Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengembalikan Keunggulan Minyak Atsiri Garut

Kompas.com - 05/08/2011, 02:41 WIB

Keuntungan besar, cerita Ede, pernah membuat petani lupa. Perlahan, keberadaan vetiver diperas tanpa henti. Perhatian pada kesuburan tanah dan kualitasnya dikesampingkan. Akibatnya, kualitas penyulingan vetiver menurun.

Bentuk alpa itu terlihat dari pola tanam yang tidak menggunakan pengukuran jarak tanam yang tepat. Mayoritas petani sembarangan menanam vetiver dengan membuat jarak terlalu dekat antartanaman. Akibatnya, pertumbuhan vetiver tidak maksimal. Akar menjadi pendek dan hanya bisa dimanfaatkan sedikit untuk disuling.

Selain itu, petani juga menggunakan pupuk kimia dengan pertimbangan praktis. Akibatnya, tanah terkikis kesuburannya karena tidak kuat menahan kerasnya unsur kimia dari pupuk.

”Panen juga tidak dilakukan sesuai waktu ideal. Petani ingin mendapatkan untung lebih cepat sehingga memanen vetiver kurang dari 12 bulan,” kata Ede.

Selain itu, dengan alasan hemat bahan bakar, tingkat pemanasan penyulingan pun diperbesar. Dari idealnya 2 bar menjadi 5 bar. Di satu sisi, cara itu bisa menghemat bahan bakar dan waktu.

Bila dipanaskan 2 bar, dibutuhkan 450 liter solar atau oli bekas untuk menyuling 1 ton akar kering vetiver. Waktu yang dibutuhkan sekitar 20 jam. Sementara dengan menggunakan pemanasan 5 bar, hanya dibutuhkan 350 liter solar atau oli bekas untuk menyuling 1 ton akar kering vetiver. Waktu yang dibutuhkan pun sekitar delapan jam lebih cepat.

Akan tetapi, harga minyak penyulingan 5 bar biasanya jauh lebih murah karena berbau gosong dan keruh. Harga jualnya sekitar Rp 1,2 juta per kilogram. Sementara hasil penyulingan 2 bar jauh lebih mahal, yakni Rp 1,7 juta per kilogram, karena hasilnya lebih jernih.

Kondisi seperti itu mendorong Ede mengajak petani kembali pada pola tanam berbasis warisan ilmu petani zaman dulu. Tak mudah memang, sempat muncul suara penolakan. ”Kalau sudah ada cara yang mudah, mengapa harus diganti dengan yang rumit?” tutur Ede menirukan ucapan warga saat itu.

Organik

Ede tak menyerah. Di lahan seluas 20 hektar, ia mempraktikkan sendiri metode tanam yang benar. Ia memperhitungkan jarak antartanaman, sekitar 60 x 40 sentimeter. Tujuannya, memberikan kesempatan pada akar vetiver untuk berkembang biak.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com