran Kementan untuk Pribadi, Stafsus Sri Mulyani: Tanggung Jawab Masing-masing Kementerian

SYL Gunakan Anggaran Kementan untuk Pribadi, Stafsus Sri Mulyani: Tanggung Jawab Masing-masing Kementerian

Whats New
Saat Sri Mulyani Sampai Turun Tangan Urusi Kasus Alat Tunanetra SLB yang Tertahan Bea Cukai

Saat Sri Mulyani Sampai Turun Tangan Urusi Kasus Alat Tunanetra SLB yang Tertahan Bea Cukai

Whats New
Emiten Manufaktur Kosmetik VICI Catat Pertumbuhan Laba Bersih 20 Persen Menjadi Rp 47,1 Miliar pada Kuartal I-2024

Emiten Manufaktur Kosmetik VICI Catat Pertumbuhan Laba Bersih 20 Persen Menjadi Rp 47,1 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
Jalankan Fungsi Perlindungan Masyarakat, Bea Cukai Banten Berantas Peredaran Barang Ilegal

Jalankan Fungsi Perlindungan Masyarakat, Bea Cukai Banten Berantas Peredaran Barang Ilegal

Whats New
Impor Bahan Baku Tepung Kini Cukup dengan Dokumen Laporan Surveyor

Impor Bahan Baku Tepung Kini Cukup dengan Dokumen Laporan Surveyor

Whats New
BUAH Bakal Tebar Dividen, Ini Besarannya

BUAH Bakal Tebar Dividen, Ini Besarannya

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com